Menarik kita kaji manufer blusukan yang dilakukan oleh Jokowi menjelang pelantikannya ke beberapa kawan dan lawan politiknya dalam beberapa hari terakhir.
Manufer blusukan -yang dahulu dikenal dengan istilah safari- ke beberapa lawan dan kawan politik itu sedikit tidaknya secara psikologis telah berhasil mencairkan kebekuan suhu politik meski secara teknis kebekuan yang mencair itu berpotensi beku kembali dalam perjalanan waktu ke depan.
Pihak Jokowo tentu tidak sembarang soan atau blusukan ke kantong-kantong kubu politik yang dalam beberapa waktu terakhir memperlihatkan kuku dan taringnya di parlemen. Selain melihat semakin trengginasnya kubu Koalisi Merah Putih (KMP) pada babak awal penampilan mereka di parlemen (DPR), Jokowi dan tim investigasinya melalui jaringan intelijen melihat adanya potensi "kudeta" terhadap pemerintahan Jokowi menjelang pelantikan sampai dalam masa pemerintahannya nanti.
Safari Jokowi ke beberapa kawan sekaligus lawan politiknya memunculkan harapan mencairnya kebekuan politik yang selama ini berimplikasi pada sektor lainnya terutama pada bidang ekonomi dan sosial.
Sesaat kita melihat suhu kebekuan politik telah mencair dan berkesimpulan tidak ada konflik, akan tetapi kelihatannya tidak dapat bertahan lama, dasar pemikirannya adalah :
Tidak berjiwa kesatria
Bukan sesuatu yang aneh lagi masyarakat menilai sekarang jarang ditemukan pejabat teras di daerah dan pusat yang legowo alias berjiawa besar mengakui kekalahan dan kesalahannya. Bahkan dalam bidang serah terima jabatan pun sulit menemukan sosok yang berkaliber kesatria;
Meski semua orang bercita-cita memiliki dan merasakan sebagai kesatria tak banyak yang mampu menyerap jiwa kesatria dalam praktek kehidupannya sehari-hari.
Dendam kesumat.
Sifat lebih mudah tersulut saat berada dalam lingkungan orang-orang atau kelompok yang merasa senasib dan sepenanggungan akibat disingkirkan atau merasa tersingkir. Pertemuan dan rapat-rapat dari kelas teri sampai elit membahas kesalahan demi kesalahan lawannya dan mencari celah sekecil apapun untuk menjatuhkan pemenang.
Dendam kesumat ditata secara apik memanfaatkan celah-celah aturan dan regulasi dalam payung organisasi resmi. Memanfaatkan wewenang yang bungkusnya berbasis kepentingan rakyat tapi isinya tak lebih kepentingan utama partai.
Politikus belum tentu negarawan.
Thomas Jefferson, bapak pembangunan AS dan mantan Presiden ke 3 AS, dalam pedapat klasik namun tetap abdi, yaitu perbedaan khas antara seorang negarawan dengan politikus.
Politkus memikirkan tentang pemilihan yang akan datang, sementra negarawan memikirikan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang.
Meski secara implisit pendapat di atas tidak menyebutkan seorang politikus itu yang penting menang dalam sidang atau pemilu tapi secara eksplisit kita mendapat gambaran yang benar saat ini mengenai sosok senator kita di parlemen baik di daerah maupun di pusat. Kelihatannya apa yang disampaikan Jefferson itu tidak jauh berbeda.
Potensi impeachment (Pemakzulan) terbuka lebar
Pemakzulan terhadap presiden dan wakil presiden dalam hukum tatanegara kita masih dimungkinkan. Sesuai dengan pasal 7A, UUD 1945 perubahan ke tiga. Presiden dan wakil Presiden dapat diajukan pemberhentian oleh DPR kepada MPR apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
- Pengkhianatan terhadap negara
- Korupsi
- Penyuapan
- Tindak pidana berat lainnya
- Perbuatan tercela
- Tidak memenuhi lagi syarat sebagai presiden/wakil presiden.
Melihat point di atas,jika poin pertama sampai poin 5 tidak terdapat celah untuk mengintip peluang tersebut bukan tidak mungkin poin terakhir akan dikondisikan sehingga DPR mampu mencari celah tersebut dan menjadi alasan pengajuan kepada DPR.
UU MD3 atau UU nomor 17/2014 yang berhasil diloloskan oleh DPR memberi signal awal bagi Presiden Jokowi bahwapemeritahannya ke depan akan cukup kewalahan menahan gempuran parelemen yang makin kuat posisinya.
UUD N0.19/2014 pasal 4 poin c yang berbunyi : MPR atas usulan DPR berhak memutuskan pemberhentian Presiden/Wapres jika memenuhi syarat dan ketentuan pada butir disebutkan di atas.
Di sisi lain, UU MD3 tersebut sekaligus memperkuat posisi DPR dengan kewenangannya dalam interpelasi. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 197 poin 4, DPR hanya membutuhkan 1/2 (setengah) suara anggota DPR menolak atau menerima penejalsan Presiden. Sementara untuk persetujuan penolakan itu, DPR hanya butuh 1/2 anggota yang hadir.
Selain itu, pada UU yang termasuk paling gendut setebal 306 halaman yang memuat 406 pasal itu, badan (alat) kelengkapan DPR juga semakin ditingkatkan hak dan tanggung jawabnya.
Melihat soliditas KMP di parlemen semakin trengginas dan ganas ada kemungkinan besar Presiden Jokowi akan banyak kesulitan membendung usulan dan penolakan DPR nantinya. Kondisi ini cepat atau lambat akan mempengaruhi reputasi dan penilaian positif atas pemerintah Jokowi.
Jika dikaitkan dengan potensi ledakan di dalam masyarakat nantinya akibat terjadinya inflasi yang tinggi dan sistem dan birokratisasi semakin amburadul inilah momentum yang tepat akan dipasang oleh DPR menjerat Jokowi dalam sistematika kudeta jangka panjang.
Kudeta sistematis jangka pendek terhadap Jokowi juga tidak dapat dianggap enteng. Hal yang paling berpotensi dalam jangka pendek adalah menggagalkan pelantikan Jokowi melalui jeratan sistem yang terseleubung, misalnya dalam hal terjadinya 2 sosok presiden pada saat pelantikan (karena SBY masih berkuasa saat pelantikan Jokowi).
Hal-hal kecil seperti itu hendaknya jangan dianggap enteng dengan alasan klasik penhargaan kepada SBY, sebab dalam politik celah kelemahan apapun di dalamnya akan mampu dimanfaatkan oleh lawan politik, apalagi lawan politik yang telah tersulut dendam membara dengan nafsu angkara murka memperlihatkan dominasi kekuatan kubunya ketimbang mengutamakan persatuan bangsa.
Jadi bersiap-siaplah Jokowi, hadapi licinnya terjal dan turunan penuh jebakan yang berpotensi membuatnya tergelincir. Kiranya tim sukses dan tim kabinet yang berada dalam jajarannya nanti memahami detail-detail jebakan tersebut dan tidak larut dalam kepentinan konstituen (partai) selain untuk persatuan nasional.
Jokowi juga perlu menjaga sttemen atau pernyataanya baik di media massa atau dihadapan umum karena statemen yang dinilai menyinggung lawan politiknya dapat dimanfaatkan oleh lawannya, paling tidak akan membekukan kembali kehangatan hubungan yang baru saja dibuatnya melalui rangkaian safari Jokowi baru-baru ini.
Salam Kompasiana
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H