Sejumlah teori dan jeritan kelompok peduli lingkungan dan lolongan alam meminta agar menghentikan tindakan merusak alam, tidak akan pernah terealisir. Alam akan "protes" melihat manusia tindakan angkara murka tanpa belas kasihan memperkosa alam tanpa pernah memikirkan kelestariannya hingga ke masa yang akan datang.
Jangan-jangan kucuran bantuan luar negeri itu lebih penting dengan mengendarai isu perduli GRK. Sementara itu yang patut diwaspadai adalah negara-negara industri (maju) justru mencari kambing hitam pada negara berkembang sebagai penyebab lebih utama ketimbang negara industri, dengan tujuan ekonomi misalnya hadirnya aneka produk yang bertema "ramah lingkungan."
Secara tersamar, negara maju menilai cukup dengan membayar biaya mitigasi pada negara berkembang maka negara Industri dapat meneruskan aksi industrialisasinya.
"Masalah action mitigasi dampak emisi GRK nanti-nanti saja dulu. Emangnya gue pikirin." Siapa tahu demikian jauhnya strategi dibalik isu perduli GRK dunia negara-negara maju.
Jika demikian halnya, Pekerjaan Rumah (PR) Presiden sebagai pemangku jabatan pemerintah tertinggi di negeri ini menjadi tambah satu lagi dalam hal ini. Selain ke tujuh poin di atas kini tambah satu lagi..."Emangnya negara-negara maju atau industri itu beraninya mau bantu (bayar) berapa? .
Jangan hanya "wani piro..?" hehehehhe..
Salam Kompasiana
abanggeutanyo