Pada hari Ahad tanggal 1 Juni 2014, ada acara pengambilan undian nomor peserta Pemilu Pilpres di KPU Jakarta. Hasil undian adalah pasangan Prabowo-Hatta mendapatkan nomor 1, pasangan Jokowi- Jusuf Kalla mendapatkan nomor 2. Atas dasar UU No.16 Tahun 2014, Ketua KPU Husni Kamil Manik telah menyampaikan secara tegas pada awal pembukaan acara, bahwa tiga hari setelah pasangan Capres dan Cawapres ditetapkan oleh KPU, barulah boleh dilakukan kampanye. Dasar UU-nya adalah : Pasal 6 UU No.16 Tahun 2014 :
"(1) Pelaksana Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib didaftarkan oleh Pasangan Calon atau Tim Kampanye kepada KPU, KPU Provinsi/KIP Aceh dan
KPU/KIP Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota.
(2) Pendaftaran pelaksana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sejak 3 (tiga) hari setelah Pasangan Calon ditetapkan oleh KPU.
(3) Pelaksana Kampanye bertanggung jawab atas keamanan, ketertiban dan kelancaran Kampanye."
Dalam acara yang cukup khidmat diruang KPU ketika itu, diberilah peluang kepada kedua pasangan calon untuk menyampaikan masing-masing pidato singkat selama 3 menit. Karena Prabowo-Hatta mendapatkan nomor pemilihan 1, maka oleh protokol disampaikanlah peluang pidato pertama kepada pasangan Prabowo-Hatta. Prabowo dengan mengucapkan Basmalah serta Salam lalu penyampaian rasa hormat yang disebut satu persatu nama termasuk Megawati SP dan Jokowi-JK serta rasa terima kasih kepada KPU-pun tidak lupa disampaikan dengan kerendahan hati. Kemudian Prabowo melanjutkan dengan wawasannya terhadap Pemilu ini serta harapannya serta sedikit gagasan untuk kemajuan Indonesia. Pada saat itu, semua gestur khalayak yang hadir kelihatan sangat bersimpati dengan pidatonya Prabowo. Diterimanya Prabowo-Hatta oleh KPU secara aklamasi sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, membuktikan bahwa semua tuduhan fitnah yang ditujukan kepada Prabowo atau Hatta menjadi kampanye hitam yaitu kampanye negatif yang tidak berdasar hukum kuat dan bisa dituntut secara hukum.
Teriak Jokowi :"Pilihlah Nomor Dua" Jokowi, dengan memakai kata “Pilihlah”, sudah masuk dalam kampanye dan juga melecehkan, melanggar serta mengabaikan UU No.16 Tahun 2014 Pasal 6 ayat 2. Seorang calon presiden harus paham dan menjaga perkataannya untuk tidak melanggar Hukum walau sedikitpun.
Tiba saatnya diberi peluang kepada nomor pemilihan 2 Jokowi-JK, dengan mengucap Salam dan kalimat Salawat yang seolah-olah fasih dipaksakan (karena selama ini Jokowi tidak lazim mengucapkan Salawat-nampak sekali pencitraannya), serta sangat sedikit penyampaian rasa hormat, itupun hanya kepada Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang hadir, tanpa menyebut nama yang dihormati yang hadir saat itu bahkan seorang nama Megawati SP-pun diabaikan oleh Jokowi. Lalu langsung saja Jokowi memberi argumentasi, filosofi dan pembenaran tentang angka 2 (mata ada dua, telinga ada dua, tangan ada dua), lalu angka dua itu berarti keseimbangan, keharmonisan. Tanpa ada penyampaian wawasan dan harapan dalam Pemilu secara mendidik bahkan gagasan-pun tidak disampaikan Jokowi dalam peluang kesempatan itu. Lalu yang sangat mengejutkan khalayak penyaksi baik dalam ruangan, radio dan TV di seluruh Indonesia, Jokowi mengucapkan kalimat kampanye dengan mengucapkan sebagai penutup "Pilihlah Nomor 2". Jokowi, dengan memakai kata "Pilihlah" itu, sudah masuk dalam kampanye dan Jokowi serta merta telah melecehkan semua anggota KPU yang berada diruangan itu dan juga melecehkan, melanggar serta mengabaikan UU No.16 Tahun 2014 Pasal 6 ayat 2.
