Mohon tunggu...
Abah Kabayan
Abah Kabayan Mohon Tunggu... -

Wong cilik yang bukan penggemar hoak

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Andi Arief, Sabu, Kondom, Kamar 1214, dan Tamparan Keras untuk Kubu Prabowo

5 Maret 2019   17:37 Diperbarui: 12 Maret 2019   11:43 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Minggu malam (3/3), bagi Andi Arief, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, mungkin malam yang sial. Acara santainya, di kamar 1214 Hotel Peninsula sebuah hotel berbintang di kawasan Slipi, Jakarta Barat, berantakan.

 Saat malam sudah pekat, sejumlah polisi merangsek masuk dalam kamar. Andi Arief pun kaget bukan kepalang. Tapi apa daya, semua sudah terlambat. Mantan aktivis itu tak lagi bisa berkutik. Bong penghisap sabu, tak bisa lagi disembunyikan. Semua sudah terlambat. Tak ada waktu lagi untuk berkelit.

Maka kemudian republik pun geger. Berita ramai dibewarakan oleh hampir seluruh media online di negeri ini. Andi Arief, petinggi Partai Demokrat, partai yang pernah berkuasa di negeri ini tertangkap karena menghisap sabu. Partai Demokrat gempar.

Tertangkapnya Andi Arief, seakan petir yang menyambar di siang bolong, begitu kata Ferdinand Hutahaean, salah seorang elit Demokrat yang biasanya garang bersuara kalau mengkritik Jokowi. 

Kini, Ferdinand harus menekuk wajah. Menahan malu. Dicokoknya Andi Arief karena pakai sabu, menjadi tamparan keras bagi partai yang sekarang di nakhodai mantan Presiden RI dua periode, Susilo Bambang Yudhoyono.

Menjadi tamparan, karena partai Demokrat selalu mengkampanyekan tagline yang gagah, katakan tidak pada narkoba. Tapi, kadernya sendiri justru yang menusuk ke jantung partai. Ironis.

Andi Arief sendiri, selama ini dikenal sebagai politikus yang galak berkicau di dunia maya. Lewat akun Twitter-nya, mantan aktivis yang mengaku pernah diculik aparat di era Orde Baru itu, kerap melancarkan jurus mabuknya menggebuk pemerintahan Jokowi. Bahkan Jokowi sendiri, tak lepas disengatnya lewat cuitannya di akun Twitter-nya. Terakhir, Andi Arief mencuit soal pidato Jokowi di  Sentul, Jawa Barat. Andi menyebut pidato kebangsaan Jokowi nilainya C.

Kini, Andi Arief tak berkutik. Ia tak bisa lagi, gagah dan lantang menyerang kiri kanan. Tak  bisa lagi tertawa, sambil melempar serangan dan kritikan. Wajahnya kuyu dan pasti menahan malu. Apalagi ketika fotonya yang sedang duduk pasrah dengan pandangan kosong di dalam sel beredar. Tak ada lagi sorot mata yang garang. Semuanya hilang. Terlebih setelah polisi mengumumkan bahwa dia positif mengkonsumsi narkoba. Hasil tes urin jadi bukti yang tak bisa dibantah lagi.

Kisah Andi Arief tambah ramai, dengan bumbu lain dibalik penangkapannya di kamar 1214 Hotel Peninsula, Slipi, Jakarta Barat. Bumbu yang cukup menyentak publik. Ditemukan kondom atau alat kontrasepsi saat penggerebekan. 

Bumbu itu makin menyentak lagi dengan beredarnya foto seorang wanita bersama Andi Arief yang disebut ada saat penangkapan. Meski polisi coba menetralisir itu, bahwa Andi Arief ditangkap seorang diri, tapi informasi kondom dan foto wanita cantik sudah kadung menyesaki ruang publik.

Sumber: jambi.tribunnews.com
Sumber: jambi.tribunnews.com
Sabu, kondom dan wanita, menjadi palu godam bagi Andi Arief. Walau itu belum dipastikan kebenarannya, tapi apa mau dikata, informasi dan foto itu kadung tersebar. Kadung dicatat publik. Namun yang menggelikan, suara-suara yang kemudian disuarakan oleh beberapa pentolan tim sukses Prabowo-Sandiaga Uno, capres dan cawapres yang didukung Andi Arief dan partainya. 

Alih-alih mengapresiasi kerja polisi yang telah menangkap Andi Arief, mereka justru menyalahkan pemerintah. Sudah ditebak, mereka coba mengail di air keruh. Menjadikan pemerintah atau Jokowi sebagai sasaran tembak. Menggiring opini publik, dengan opini ini bentuk kegagalan pemerintah dalam memerangi peredaran narkotika. Serangan yang cukup bikin geli.

