Mohon tunggu...
Abah Pitung
Abah Pitung Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengamat Politik & Sosial Ekonomi yang sangat Sadar pada tingkat bawah sadar. Sangat setuju agar Koruptor besar dihukum mati dan perilaku mereka sebenarnya sudah mengabaikan serta meniadakan Allah SWT., dalam kehidupannya ketika berbuat korupsi. KORUPTOR adalah PENJAHAT NEGARA dan BANGSA INDONESIA sampai dunia kiamat. Vonis hukuman bagi Koruptor, bukanlah nilai yang bisa impas atas kejahatan Korupsi. Email ke : abahpitungkite@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

QC Jadi Andalan

12 Juli 2014   00:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:37 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini kita terlalu percaya kepada Quick Count (QC), bahkan seorang Presiden berani mendasarkan QC untuk mengucapkan selamat kepada pihak yang mendapatkan persentase tertinggi dalam Pemilu yang hanya baru dalam posisi data masuk 75% s/d 80% untuk cara perhitungan QC. Ini sangat konyol dan sangat bodoh serta tidak berdasarkan ketentuan, bagaimana mungkin sample data yang diambil berdasarkan pertanyaan kepada pemilih hanya pada 2000 TPS sampai 4000 TPS atau data QC hanya mengambil sampel 0,0035 %, sedangkan data Real Count 100%, bisa dijadikan patokan kemenangan Pemilu, dalam posisi Lembaga Suvey (LS) memihak dan tidak jujur. Kita semua menerima adanya teknologi dan pengetahuan ilmiah berdasarkan statistik untuk menentukan kemenangan dan keberhasilan asal dijalankan dengan benar dan jujur sesuai methodology ilmiah, tentu akan mendapatkan hasil yang benar dan baik pula. QC dari LS senyatanya tidak bisa dijadikan andalan kemenangan, selama ini kita mendewakan QC yang menipu bahkan terkadang KPU secara Real Count menyesuaikan kepada angka QC. Kejadian 9 Juli 2014, kita di Indonesia kembali kepada Real Count KPU sehingga KPU bisa berwibawa.

Dalam hal Pemilu Capres dan Cawapres 9 Juli 2014 yang lalu, kita saksikan secara nyata keberpihakan para LS tertentu kepada peserta No.2 diantaranya : LSI, SMRC, Indikator Politik, CSIS, Litbang Kompas, PolMark, RRI adalah LS yang sangat berpihak kepada pemenangan Jokowi-Jk No.2. Atas dasar keberpihakan itulah, mau tidak mau Prabowo-Hatta No.1 membuat LS tersendiri, agar data sampling dari berbagai TPS tidak direkayasa dan dimanipulasi. Dampaknya, terjadilah perbedaan hasil dari LS yang masing-masing LS yang berpihak memenangkan masing-masing jagoannya. Akibatnya pihak Jokowi-Jk No.2 menyatakan merekalah sebagai pemenangnya, sebaliknya Prabowo-Hatta juga menyatakan merekalah sebagai pemenangnya juga karena memiliki data pembanding Form C1 dari berbagai wilayah Propinsi. Akhirnya kita semua kembali kepada UU yang berlaku yaitu menunggu Real Count (RC) dari KPU pada tanggal 22 Juli 2014. Untuk Indonesia Lembaga Survey sudah menjadi KARTEL LS dan sangat berbahaya jika kita percaya kepada para LS yang sudah rusak citranya.

Quick Count (QC) oleh pihak Jokowi-Jk sudah dijadikan andalan kemenangan, setelah malam 9 Juli 2014 sampai tanggal 10 Juli 2014 membuat acara yang mendaulat Jokowi seolah-olah sudah menjadi Presiden RI pemenang Pilpres 2014 hanya berdasarkan QC. Padahal merupakan kemenangan secara statistik berdasarkan hitungan QC yang hanya mengandalkan paling tinggi 4000 TPS atau hanya 4000 responden secara random sampling yang memiliki margin of error untuk mencapai confidence level. Mereka timses Jokowi-Jk tidak mematuhi pernyataan KPU bahwa jangan ada lagi dari masing-masing pihak calon No.1 dan No.2 membuat acara-acara pemenangan. Menurut penulis, methode QC ini sangat lemah apabila dilaksanakan dengan tidak jujur dan ketidak jujuran inilah yang kita lihat ada pada LS dipihak Jokowi-Jk karena menyerobot nilai suara milik Prabowo-Hatta dinyatakan milik Jokowi-Jk dan itu terjadi pada tingkat surveyor dibawah. Malah ada pimpinan LS menyatakan kita tidak pernah meleset dan salah, umumnya kita selalu benar dan kami sangat dipercaya, memangnya QC dari LS sudah menjadi Tuhan bagi para pimpinan LS. Upaya untuk mengaudit dan membuka secara transparan semua LS seharusnya diabaikan saja, mengingat semua LS saat ini tidak ada yang bisa dipercaya.

Untuk mensolusi semua kericuhan ini, kita percaya saja kepada RC-nya KPU pada tanggal 22 Juli 2014 untuk menentukan pemenang yang sebenarnya, karena lembaga inilah yang paling kita percaya dan didasari dengan UU yang syah serta resmi. (Abah Pitung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun