Bagi Anda yang gemar membaca komik Detektif Conan, pasti tidak asing lagi dengan tokoh Kaito Kuroba. Tokoh utama fiksional yang dikenal sebagai Kid si Pencuri ini, adalah seorang pencuri jenius yang tak pernah sekalipun tertangkap dan selalu berhasil mengecoh polisi di berbagai negara.
Meski tokoh pencuri rekaan Aoyama Gosho itu hanya fiktif, dan kelihaian Kaito Kid itu hanya ada di dalam komik. Tetapi ada sekelompok pencuri yang benar-benar lihai dan bukan tokoh fiktif.Â
Mereka hidup di dunia nyata, bukan tokoh komik. Karena kelihaiannya, mereka juga tak pernah bisa ditangkap. Pasalnya, tak ada satu orang korbanpun yang melaporkannya, karena korban-korbannya tak pernah sadar telah menjadi sasaran aksi kriminalnya. Penulis, adalah sekelompok pencuri yang amat lihai itu.
Anda tentu sepakat bila saya mengatakan bahwa, sesungguhnya tidak ada ide yang benar-benar orisinal hasil pemikiran si penulis. Tidak ada karya tulis yang benar-benar asli hasil olah fikir kita.Â
Sebab segala sesuatu yang terakumulasi di dalam pemikiran kita, berasal dari apa yang kita baca, apa yang kita dengar, apa yang kita lihat selama hidup kita. Semua yang terekam dalam memori otak kita itulah yang kemudian kita tuangkan dalam bentuk tulisan.
Saat mengumpulkan berbagai macam informasi melalui aktifitas membaca, menyimak dan menyaksikan berbagai peristiwa itu, penulis kemudian mengolahnya menjadi rangkaian data dan bahan tulisan.Â
Bagi seorang penulis, panca indera adalah alat sekaligus sebagai senjata ampuh untuk melakukan aksi pencurian. Seorang penulis senantiasa mengerahkan segala indera dan kemampuannya untuk mencari dan mencuri ide-ide segar sebagai bahan tulisannya.
Setiap peristiwa yang dia lihat, semua informasi yang dia dengar, serta kejadian-kejadian fenomena yang dia amati, akan dia curi semuanya, untuk kemudian dia olah menjadi sebuah ide dan gagasan baru.
Seorang penulis memiliki pendengaran yang tajam, sehingga dia lihai dalam mencuri dengar.Â
Dia akan merekam semua informasi-informasi dari berbagai media, yang kemudian dia pilah-pilah, mana informasi yang relevan dan sesuai untuk materi kepenulisannya.Â
Maka tidak mengherankan bila seorang penulis lebih senang menyimak dan mendengar daripada berbicara.
Cara paling mudah mencuri ide, adalah dengan menyimak informasi-informasi dari orang-orang terdekat yang ada di sekitar tempat kita berada.Â
Dengan sedikit daya kreatifitas, seorang penulis mampu menganalisa dan menyatukan serpihan-serpihan informasi yang dia dengar melalui rapat resmi, khutbah Jum'at, diskusi santai, ngobrol sambil ngopi, hingga percakapan dengan orang-orang dalam kehidupan sehari-hari. Terkadang sebuah buku lahir dari sepotong kalimat
Seorang Penulis Mencuri Ide dengan ATM
Sebagai seorang penulis pemula, saya termasuk orang yang paling sering melakukan aksi pencurian ide menggunakan ATM, atau metode Amati, Tiru dan Modivikasi.
Tatkala saya membaca sebuah buku yang menarik, maka yang saya lakukan adalah mengamati penggunaan bahasanya, mengamati alur tulisannya, lalu saya catat kalimat-kalimat menarik, atau yang mengandung ide dan gagasan.Â
Bermodalkan sepenggal-dua penggal kalimat itulah saya menuliskannya kembali dengan memodifikasi serta mengembangkannya dengan menggunakan bahasa saya sendiri, untuk menjadikannya sebuah artikel dengan gagasan yang berbeda, yang ditulis dari sisi sudut pandang yang lain.
Bukan hanya melalui buku, tetapi informasi juga bisa diperoleh dari status kawan di FB atau di tweeter, bahkan dari perbincangan lepas orang-orang sekitar.Â
Banyak penulis yang menemukan ide dari fenomena yang terjadi di sekitarnya, dari pengamen yang asyik dengan gitar mungilnya, dari anak anak gelandangan yang tidur beralaskan koran, dari pengemis tua yang mondar-mandir di sela-sela kendaraan saat lampu lalu-lintas menyala merah, dan lain-lain.
Penulis adalah pencuri yang baik, dia merupakan makhluk sosial yang juga hidup bersama manusia lainnya, dia memiliki kepekaan yang sangat tajam, kepedulian yang sangat besar.Â
Keberagaman, kemajemukan serta kedudukan masyarakat yang bertingkat-tingkat alias timpang, selalu menjadi sorotan mata bathinnya yang tajam. Kesenjangan yang terjadi di sekitarnya menjadi ide dan gagasan yang senantiasa menggelitik untuk diulas dan disebarluaskan.
Seorang penulis senantiasa menajamkan bathin dan perasaannya, dia selalu siap merekam setiap suara yang dia dengar, mendokumentasikan setiap tulisan yang dia baca.Â
Pada saatnya tiba, ketika semua serpihan-serpihan informasi itu telah menjadi sebuah rangkaian cerita, si penulispun menuangkannya dalam bentuk tulisan. Seringkali sebuah informasi  dianggap sepele bagi orang lain, namun bagi seorang penulis, tak ada satupun informasi yang boleh dilewatkan.Â
Sebab semua informasi memiliki manfaat dan faedah. Seorang penulis memegang prinsip "Tak ada sesuatupun yang tercipta sia-sia, tak ada sesuatupun peristiwa yang terjadi percuma, semua berguna dan terjadi dengan membawa hikmah dan makna."
Di tangan penulis, informasi-informasi yang awalnya diabaikan dan dianggap biasa itu kemudian diramu dan dikemas menjadi informasi yang sangat menarik bahkan mengungkapkan berbagai manfaat luar biasa.Â
Seorang penulis, bukan saja lihai mencuri ide, tetapi juga ahli mengemas informasi. Dengan sepenuh hati, ia akan terus mengeksplorasi kemampuan berfikirnya.Â
Ia menyadari dirinya yang penuh dengan  kekurangan, demikian pula dengan tulisannya.Â
Maka ia akan terus berupaya kemampuannya, mengembangkan pola fikirnya, serta ketajaman intuisinya serta gelora jiwanya untuk terus aktif menulis.
Itulah perbedaan Kaito Kid si Pencuri lihai dengan si Penulis. Sama-sama pencuri lihai.Â
Bedanya, satu mencuri untuk menimbulkan masalah sosial, sedangkan yang satunya mencuri untuk membantu mengentaskan masalah sosial. Barokallahu fiikum. Â Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI