Mohon tunggu...
Abah Pitung
Abah Pitung Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengamat Politik & Sosial Ekonomi yang sangat Sadar pada tingkat bawah sadar. Sangat setuju agar Koruptor besar dihukum mati dan perilaku mereka sebenarnya sudah mengabaikan serta meniadakan Allah SWT., dalam kehidupannya ketika berbuat korupsi. KORUPTOR adalah PENJAHAT NEGARA dan BANGSA INDONESIA sampai dunia kiamat. Vonis hukuman bagi Koruptor, bukanlah nilai yang bisa impas atas kejahatan Korupsi. Email ke : abahpitungkite@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Rakyat Geram Lihat Pameran Kebodohan Kepolisian RI

2 Mei 2015   09:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:27 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14305346481800643839

Bagaimana tidak geram dan jengkel hebat, menyaksikan sebuah pameran penegakan hukum yang sebenarnya menghancurkan hukum itu sendiri. Penangkapan Novel Baswedan yang dilakukan secara terencana oleh Kabareskrim, kembali mengundang kejengkelan hebat dari mayoritas kalangan masyarakat kepada Kepolisian RI. Sudah jelas Novel Baswedan sedang diperiksa oleh tim Bareskrim, seenaknya saja Budi Waseso (Buwas) menyatakan ketika diwawancarai wartawan media bahwa Novel Baswedan (Novel) adalah seorang pembunuh dengan mengatakan "dia itu sudah membunuh orang, masak bisa bebas tidak dikenakan hukuman" padahal kejadian itu terjadi pada dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada tahun 2004 yang lalu sebelum Novel Baswedan masuk KPK. Lalu Novel masih terperiksa di Bareskrim artinya, pembunuhan yang dituduhkan kepada Novel belum terbukti secara hukum yang syah oleh putusan Hakim. Bagaimana bisa Buwas sebagai seorang Kabareskrim secara terang-terangan sudah memvonis Novel sebagai pembunuh ditahun 2004 yang lalu didepan publik ? Mengertikah Buwas pra duga tak bersalah ?  Kalau Novel sebagai polisi pembunuh, mengapa Kepolisian RI menyetujui dan mengusulkan Novel Baswedan sebagai personil yang dititipkan kepada KPK ? Artinya, ketika itu Novel adalah figur sosok polisi yang bersih dan tidak memiliki historis pribadi yang bermasalah hukum.

Kegemasan yang memuncak dari seluruh rakyat adalah ketika menyaksikan tayangan Novel Baswedan yang kedua tangannya diikat dengan plastik klemp putih dan terulang kembali cara dan gaya sangat buruk penangkapan terhadap Bambang Wijoyanto oleh Bareskrim yang sangat nyata sebagai perlakuan balas dendam Polisi kepada KPK. Kalau Buwas mengatakan ini sudah sesuai dengan prosedur penangkapan, seburuk dan sekotor itukah prosedur Kepolisian saat ini ? Tidakkah Novel Baswedan seorang yang mengerti hukum dan patuh hukum apalagi sebagai satuan penyidik senior anggota KPK yang sudah diketahui luas integritasnya selama ini.

Adalah sebuah Majalah Tempo pada edisi 28 Juni - 4 Juli 2010 yang terbit Senin (28/6/2010) menurunkan laporan investigasi berjudul "Rekening Gendut Perwira Polisi". Hanya beberpa jam edar penerbitan, majalah tersebut habis sehingga, pelanggan di kawasan Jakarta terpaksa gigit jari, karena majalah tersebut diborong habis oleh orang-orang tak dikenal sejak Senin subuh atau hanya beberapa jam setelah terbit dan diedarkan.

Majalah Tempo dengan sampul bergambar polisi menuntun sejumlah celengan babi gendut itu, menghadirkan topik utama "Rekening Para Jenderal". Ada empat judul tulisan, yakni "Aliran Janggal Rekening Jenderal", "Relasi Mantan Ajudan", "Mereka Bukan Penjahat", dan "Rekening dalam Sorotan". Sebagai mengingatkan saja, isi majalah Tempo itu adalah :

Markas Besar Kepolisian RI menelusuri laporan transaksi mencurigakan di rekening sejumlah perwira polisi yang dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Berikut ini sebagian dari transaksi yang dicurigai PPATK itu, seperti yang ditulis majalah Tempo.

1. Inspektur Jenderal Mathius Salempang, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur
Kekayaan: Rp 8.553.417.116 dan US$ 59.842 (per 22 Mei 2009)Tuduhan:
Memiliki rekening Rp 2.088.000.000 dengan sumber dana tak jelas. Pada 29 Juli 2005, rekening itu ditutup dan Mathius memindahkan dana Rp 2 miliar ke rekening lain atas nama seseorang yang tidak diketahui hubungannya. Dua hari kemudian dana ditarik dan disetor ke deposito Mathius."Saya baru tahu dari Anda."
Mathius Salempang, 24 Juni 2010

2. Inspektur Jenderal Sylvanus Yulian Wenas, Kepala Korps Brigade Mobil Polri
Kekayaan: Rp 6.535.536.503 (per 25 Agustus 2005)
Tuduhan:
Dari rekeningnya mengalir uang Rp 10.007.939.259 kepada orang yang mengaku sebagai Direktur PT Hinroyal Golden Wing. Terdiri atas Rp 3 miliar dan US$ 100 ribu pada 27 Juli 2005, US$ 670.031 pada 9 Agustus 2005.
"Dana itu bukan milik saya."
Sylvanus Yulian Wenas, 24 Juni 2010

3. Inspektur Jenderal Budi Gunawan, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian
Kekayaan: Rp 4.684.153.542 (per 19 Agustus 2008)
Tuduhan:
Melakukan transaksi dalam jumlah besar, tak sesuai dengan profilnya. Bersama anaknya, Budi disebutkan telah membuka rekening dan menyetor masing-masing Rp 29 miliar dan Rp 25 miliar."Berita itu sama sekali tidak benar."Budi Gunawan, 25 Juni 2010

4. Inspektur Jenderal Badrodin Haiti, Kepala Divisi Pembinaan Hukum Kepolisian
Kekayaan: Rp 2.090.126.258 dan US$ 4.000 (per 24 Maret 2008)
Tuduhan:
Membeli polis asuransi pada PT Prudential Life Assurance Rp 1,1 miliar. Asal dana dari pihak ketiga. Menarik dana Rp 700 juta dan menerima dana rutin setiap bulan.
"Itu sepenuhnya kewenangan Kepala Bareskrim."Badrodin Haiti, 24 Juni 2010

5. Komisaris Jenderal Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal
Kekayaan: Rp 1.587.812.155 (per 2008)
Tuduhan:
Menerima kiriman dana dari seorang pengacara sekitar Rp 2,62 miliar dan kiriman dana dari seorang pengusaha. Total dana yang ditransfer ke rekeningnya Rp 3,97 miliar.
"Transaksi mencurigakan itu tidak pernah kami bahas."(M. Assegaf, pengacara Susno, 24 Juni 2010)

6. Inspektur Jenderal Bambang Suparno, Staf pengajar di Sekolah Staf Perwira Tinggi Polri
Kekayaan: belum ada laporan
Tuduhan:
Membeli polis asuransi dengan jumlah premi Rp 250 juta pada Mei 2006. Ada dana masuk senilai total Rp 11,4 miliar sepanjang Januari 2006 hingga Agustus 2007. Ia menarik dana Rp 3 miliar pada November 2006.
"Tidak ada masalah dengan transaksi itu. Itu terjadi saat saya masih di Aceh."Bambang Suparno, 24 Juni 2010

Seandainya ke-enam orang petingi Kepolisian ini tidak benar dengan tulisan majalah Tempo, mengapa keenam petinggi Polisi ini tidak berani menuntut Majalah Tempo tersebut dan ini merupakan sebuah fitnah dan tuduhan yang tidak berdasar ?

Selanjutnya masih dalam media Tempo.co.id, secara jelas ditampilkan hasil pemeriksaan kepada beberapa orang saksi dan telah tertulis sebagai berikut :

Penyidik dari KPK akan memeriksa perwira polisi yang diduga pernah mengirimkan uang kepada Budi. "Ada tiga saksi yang dipanggil untuk tersangka BG," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, 19 Januari 2015. (Baca juga: Buntut Kasus Budi Gunawan, KPK Periksa 2 Jenderal.)

Mereka adalah widyaiswara utama di Sekolah Pimpinan Polri, Inspektur Jenderal Syahtria Sitepu; Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, Brigadir Jenderal Herry Prastowo; dan Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Barat Komisaris Besar Ibnu Isticha. Namun hanya Syahtria Sitepu yang memenuhi panggilan. (Baca juga: Diperiksa KPK untuk Budi Gunawan, Syahtria Capek.)

Budi Gunawan mengatakan dalam berbagai kesempatan bahwa temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan itu sudah dipertanggungjawabkan. "Badan Reserse Kriminal Polri sudah menindaklanjutinya pada Juni 2010 dengan mengirim surat ke PPATK, sudah clear," ujar Budi. (Baca: Budi Gunawan Tersangka, Tiga 'Dosa' Ini Melilitnya.)

Ia juga menyatakan harta itu sudah dijelaskan di dalam laporan harta kekayaan secara transparan. "Maksud kami baik, jadi tidak ada yang ditutup-tutupi," katanya.

