Seorang Kompasianer bernama Naraya menulis tentang tulisan Abah Pitung yang berjudul "Baru Capres Sudah Banyak yang Demo" adalah tulisan yang katanya sarat sesat pikir. Kita semua heran, sudah jelas bahwa tulisan itu merupakan sebuah opini dan tentu saja opini itu ada keselarasannya dengan banyak opini para pembaca juga. Saya sebagai insan penulis di Kompasiana ini, sah-sah saja apabila admin Kompasiana mengangkat tulisan tersebut menjadi HL dan itu adalah hak mutlak para admin. Mengapa sdr. Naraya merasa keberatan tentang tulisan itu menjadi HL ? Artinya, anda juga ingin menuding dan menuduh bahwa para admin juga "Sarat Sesat Pikir Juga" dengan mengangkat tulisan itu menjadi HL. Supaya anda tahu saja itu adalah haknya admin titik.
Diawal tanggapannya, dia mengingatkan keras agar saya tidak muncul dan berkomentar. Mengapa dia takut komentar saya muncul ? ada apa ? Abnormal pikirkah yang sedang mendominasi pikiran dia ? Padahal Naraya sudah melanggar ketentuan Konten Kompasiana 11 d.
Membaca tulisan orang ini (Naraya), seolah-olah dia adalah orang yang paling mengetahui tentang seluk beluk psikologi tulisan, bahkan membaca beberapa tulisan dia para pembaca bisa menangkap kesan hanya dia sebagai seorang yang paling mengetahui didunia ini tentang hal tulis menulis yang seolah-olah penuh dengan keilmiahan tiada tara. Dengan kata lain dia ingin mengangkat dirinya sebagai seorang nabi dalam tulis menulis walaupun referensi ilmiahnya hanya kutipan/comotan dari berbagai buku-buku asing yang pernah dia baca walaupun banyak yang gagal paham.
Kalau dia menudingkan dengan "Sarat Sesat Pikir" terhadap tulisan saya, maka saya menuding dia atas tanggapan tulisannya dengan kalimat "Sarat Abnormal Pikir". Jadi tulisan tanggapan dia berjudul "Tulisan Sarat Sesat Pikir dari Abah Pitung di HL Admins" isi tulisan tanggapannya dengan "Sarat Abnormal Pikir". Â Mengapa abnormal pikir, karena sudah jelas dalam ketentuan Kompasiana, admin memegang kendali dan keputusan penuh (hak prerogatif) untuk menetapkan status sebuah tulisan, lalu kendali dan keputusan penuh itu ingin dia gugat dengan menunjukkan keabnormalan tulisannya yang seolah-olah ilmiah yang sangat mendalam (padahal tuna wawasan).
Sekarang kita masuk dalam Abnormal pikirnya Naraya :
Mari kita cermati premis-premis yang digunakan oleh Abah Pitung dalam tulisan tersebut, sebagai berikut:
- Jokowi berbohong kepada publik berkait berita mengenai kepergian Puan ke Hongkong;
- Jokowi didukung oleh Amerika dan para kapitalis Cina;
- Jokowi sudah resmi sebagai Capres maka seluruh kegiatannya pasti berbau politik;
- Tujuan Jokowi memberikan kuliah umum adalah untuk digunakan sebagai materi kampanye
Jawaban saya :
Butir 1. Jokowi berbohong kepada publik berkaitan berita mengenai kepergian Puan ke Hongkong.
Anda baca lagi tulisan saya, karena keberangkatan ke Hongkong yang dikatakan Jokowi itu tidak bisa dibuktikan dan belum ada pembuktiannya pesawat-maskapainya apa, maka bisa dikatakan Jokowi berbohong dalam hal ini. Kebohongan Jokowi ada kaitannya dengan tulisan The Jakarta Post tentang pengusiran Jokowi pada 9 April 2014 malam (Waktu terpenting bagi sebuah partai).
Premis ini selaras kaitannya dengan pendapat banyak orang dan saya dan bisa saja para pendemo mahasiswa ITB itu dan saya, tidak mengkhususkan premis ini sebagai alasan penolakan mereka terhadap kedatangan Jokowi ke kampus ITB. Jadi tuduhan Naraya yang abnormal pikir ini, mengatakan Abah Pitung memasukkan kata-kata ke dalam mulut para mahasiswa ITB adalah tidak benar dan itu hanya ketidak cerdasan si Naraya saja. Apalagi saya dikatakan menunggangi demonstrasi dan ini senyatanya Naraya berkhayal penuh atas dasar tuna wawasannya (berpremis khayalan sebenarnya anda sendiri). Justru anda sendirilah yang melakukan poisoning the well fallacy itu.