Adalah Fadli Zon dan Arief Poyuono, duo Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang langsung menembak pemerintah, bahwa kasus Andi Arief, adalah bentuk kegagalan pemerintah dalam memberantas narkoba. 

Serangan yang menggelikan. Tapi memang wajar jika duo Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu mengalihkan isu Andi Arief ke kegagalan pemerintah dalam memberantas narkoba. Sebab secara politik, penangkapan Andi Arief memukul mereka. Bahkan menampar Prabowo. Apalagi, kemudian dibumbui dengan cerita soal kondom dan wanita. 

Kisah Andi Arief di kamar 1214 Hotel Peninsula bukan kabar baik. Tapi kabar yang sangat buruk bagi kubu Prabowo. Simpati publik pasti akan terkikis. Khalayak ramai, akan menganggap, bahwa orang-orang atau politisi di lingkaran Prabowo adalah orang-orang yang tak beres. Orang-orang yang bermasalah. Belum juga kasus tiga emak-emak pendukung mereka yang menyebarkan hoax di Karawang reda, kini mereka kena tinju kasus Andi Arief, salah satu pendukungnya yang pakai sabu-sabu.

Maka jurus mabuk pun dilancarkan dengan menyeret Jokowi, pemerintahannya dan aparat Pemberantasan narkoba di negeri. Merekalah biang kerok, begitu kira-kira yang ingin disampaikan lewat pesan jurus mabuknya duo pendukung Prabowo garis keras itu. Fadli Zon dan Arief Poyuono lupa, justru di era Jokowi, perang melawan peredaran narkoba begitu keras didengungkan.

 Hukuman mati terhadap beberapa gembong narkoba adalah bukti, Jokowi tak memberi ampun kepada mereka yang merusak anak bangsa. Dan, sikap keras ini tak pernah terjadi di era pemerintahan sebelumnya.

Di era Jokowi, para bandar ketar-ketir. Sekali tertangkap, tak ada ampun, hukuman mati menanti. Soal, makin maraknya peredaran narkoba, tentu harus disikapi dengan jernih dan utuh. Sebab, perang narkoba bukan perang pemerintah dan aparat saja. Tapi ini perang semesta. Perang seluruh rakyat Indonesia. Perang bagi Presiden sampai rakyat jelata. 

Tentunya, perang bagi para politikus juga, seperti Andi Arief, Fadli Zon dan Arief Poyuono. Narkoba itu musuh bersama. Dan tidakkah Fadli Zon dan Arief Poyuono menyadari, celotehan mereka bahwa pemberantasan peredaran narkoba gagal telah melukai ribuan aparat yang siang malam mempertaruhkan nyawa menyikat para bandar. 

Mereka, para aparat penabuh gendang perang kepada para bandar, harusnya didukung. Disokong. Bukan dinyinyiri. Janganlah hanya karena kepentingan sempit pilpres, lantas akal sehat dimatikan.

Semua harus rawe rawe rantas ikut menabuh genderang perang kepada para pengedar barang laknat tersebut. Dan, harusnya Fadli Zon dan Arief Poyuono sadar, Andi Arief sadar adalah tokoh publik yang mestinya jadi contoh. 

Jadi teladan dalam perang besar melarang narkoba. Bukan alih-alih, malah jadi budak narkoba itu sendiri. Wajar, jika kemudian banyak yang mengatakan, bahwa negeri ini kering kerontang oleh teladan. Karena elit-elitnya tak bisa jadi tauladan. Jadi panutan. Elit sendiri justru yang membuat orang banyak muak. Berkoar bak orang suci, tapi ternyata bobrok juga.

Andi Arief memang korban. Tapi hendaknya semua pihak meletakan semua masalah ini dengan jernih. Bukan kemudian lalu mencari kambing hitam. Apalagi dengan jurus mabuk yang menggelikan seperti yang ditunjukkan Fadli Zon dan Arief Poyuono. Ingat, Andi Arief adalah tokoh publik. Ia juga orang yang berpendidikan. 

Orang yang bisa dikatakan mapan. Memang narkoba menyerang tak kenal status. Dari pejabat, orang kaya sampai jelata bisa jadi korban. Tapi alangkah baiknya, orang yang punya pengaruh bisa memberi contoh. Itu yang dibutuhkan sekarang. Bukan lantas mempertontonkan perbuatan yang bikin rakyat muak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun