Mereka kaku tidak mampu memanfaatkan peluang ini mungkin karena terpaku pada kerjasama dengan pihak ke tiga (agen) yang terikat kontrak jual beli minyak dengan harga mahal ketimbang pola G to G. Mereka terpukau saja dengan jeritan kas negara yang mulai terkuras habis minta di isi menjelang akhir tahun, tanpa bereaksi memanfaatkan momentum harga BBM sedang merosot saat ini.
Lebih sengsara lagi, mereka yang ahli-ahli tersebut hanya bisa berkotek-kotek mengikuti selera mafia migas menaikkan harga BBM yang memberatkan masyarakat karena alasan beban subsidi.
Untuk kepentingan pendanaan bangsa dan negara, alasan tersebut (melepas subsidi) bisa masuk akal meski terasa memberatkan masyarakat. Akan tetapi tidak memanfaatkan peluang saat harga minyak menurun tajam untuk menyimpan cadangan minyak dan dijual dengan harga saat ini akan sangat membingungkan masyarakat.
Jika pembeliannya melalui mafia migas atau dari pihak ke tiga tentu para ahli dan pakar ESDM dan Pertamina benar-benar telah ditelanjangi bulat-bulat dan dikendalikan oleh mafia migas.
Mereka yang ditunjuk sebagai ahli mencari alasan-alasan bombastis dengan kotekan lebih nyaring. Suaranya kotekannya menembus ke seluruh kota dan desa setanah air... Ko..kotek... ko.. koteeeek.. kokoteeekkkk..., memaksa telinga warga mendengarnya.
Salam Kompasiana
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H