Apa yang menyebabkan Mario Steven Ambarita (MSA) dilahirkan 21 tahun yang lalu, termotivasi kuat untuk menjadi penumpang penyusup pada penerbangan Pesawat Garuda Indonesia (GA 177) tanggal 7 April 2015. Padahal yang dilakukan oleh MSA adalah tindakan yang sungguh sangat membahayakan jiwanya. Bayangkan saja perjalanan udara dengan pesawat jet dari Bandara Syarif Kasim II Pekanbaru menuju Bandara Soekarno Hatta International Airport Cengkareng bisa memakan waktu satu jam lebih pada ketinggian rata-rata ±30.000 kaki. Ini seharusnya menjadi bahan penelitian yang akurat para ahli terkait, agar hasil penelitian tersebut bisa digunakan untuk mencegah tertularnya perbuatan tersebut dan tidak akan terjadi lagi dikemudian hari.
Nyali MSA ketika dia melakukan perbuatan yang sangat membahayakan penerbangan itu, serta membahayakan jiwanya perlu mendapatkan kajian ilmiah mendalam, mengapa MSA seberani itu ? Apa yang menyebabkan tindakan MSA seberani itu ? Adakah faktor psikologis, faktor ekonomi, faktor sosiologis, faktor politis dan lain sebagainya. Kalau beberapa tahun yang lalu pernah terjadi 2 orang anak kecil dan kini MSA sudah berusia 21 tahun dan dia sudah bisa berpikir baik dan buruk atas setiap keputusan tindakannya. Membuat beberapa media mainstream Internasional menuliskan judul berita : "Indonesian man Mario Steven Ambarita rides in Garuda airliner's landing gear".
Untuk fisik MSA, walaupun kehidupan keluarganya sangat bersahaja, akan tetapi fisik MSA cukup kuat dan tangguh menghadapi kondisi udara sangat ekstrim bisa bertahan hidup didalam rongga roda pesawat jet. Artinya kedua orang tuanya memberi gizi yang cukup kepadanya sejak kecil. Organ tubuh dan cadangan energi yang bagaimana sehingga MSA bisa selamat menempuh proses perjalanan dengan kondisi sangat ektrim tersebut. Yang jelas, fisik dan tubuh orang Indonesia cukup kuat dan tangguh terbukti dengan kasus MSA ini.
Hukuman serta sanksi administratif yang dilakukan kepada semua jajaran pejabat pada manajemen Bandara Syarif Kasim II Pekanbaru adalah sangat tepat, pada sisi lainnya hukuman yang bersifat mendidik kepada MSA juga diperlukan agar menjadi ajang sosialisasi kepada publik bahwa perbuatan MSA adalah melanggar hukum dan sangat membahayakan penerbangan sipil. Sebaiknya didalam MSA menjalani hukumannya, disitu juga diadakan penelitian serta kajian ilmiah mendalam.
Faktor politis yang penulis kaitkan dengan kasus MSA ini adalah dikatakan MSA melakukan perbuatan melanggar hukum itu adalah karena MSA ingin bertemu Presiden Jokowi, disaat Jokowi sekarang ini sedang mendapatkan kecaman dan cibiran keras dari banyak warga Negara dari berbagai tindakan dan perlakuan Presiden Jokowi yang menyengsarakan rakyat. Adakah pihak lain yang menyuruh MSA untuk melakukan perbuatan tersebut atau memang kehendak pribadinya ? Sehingga berkesan ada orang yang gigih rela mengorbankan jiwanya menantang maut sekalipun hanya untuk bertemu dengan Presiden Jokowi.
Dari tayangan reka ulang perbuatan MSA, ketika dirinya melompat pagar Bandara, sangat terlihat MSA adalah sosok yang cerdas serta juga terlatih. Adakah pengamatan yang dalam dan akurat dari sosok MSA selama ini terhadap pengetahuannya tentang tidak adanya pengawasan yang baik terhadap semua rekaman CCTV Bandara serta tidak adanya pengawasan yang konsisten terhadap badan pesawat ketika akan take off-nya sebuah pesawat penumpang ?
Ada hikmah yang bisa dipetik dari kejadian penyusup gelap MSA ini adalah gambaran kecil dari bagaimana lemahnya pertahanan dan pengawasan wilayah Indonesia sejak dari Sabang hingga Merauke Papua. Lemahnya pengawasan dan pertahanan wilayah Indonesia samalah dengan lemahnya pengawasan dan pertahanan Bandara Syarif Kasim II Pekanbaru. Selama ini, wilayah perbatasan NKRI sangat rentan dengan berbagai penyeludupan dan penyusupan bahkan ada komoditi penyeludupan yang dikerjasamakan pengangkutannya dengan para oknum aparat pengawasan sendiri layaknya adanya pabrik Narkoba didalam penjara tapi dibiarkan saja berlangsung secara berkepanjangan. Miris dengan penegakan hukum kita, karena aparat penegakan hukum kita banyak yang berdagang hukum. (Abah Pitung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H