Berbagai tulisan opini yang mengejek dan menjelekkan bahkan menghujat pihak yang tidak mereka sukai, berseliweran di jagad media on-line dan medsos, malah di media mainstream. Tidak ada yang menanggapinya dari pihak yang mereka hujat. Tapi dari kelompok mereka yang diorganisir dan berbayar, sangat banyak yang mendukung tulisan seperti itu. Ini juga sebagai TEROR OPINI yang dilakukan sekelompok orang bayaran. Semua target mereka adalah menang lagi pada 2019. Â
Memang mereka sangat terbudaya untuk aneka konspirasi jahat penuh tipu muslihat bagi kepentingan mereka, bahkan sampai yang sekecil apapun dikerjakan dengan konspirasi, maklumlah mereka berbudaya kerdil dan picik serta munafik , bahkan munafik serta berbohong diajarkan didalam komunitas mereka dan ada dasarnya hal ini adalah digunakan untuk pencapaian segala cara MEMBENARKAN YANG SALAH dan bisa BERTUJUAN MENYALAHKAN YANG BENAR. Kalau kebohongan itu menjadi budaya dan bisa menjadi ideologi, maka kebohongan itu akan menjadi kebenaran sementara. Inilah akar sebuah HOAX sesungguhnya.
Mereka sekarang paling merasa memiliki Indonesia, merasa paling toleransi, merasa paling nasionalisme Indonesia, paling mengerti Indonesia, paling merasa mampu untuk mengisi kemerdekaan Indonesia, paling mampu melaksanakan asimilasi antar suku, paling Pancasila dan paling bisa melaksanakan nilai Bhinneka Tunggal Ika. Padahal mereka adalah kelompok nyata sebaliknya dari apa yang paling mereka rasakan, paling mampu tersebut.
Oleh karena itu, mereka berupaya memarginalkan peran serta "mayoritas masyarakat sejarah kemerdekaan Indonesia" dengan berbagai cara tudingan pendiskreditan dalam berbagai fitnah politik dan fitnah sosial, karena mereka merasa sudah memiliki media massa dan mereka beranggapan bisa berbuat apa saja dan bisa membungkam informasi yang mereka tidak sukai.
Ekonomi nasional Indonesia, sejak zaman Soeharto, mereka turut serta menghancurkan eknomi Nasional dengan berbagai cara penipuan dan pemalsuan yang mereka lakukan dan pelaksana Pemerintah saat itu lengah dan bego mau saja melakukan sesuatu yang melanggar hukum dan ketentuan asal dibayar dan dapat bayaran. Inilah Korupsi yang dilakukan oleh oknum aparat Pemerintah bersama para oknum bisnis swastawan, kinerja bisnis mereka ketika itu adalah dari berbagai proyek besar APBN dan APBD yang di mark-up (digelembungkan nilai proyeknya) dengan berbagai cara hanya untuk menguras realisasi APBN dan APBD.
Prestasi menggarong uang APBN dan APBD dari berbagai proyek pemerintah sekian lama, hasilnya mereka buat berbagai Bank Pelaksana yang ketika itu di konspirasi untuk diperbolehkan secara UU.  Maka bermunculanlah beragam Bank Pelaksana dengan berbagai nama, dengan Bank inilah mereka melakukan pengkurasan/penggarongan lanjutan titipan Bank Sentral dengan bunga (Cost of money) yang  sangat rendah. Bermunculanlah berbagai kreasi deposito berhadiah untuk menarik nasabah juga pemberian dan penawaran bunga yang tinggi untuk deposito. Berduyun pula para nasabah deposito memasukkan uangnya di Bank Bank mereka karena nilai bunga tinggi.
Setelah ratusan ribu nasabah masuk, mereka lakukan untuk memanfaatkan uang  Bank mereka sendiri bagi kepentingan berbagai permodalan pada perusahaan industri dan dana proyek mereka sendiri. Ini melanggar ketentuan UU, tapi pengawasan Bank Central sangat lemah. Terjadilah manipulasi pada berbagai Perbankan Nasional lalu para pengusaha hitam ini, bisa sempat melarikan diri bersama seluruh uang Bank mereka ke luar negeri. Sampai hari ini mereka masih buron.  Manipulasi mereka ketika itu sudah puluhan triliunan dan ratusan milyar rupiah. Kasus BLBI termasuk didalamnya.
Mereka yang masih buron, tidak bodoh bodoh amat, karena banyak konsultan yang menawarkan jasanya dan mereka bermain konspirasi lagi didalam gelimang dollar yang dimaling untuk bisa investasi diberbagai pusat produktif bisnis uang alias beternak uang di berbagai tempat dan bisa menjadi pasif income bagi mereka dalam pelarian. Inilah cara untuk mencuci uang kejahatan mereka dan sekarang mereka sudah diatas angin kapital yang besar bahkan para anak anak mereka sudah bisa mendapatkan nilai uang haram tersebut dan bisa pula menjadi pengusaha di Indonesia. Walaupun ada beberapa oknum pengusaha maling yang gagal total.
Mereka sebagaimana yang sudah dipupuk pada awalnya, mereka selalu akrab dengan kekuasaan sehingga penegakan hukum bisa mereka mainkan untuk kepentingan mereka. Cara mereka bisa akrab dengan kekuasaan adalah dengan cara mendukung secara finansial besar ketika awal pencalonan menuju perolehan kekuasaan. Segala janji manis dan optimisme di gadang dan diumbar secara bombastis besar besaran, sehingga banyak para pendungu permanen percaya dan terkesima. (Abah Pitung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H