Revolusi mental terhadap seluruh Pegawai Negeri Sipil dan rencana Moratorium yang dicanangkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) sebetulnya akumulasi dari sejumlah fenomena menipisnya kadar moral dan kualitas PNS di seluruh Indonesia.
Merosotnya kadar moral -yang ikut memicu lahirnya Moratorium PNS- berimpikasi pada lunturnya nilai-nilai profesionalisme dan semangat pengabdian kepada masyarakat yang tertuang pada sejumlah simbol-simbol Korpri dan Visi dan Misi Kementerian PAN RB wujudnya semakin menjauh dari harapan.
Sejak terbentuknya Kementerian PAN yang pertama sekali (1968) dibawah polesan Harsono Cokraminato, perlu waktu 30 tahun lamanya pemerintah menyadari perlunya pembenahan mental dan kualitas PNS melalui perubahan nama lembaga kementerian tersebut menjadi ganti nama menjadi Kementerian Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara pada 1998 di bawah Menteri Hartarto Sastrosunarto.
Tak lama berselang setahun, pemerintah SBY melalui Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Freddy Numberi dalam Kabinet Persatuan Nasional pada 29 Oktober 1999 meracik kembali lembaga tersebut dan kembali lagi menjadi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (kembali ke awal).
Barulah pada 22 Oktober 2011, pemerintahan SBY dalam Kabinet Indonesia Bersatu II merumuskan dengan tegas nama kementerian tersebut menjadi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi di bawah racikan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, EE.Mangindaan,
Jika mengacu pada era racikan EE. Mangindaan (2009) sampai Yudyi Chrisnandi (2014) atau dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir mari kita lihat peranan Kementerian PAN RN dalam mengelola postur PNS kita sebagai berkut :
- Visi Kementerian PAN RB : Mewujudkan aparatur negara yang Bersih, Kompeten dan Melayani rasa-rasanya semakin terkikis.
- Misi Kementerian PAN RB : Penggerak Utama Reformasi Birokrasi, kelihatannya hanya jorgan semata.
- Jumlah PNS dalam 5 tahun terakhir meski terus menurun tapi memperlihatkan postur tidak efisien. Berikut data PNS lima tahun terakhir :
- Jumlah PNS 2009 : 4.524.205 (semua golongan dari pusat sampai desa).
- Jumlah PNS 2010 : 4.598.100
- Jumlah PNS 2011 : 4.570.818
- Jumlah PNS 2012 : 4.467.982
- Jumlah PNS 2013 : 4.362.805
- Jumlah PNS2014 : (Perkiraan 4,2 juta. Mengacu pada jumlah PNS pensiun 100 ribu setiap tahun).
- Belanja PNS dalam APBN setiap tahun menyedot anggaran sangat besar. Pada APBN 2014, biaya untuk gaji [caption id="" align="alignright" width="379" caption="Sumber : http://bem.feb.ugm.ac.id/wp-content/uploads/perkembangan-belanja7.jpg"]
Sumber : http://bem.feb.ugm.ac.id/wp-content/uploads/perkembangan-belanja7.jpg
- Kritikan terhadap melemahnya kinerja PNS semakin menjadi-jadi.
- Kementerian PAN RB bekerjasama dengan Badan Narkotik Nasional (BNN) untuk memeriksa seluruh PNS untuk menekan laju pemakaian narkoba di lingkungan PNS.
- UU ASN (Aparatur Sipil Negara) dan Batas Usia Pensiun (BUP) PNS memperlihatkan dukungan terhadap strategi moratorium PNS, padahal strategi ini menambah beban anggaran belanja negara tertuama membayar gaji dan tunjangan PNS yang sudah kurang produktif menjalankan visi dan misi dalam semangat Korpri dan antiklimaks terhadap visi dan misi PAN RB.
- Di beberapa provinsi dan Kabupaten/Kota, jumlah PNS berlimpah. Hal ini menimbulkan dampak pengangguran tersembunyi yang menambah beban pengeluaran pemerintah daerah.
Atas sejumlah fakta yang tidak dapat disembunyikan di atas, ternyata kualitas sebagian SDM PNS kita sangat mengkhawatirkan. Menurut Dedi Supriadi Bratakusuma, Kepala Pusdiklat SPIMNAS, hanya 40% saja PNS yang benar-benar bekerja dan mampu bekerja. Sisanya hanya datang ke kantor tanpa tujuan dan tugas yang berarti. (Sumber PENINGKATAN-KINERJA-PEGAWAI-NEGERI-SIPIL).
Sementara itu, fenomena pejabat dan birokrat PNS yang semakin jauh dari semangat KORPRI dan visi dan misi yang diharapkan dalam doktrin PAN RB makin luntur. Hal ini terlihat dari beberapa kasus yang kini tidak terasa asing lagi yaitu :
- Aparatur PNS yang mempersulit proses pelayanan publik berdalih kelengkapan administrasi dan dasar hukum.
- Pejabat PNS yang menggunakan fasilitas negara bergaya bak raja di raja di pemerintahan daerah kabupaten dan kota.
- Oknum PNS yang masih berani mengangkang aturan (hukum) demi tujuan memperkaya diri melalui praktek suap, memeras, gratifikasi, korupsi dan sejumlah tindakan yang beraroma minta diliayani.
Kini kita tentu bangga melihat tingkat kemakmuran masyarakat Indonesia (termasuk PNS) semakin membaik. Kita sering melihat sosok-sosok PNS yang kaya raya dan memiliki rekening gendut mengalahkan kemampuannya menabung dari hasil gaji dan tunjangannya.
Mungkin saja PNS tesebut memiliki bisnis lain (diluar profesi PNS nya) memberi keuntungan berlimpah. Atau bisa saja PNS tersebut memiliki harta warisan dari orang tua atau mertua yang berlebihan. Akan tetapi sangat disayangkan jika kekayaan tersebut diperoleh dari mental minta dilayani dari teman kerja, kolega, mitra apalagi dari masyarakat yang seharusnya dilayani secepat dan setepat mungkin.
Beberapa dekade yang lalu sulit kita temukan PNS yang memiliki mental dilayani selain pengabdian tulus kepada bangsa dan negaranya. Meski masuk dan menjadi PNS tergolong mudah dan kesempatan untuk memperkaya diri juga terbuka pada masa lalu, tapi mental PNS tempo doeloe memang rata-rata harus diberi nilai positif.
Sayangnya, entah virus apa yang menyerang sebagian besar PNS kita sehingga sehingga tidak mengambil pelajaran dari contoh PNS tempo doeloe (tempo dulu). Padahal sejumlah regulasi, UU dan peraturan telah digodok untuk program peningkatan kualitas SDM PNS kita. Ironis sekali, mental ingin dilayani ternyata mengalahkan seluruh instrumen peningkatan kualitas PNS kita.
Sementara itu, kode etik Korpri dalam doktrin PANCA PRASETYA seolah terkulai layu dan pelan-pelan mati. Padahal salah kode etik nomor 3 di dalamnya disebutkan : MENGUTAMAKAN KEPENTINGAN NEGARA DAN MASYARAKAT Dl ATAS KEPENTINGAN PRIBADI DAN GOLONGAN.
Kita menyadari, PNS itu bukan dihuni oleh Malaikat dan juga bukan oleh setan-setan yang jahat. PNS juga manusia yang punya nurani, punya hasrat dan tak luput dari godaan. Akan tetapi musti diingat adalah risiko menjadi PNS adalah mengimplementasi kan doktrin dan kode etika PNS disebut di atas dan sejumlah aturan PNS lainnya.
Jika mengacu pada pernyataan Kepala Pusdiklat SPIMNAS di atas, masih ada 40% PNS kita yang konsisten, paham dan komit dengan semangat juang PNS sesuai doktrin dan kode etika Korpri. Semoga orang-orang terdekat di sekitar kita yang berkesempatan menjadi PNS akan termasuk golongan yang 40% tadi dan memberi contoh teladan bagi PNS lainnya yang belum juga menyadari arti dan fungsi PNS bagi bangsa dan negara nya sendiri..
Salam Kompasiana
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H