Pasal inilah yang menjadi permasalahan besar ketika diganti menjadi Pasal 6 (Revisi UUD 1945 perubahan ke tiga yang berlaku sekarang) adalah :
 "(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorangwarga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidakpernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, sertamampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan
tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan WakilPresiden."Â
Sebuah keinginan dari masyarakat banyak Indonesia adalah UUD 1945 harus dikembalikan kepada jiwa dan misi aslinya sehingga Pasal 6 UUD 1945 bisa ditetapkan menjadi :
"(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden *harus orangIndonesia asli pribumi berakhlak mulia*,warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidakpernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah terlibat mengkhianati dan menghujat agama, tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah terlibat apapun dengan narkoba dan tindak kriminal sertamampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakantugas dan tanggung jawab serta kewajiban sebagai Presiden dan WakilPresiden."
Bukti permasalahan buang energi bangsa adalah kasus Ahok-BTP (Basuki Tjahaya Purnama- Zhong Wanxue bin Tjoeng Kiem Nam) yang akan dijadikan sebagai Gubernur yang kedua kalinya (dengan kekuatan uang besar), lalu selanjutnya oleh para pendukungnya serta para konspirator dibelakangnya akan dijadikan sebagai calon Presiden RI di 2019. Terjadinya penolakan yang sangat kuat dan besar adalah Ahok-BTP hanya dijadikan kuda tunggangan oleh bangsa asing China RRC (dengan rekayasa kekuatan uang besar), untuk bisa menguasai dan berkuasa di Negara Indonesia disamping mereka sudah menguasai ekonomi dan mempengaruhi politik.
Personifikasi "Saya Indonesia" dan "Saya Pancasila" yang sangat merusak tata bahasa Indonesia, dibiarkan secara serampangan tanpa ada pihak resmi yang berani mengkritisinya untuk kebenarannya. Indonesia adalah bentuk NEGARA tidak bisa di personifikasikan menjadi Saya Indonesia, sehingga menjadi SAYA ADALAH NEGARA. Begitu juga Pancasila dimana pada sila pertama ada KETUHANAN YANG MAHA ESA tidak bisa dipersonifikasikan menjadi Saya Pancasila, sehingga akibatnya bisa menjadi SAYA ADALAH KETUHANAN YANG MAHA ESA. Akibatnya adalah merendahkan makna dan jiwa Pancasila itu sendiri. (Abah Pitung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H