Dalam sejarah peradaban Islam, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik. Masjid menjadi pilar utama dalam membangun masyarakat yang adil, makmur, dan harmonis. Masjid Agung Nurul Ikhlas, sebagai ikon keislaman dan kebanggaan masyarakat Kota Cilegon, memiliki potensi besar untuk menjalankan fungsi tersebut. Namun, peran strategis ini masih menghadapi tantangan besar, mulai dari tata kelola yang belum profesional hingga kurangnya keterlibatan aktif masyarakat dalam pengembangannya.
Sejalan dengan akan dilantiknya Robinsar - Fajar Hadi Prabowo sebagai Pasangan Walikota dan Wakil Walikota Cilegon Terpilih Periode 2025 - 2030 pada bulan Februari ini, antusiasme dan harapan masyarakat sangat meningkat untuk menyaksikan reformasi tata kelola Masjid Agung yang berbasis profesionalisme, transparansi, dan prinsip-prinsip kepemimpinan Islam yang bertanggung jawab. Komitmen ini sejalan dengan janji kampanye Robinsar-Fajar yang menekankan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat berbasis keislaman dan integrasi masjid-masjid dalam pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat Kota Cilegon.
Tantangan dalam Pengelolaan Masjid Agung Cilegon
Saat ini, Kota Cilegon menghadapi tantangan besar dalam aspek pengelolaan fasilitas publik, termasuk Masjid Agung. Salah satu isu yang mengemuka adalah adanya pemutusan aliran listrik masjid akibat tunggakan pembayaran, dan tentu saja hal tersebut membawa polemik permasalahan yang tidak bisa dianggap enteng di tengah-tengah masyarakat Cilegon yang terkenal dengan religiusitasnya yang tinggi sebagai Kota Santri, terutama bahwa pemutusan aliran listrik tersebut telah membuka mata banyak orang bahwa adanya indikasi permasalahan keuangan yang sangat serius. Dimana hal tersebut juga mencerminkan sejumlah tantangan yang mendasar yaitu sebagai berikut :
1. Krisis Keuangan dan Keterbatasan Dana : Keterlambatan pembayaran operasional masjid menunjukkan lemahnya pendanaan yang bersumber dari donasi masyarakat dan/atau kurangnya dukungan finansial yang sistematis dari pemerintah daerah maupun industri di sekitar Cilegon.
2. Kurangnya Manajemen Profesional : Pengelolaan masjid oleh DKM masih cenderung tradisional tanpa menerapkan standar manajemen modern yang berbasis transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi.
3. Minimnya Partisipasi Masyarakat : Rendahnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan masjid menghambat inovasi dan pengembangan fungsi masjid yang lebih luas.
4. Belum Optimalnya Peran Masjid dalam Pemberdayaan Ekonomi Kreatif : Masjid Agung belum difungsikan sebagai pusat pemberdayaan ekonomi kreatif berbasis syariah yang dapat menopang kesejahteraan umat.
Solusi Berdasarkan Prinsip Kepemimpinan dalam Islam
Dalam Islam, seorang pemimpin memiliki kewajiban mutlak untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya, sebagaimana firman Allah SWT : "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil..." (QS. An-Nisa: 58).