Yang dimaksud pada Pasal 6 ayat 2 UU No.16/2014 adalah sebelum 3 (tiga) hari setelah penetapan KPU terhadap pasangan calon, dilarang memakai kata-kata dan istilah kampanye baik dalam tulisan dan ucapan yaitu diantaranya kata "Pilihlah". Apakah Jokowi sebagai capres belum memahami ketentuan ini semua ? Jika Jokowi sudah berani melakukan pencurian start kampanye malah didepan para petinggi KPU dan petinggi lainnya disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia, bagaimana nantinya jika Jokowi menjadi seorang Presiden akan banyaklah UU yang dilanggar. Dimasa periode sebagai calon presiden saja sudah berani melanggar UU. Kenyataan fatal yang telah terjadi ini dilakukan oleh seorang calon presiden, adalah sangat layak BAWASLU tidak hanya menyatakan menyesalkan saja, akan tetapi sudah sepantasnya Bawaslu segera melakukan pengusutan yang mendalam, karena sudah masuk kedalam sebuah pelanggaran tata-tertib kampanye yang nyata, dasarnya adalah UU No.16 Tahun 2014 Pasal 6 ayat 2. (Pendaftaran pelaksana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sejak 3 (tiga) hari setelah Pasangan Calon ditetapkan oleh KPU). Minimal BAWASLU mengeluarkan surat resmi peringatan keras kepada calon presiden Jokowi, untuk menjaga kewibawaan lembaga BAWASLU kini dan kedepan.
Kita semua tahu, bahwa PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) partai pendukung Jokowi-JK adalah merupakan partai fusi (pengabungan) dari beberapa partai sekuler PNI, IPKI, MURBA ditambah Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katholik. PDIP sudah lama dijadikan wadah perpolitikan bagi kalangan organisasi Kristen Protestan, Kristen Katholik, Kristen Advent, Kristen Saksi Yehova, Budha, Hindu, Kejawen dan Sosialis, Nasionalis. Munculnya keluarga Soekarno memegang puncak manajemen organisasi PDIP selama ini, dan senantiasa terpilih pada posisi tertinggi di partai adalah untuk memanfaatkan simpati emosi massa PDIP dan emosi masa publik lainnya yang masih simpati dan cinta dengan sosok figur Pemimpin Besar Soekarno. Makanya dalam berbagai bentuk spanduk partai, gambar wajah Soekarno senantiasa ditampilkan dominan. Selogan yang hebat yang selalu digembar-gemborkan oleh PDIP adalah "Partai-nya wong cilik", sekarang tidak berani lagi dipakai dan disebutkan, karena PDIP selama diberi wewenang berkuasa, ternyata berubah menjadi "Partai-nya wong LICIK" (secara data penelitian, merupakan partai terbanyak kader yang korupsi dan manipulasi). Disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia ternyata selogan dan teriakan "Wong Cilik" hanya basa-basi politik dan tidak sesungguhnya. Akhirnya seluruh rakyat mempelesetkan kata CILIK menjadi LICIK.
Lucu selanjutnya adalah posisi Megawati SP yang tetap duduk walaupun Prabowo sudah dalam posisi hormat sebagai seorang mantan Jenderal, lalu Prabowo tetap menyalami dengan hangat dan sikap hormat serta ikhlas, lalu menyalami satu per satu semua yang berada duduk di posisi depan. Mengapa Mengawati SP tetap dalam posisi duduk ? Mungkin dia mau menunjukkan kebesaran dia sebagai anaknya Soekarno sekaligus menujukkan konsistensinya untuk bertahan dalam kesombongan seperti kepada SBY. Kalau Soekarno masih hidup pastilah Soekarno akan menangis menyaksikan anak biologisnya bersikap seperti itu serta menangisi cara kepemimpinan Indonesia selama ini.