Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mitigasi Emisi GRK Pemerintah RI Sebaiknya Tidak Wani Piro

2 Maret 2014   16:18 Diperbarui: 14 November 2019   19:22 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak konfensi iklim dunia diberlakukan pada 1994 sampai saat ini telah terlaksana konfrensi demi konfrensi COP sebanyak 20 kali. Meski diakui dampak positifnya terlihat melalui penanggulangan bersama negara-negara sedunia, akan tetapi ancaman efek emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ternyata semakin membahayakan kenyamanan hidup di planet bumi kita.

Indonesia yang diharapkan menjadi tulang punggung gerakan sadar ekosisistim dunia, efek GRK semakin menjadi-jadi. Sebagai salah satu negara di garis equator diharapkan menjadi paru-paru udara segar dunia justru (kini) menjadi "sorotan" dunia akibat posisi rangking Indonesia di Asia tergolong masuk katagori penting akibat menebalnya lapisan Gas Rumah Kaca semakin menjadi-jadi. 

Rasa-rasanya terbuang percuma saja triliunan rupiah bantuan Luar Negeri untuk merehabilitasi ekosistim hutan indonesia melalui reboisasi dan kampanye anti deforestasi. Dana tersebut jelas-jelas diperuntukkan bagi kegiatan reboisasi dan penyelamatan degradasi hutan serta program ramah lingkungan lainnya.

Meski demikian, dalam kurun 6 tahun mendatang Indonesia diharapkan akan mampu memenuhi harapan dunia membantu penyelamatan lingkungan atau mitigasi efek Gas Rumah Kaca (GRK) dunia.

Menurut info  yang dikutip dari  http://www.hijauku.com pada 1/11/2013 lalu,dapat dolihat  kontibutor emisi  GRK berdasarkan pengelompokan negara Industri dan berkembang sebagai berikut :

  1. Negara Industri menyumbang efek  emisi GRK 52%. Negara AS menjadi biang kerok pada urutan pertama dengan kontribusi sebesar 18,6%.
  2. Negara Uni Eropa (27 negara) menduduki posisi rangking 2 dunia dengan kontribusi 17,1%.
  3. RRC menduduki ranking 3 dunia dengan kontribusi 11,6%.
  4. Rusia menduduking rangking 4 dunia dengan kontribusi 7,2%.
  5. Sementara itu, khusus pada kelompok negara berkembang, RRC berkontribusi sebesar 48% dan menduduki ranking pertama.  Masih di kelompok ini, Indonesia menempati posisi ranking dua, berkontribusi 4,8% dan posisi rangking tiga adalah India dengan kontribusi 4,1%.

Mengacu pada informasi data dan info di atas, meski tidak ada data posisi ke berapa tempat Indonesia berada sebagai kontributor emisi GRK tingkat dunia, kelihatannya posisi Indonesia berperan penting dalam penanggulangan atau  Mitigasi  emisi GRK dunia khususnya di Asia Pasifik.

Mitigasi penanggulangan iklim melalui program deforestasi dan reboisasi dan mengurangi pembuangan gas CO2, gas metana (CH4) yang terbakar dari sampah-sampah organik serta gas dinitro oksida (N20) dari sampah hasil peternakan adalah hal-hal yang teramat penting dalam mitigasi terhadap kondisi ancaman global efek GRK dunia.

Berdasarkan hal tersebut di atas, apa yang harus dilakukan oleh presiden baru terpilih dari Pemilu 2014 nanti dalam menjembatani dan memuluskan langkah-langkah yang telah dirumuskan oleh presiden sebelumnya dan dalam mengiplementasikan Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan  Peraturan Presiden No. 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraannya.

Rasa-rasanya tak mudah untuk diwujudkan oleh Presiden sekalipun selain oleh seluruh warga negara dan seluruh orang yang berada di bumi Indonesia. Apalagi tingkat kesadaran warga kita tentang sadar lingkungan tergolong amat rendah.

Namun demikian yang dapat dijalankan oleh Presiden adalah melihat secara khusus beberapa bidang sebagai berikut :

  1. Konsekwen dengan peraturan dan hukuman terhadap Illegal logging
  2. Konsisten mencegah segala sesuatu yang berpotensi menimbulkan Polusi udara secara  massif.
  3. Mengedepankan program mitigasi Efek rumah kaca
  4. Membatasi pembukaan lahan terbuka
  5. Menerbitkan peraturan dan hukuman atau denda yang jelas terhadap pembakaran hutan
  6. Menjembatani dan memberi solusi terhadap  Industri-industri yang menghasilkan gas Metana, Gas Karbon, Gas Dinitro Oksida.
  7. Memberdayakan lapisan masayrakat untuk konsisten terhadap ke 7 hal di atas seperti konsitensi yang diperlihatkan terhadap kampanye anti Korupsi oleh lembaga resmi KPK.
  8. Tidak dapat disuap atau dibayar seberapapun nilainya untuk memuluskan rencana bisnis siapapun (perusahaan atau negara manapun) yang memberi dampak perusakan lingkungan dan meingkatnya efek GRK di negerinya sendiri.

Jika tidak demikian maka sejumlah konfrensi demi konfrensi (COP) dan program mitigasi penaggulangan efek GRK melalui bantuan luar negeri dengan kucuran dana triliunan rupiah akan sia-sia belaka.

Sejumlah teori dan jeritan kelompok peduli lingkungan dan lolongan alam meminta agar menghentikan tindakan merusak alam, tidak akan pernah terealisir. Alam akan "protes" melihat manusia tindakan angkara murka tanpa belas kasihan memperkosa alam tanpa pernah memikirkan kelestariannya hingga ke masa yang akan datang.

Jangan-jangan kucuran bantuan luar negeri itu lebih penting dengan mengendarai isu perduli GRK. Sementara itu yang patut diwaspadai adalah negara-negara industri (maju) justru mencari kambing hitam pada negara berkembang sebagai penyebab lebih utama ketimbang negara industri, dengan tujuan ekonomi misalnya hadirnya aneka produk yang bertema "ramah lingkungan." 

Secara tersamar, negara maju menilai cukup dengan membayar biaya mitigasi pada negara berkembang maka negara Industri dapat meneruskan aksi industrialisasinya.

"Masalah action mitigasi dampak emisi GRK nanti-nanti saja dulu. Emangnya gue pikirin."  Siapa tahu demikian jauhnya strategi dibalik isu perduli GRK dunia negara-negara maju.

Jika demikian halnya, Pekerjaan Rumah (PR) Presiden sebagai pemangku jabatan pemerintah tertinggi di negeri ini menjadi tambah satu lagi dalam hal ini. Selain ke tujuh poin di atas kini tambah satu lagi..."Emangnya  negara-negara maju atau industri itu beraninya mau bantu (bayar) berapa? .

Jangan hanya "wani piro..?" hehehehhe..

Salam Kompasiana

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun