"Jakarta Terapung... Jakarta ada Monorail".... begitu teriakan seorang kakek dalam sebuah iklan di Telvisi.. Kita jadi teringat dengan kakek yang berteriak itu ternyata adalah almarhum Gesang yang baru saja meninggalkan kita semua selamanya...
Teriakan almarhum Gesang itu memberi saya inspirasi menulis masalah monorail yang merupakan alternatif alat angkut massal. Namun,. jika melihat perkembangan rencana pembangunan monorail hingga kini belum jelas juntrungannya, saya sedikit tidak dapat berharap optimis.
Kelihatannya seperti membandingkan antara si Kaya dengan si Miskin, atau membandingkan Siang dengan Malam atau malah membandingkan Timun dengan Lamtorogung.. Saya tidak berniat bercanda... Ini serius, teman-teman..., tidak bermaksud membandingkan antara Laingit dan Bumi !.
Maksud saya memilih ke dua perbandingan di atas karena didasari faktor sama-sama membutuhkan angkutan transportasi masal untuk memindahkan / mengangkut orang dari satu tempat ke tempat lainnya. Yang membedakan adalah yang satu lebih menyukai ojek dan satu lagi memilih monorail....
Ojek menarik karena berada di mulut gang, atau pintu masuk ke sebuah jalan yang lebih kecil. Mengantar penumpangnya hingga sampai ke halaman rumah penumpang, jika memungkinkan malah bisa ngantar sampai ke dalam ruangan atau hingga ke dalam kamar.. Sementara Monorail, harus berjejal dan berdesak-desakan, tumplek dan himpit-himpitan. Belum lagi harus jauh berjalan menuju satasiun atau terminal pengumpul.
Ojek menciptakan lapangan kerja, karena dianggap menambah investasi motor warga dan membuat pengangguran merasa bangga menjadi pengojek ketimbang peningkatan kualitas dari program pelatihan dan kursus atau workshop yang dapat meningkatkan daya saing dalam menemukan lapangan kerja yang ideal. Dengan kata lain, ojek lebih konsen meningkatkan peluang kerja sektor informal.
Sementara Monorail,"hanya" dianggap hanya menciptakan lapangan kerja jasa transportasi dan bidang konstruksi, teknologi serta memperindah tampilan perkotaan. Lapangan kerja yang terserap adalah bidang sektor formal dan legal bahkan mampu menambah pendapatan asli daerah. Jadi ini dianggap tidak menarik.
Ojek dapat memberi tambahan pemasukan bagi masyarakat, sedangkan monorail tidak bisa. Termasuk penjual asongan dan pengamen tidak boleh masuk di dalamnya..
Ojek membuat macet mulut gang sehingga mumbuat arus lalulintas mengalir lambat. dan kacau. Monorail tidak menimbulkan kemacetan, dan tiak zigzag kecuali saat melintasi simpangan yang tidak memiliki fly over. Kemacetan dianggap sebagai pertanda hidupnya sebuah perkotaan. Semakin macet semakin hebat dan mantap..!
Ojek sering menimbulkan korban jiwa akibat kecelakaan, baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain. Korban jiwa ini dianggap dapat meningkatkan kunjungan orang berobat ke klinik atau Rumah Sakit dan menjadikan aktifitas bengkel motor bahkan penjualan /dealer sepeda motor juga meningkat . Sedangkan monorail dianggap tidak menarik karena penumpang jarang tersungkur di jalanan dan tidak bisa menciptakan bengkel service atau aksesories monorail di setiap jalan yang padat.
Ojek membutuhkan motor (sepeda ojek sudah langka). Pengurusan sepeda motor tentu memerlukan surat-surat pengurusan persetujuan (STNK, BPKB bahkan surat pajak / bea masuk mesin dan lain-lain), sedangkan monorail tidak bisa karena milik Pemda.
Berdasarkan bukti-bukti dan kenyataan di atas, kelihatannya pemerintah kota khususnya di kota Metropolitan lebih mementingkan mengelola ojek ketimbang mengelola Monorail.
Ketika negara-negara berekembang (apalagi negara maju) berlomba-lomba menciptakan kebutuhan manusia yang lebih efektif, efisien dan memiliki nuansa seni kelas dunia, pemerintah daerah kita malah berlomba-lomba menciptakan peluang-peluang sektor informal secara masif.
Almarhum Gesang memberi inspirasi tentang pembangunan monorail Jakarta, namun hingga kini monorail yang diteriakkannya belum jadi kenyataan. Yang dipikirkan oleh pemerintah kelihatannya lebih tertarik kepada ojek. .Bagaimana cara berpikir pengelola transportasi Nasioanal (pusat) bisa seperti ini.?
Entah sampai kapan Monorail ini terwuud.. Katakanlah bukan Monorail, tapi Subway (Tube Way). Apakah ini mimpi kembali..? he..he..he..
Salam..
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H