Berikut ini daftar sebagian setoran yang diduga mengalir ke rekening Budi Gunawan yang dituangkan pada Tempo.co.id :

1. Inspektur Jenderal Firman Gani (Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur)
21 Juni 2004: Rp 2,5 miliar
1 Juli 2004: Rp 2 miliar
11 Juli 2004: Rp 1 miliar

Firman Gani wafat dua tahun lalu. Widya Suraannisa, putri sulung Firman Gani, meminta ayahnya tak dikaitkan-kaitkan. "Semasa hidup, beliau tak pernah bercerita soal itu," katanya, pekan lalu. (Baca: Irjen purn Firman Gani Tutup Usia.)

2. Herry Prastowo (Direktur Reserse Kriminal Polda Kalimantan Timur)
4 Januari dan 22 Mei 2006: Rp 300 juta.

Herry belum merespons panggilan dan pesan singkat dari Tempo.

3. Inspektur Jenderal Syahtria Sitepu (Bekas Direktur Lalu Lintas Polda Sumatera Utara dan widyaiswara utama di Sekolah Pimpinan Polri)
Agustus 2004-Maret 2006: Rp 1,5 miliar (13 kali)

Belum lagi BG melakukan pemalsuan KTP sebagai dokumen negara dan hasil investigasi Majalah Tempo edisi 25 Januari 2015, dalam membuka rekening di BCA dan BNI Warung Buncit pada tanggal 5 September 2008 untuk menyimpan aliran dana suap mutasi jabatan dan perlindungan pelaku criminal, bahwa Komjen Polisi Budi Gunawan (BG) menggunakan KTP (Kartu Tanda Penduduk) palsu. KTP yang dipalsukan BG, nama yang digunakan adalah "Gunawan" tanpa pakai Budi dan tanpa mencantumkan pekerjaan BG. Pada KTP palsu tersebut dituliskan alamat Jalan Duren Tiga Selatan VII Nomor 17A Rt.10 Rw.02, Kelurahan Duren Tiga, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Hebatnya, yang menyetor juga dengan nama Gunawan inilah yang dipakai oleh BG untuk menyetorkan uang sebesar Rp. 5 Milyar pada kedua rekening baru tersebut atas nama Gunawan. Pada KTP palsu Budi Gunawan itu, foto yang dipakai adalah pas foto Budi Gunawan sendiri.

Bagaimana bisa terjadi kesewenangan penangkapan terhadap BW dan NB (Novel Baswedan) dengan cara mencari-cari kesalahan lama yang belum tentu bisa dibuktikan akan tetapi sinyalir kuat adanya kesalahan yang nyata pada sosok BG dan tersebar luas di publik, tidak diproses secara penegakan supremasi hukum dengan cara yang transparan dan dilaksanakan oleh lembaga yang independen dan bukan Polisi periksa Polisi sebagai kondisi Jeruk makan Jeruk.

Presiden Jokowi pada tanggal 1 Mei 2015 sangat jelas menyatakan, untuk melepaskan penyidik KPK Novel Baswedan dari tahanan dan perseteruan antara KPK dan Kepolisian jangan lagi dilanjutkan. Akan tetapi sampai tanggal 2 Mei 2015 sore, Novel Baswedan masih saja ditahan oleh Bareskrim yang katanya sekarang ada di Bengkulu (pemeriksaan melebihi 1x24 jam artinya sudah dalam status penahanan). Ini merupakan sikap pembangkangan kepada seorang Panglima Tertinggi yang pernah terjadi dalam sejarah Kepolisian RI. Tidakkah ini juga sebagai bentuk penghinaan Kepolisian RI kepada Presiden Jokowi ?

Pernyataan dari Kepolisian RI yang mengatakan bahwa permasalahan dan penentuan Wakapolri BG adalah urusan rumah tangga Kepolisian RI semata, adalah pernyataan yang sangat egoistis yang sangat mengabaikan rasa kebenaran publik, karena Kapolri dan Wakapolri adalah jabatan tertinggi yang juga harus dikonsultasikan kepada Presiden sebagai Panglima tertinggi. Jika beberapa haru ini, Presiden Jokowi tidak mempermasalahkan keberadaan BG sebagai Wakapolri, maka kita semua bisa memastikan bahwa telah ada kesepakatan tertutup yang rahasia jauh hari sebelumnya dengan enam mata antara Jokowi, Badrodin Haiti (BH) dan BG bahwa Jokowi-pun menyetujui apa yang telah diputuskan dalam kesepakatan oleh BH dan Wanjakti. Tentu semua ini akan menambah semakin buruk dan terpuruknya citra Presiden Jokowi dalam 200 hari menjadi Presiden, serta semakin suram memburuknya posisi kepercayaan masyarakat kepada Kepolisian RI didalam momentum harapan besar seluruh rakyat, adanya perubahan serta perbaikan penegakan hukum. (Abah Pitung)


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun