Franz Rosental, mengatakan " bahwa salah satu Kuantita motivasi yang mendorong perkembangan pesat historiografi Islam terdapat dalam konsep Islam sebagai agama yang mengandung sejarah ". Historiografi Islam pada dasa warsa terakhir telah menunjukkan perkembangan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Historiografi Islam sebagai unsur dari historiografi Indonesia juga telah menunjukkan perkembangannya, dengan munculnya sejarawan dengan berbagai karya-karyanya tentang umat Islam Indonesia.
Pada awal perkembangannya, kebanyakan historiografi Islam Indonesia berisi mitos dari pada sejarah dalam pengertian Barat. Menurut De Graaf, historiografi Islam Indonesia tentang sejarah awal Islam tidak terlalu bisa dijadikan pegangan, walaupun begitu tidak dapat diabaikan sama sekali. Hal ini disebabkan karena historiografi tersebut adalah hasil pribumi dan merupakan produk tradisi kebudayaan yang sama dan bukan pada historisnya.
Penulisan Sejarah Islam Indonesia pada awal tidak seperti yang kita lihat sekarang ini. Akan tetapi lebih pada peristiwa-peristiwa yang mempunyai kekuatan-kekuatan gaib (sakti) dan tidak berlandaskan pada aturan ilmu sejarah. Babad, hikayat, silsilah, tambo lebih bertumpuh pada mitos dari pada mengedepankan fakta.
Sehingga pada karya-karya yang dihasilkan muatan sejarah sangat bervariasi. Secara khusus penulisan sejarah Islam di Indonesia belum mendapatkan tempat sendiri, maksudnya kajian tentang sejarah lebih banyak pada historiografi Islam Indonesia secara umum, sedangkan historiografi Islam secara khusus belum mendapatkan pemusatan kajian-kajian. Seperti Hamka dan Uka Djandrasasmita.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Hamka, yang mengkaji Islam Indonesia dengan karya yang berjudul "Sejarah Umat Islam Indonesia". Sumber yang digunakan adalah buku-buku sejarah yang dikarang oleh penulis muslim, seperti Sejarah Melayu oleh Tun Sri Lanang, ahikayat Raja-raja Pasai oleh Syaikh Nuruddin Raniri, Sejarah Cirebon, buku tulisan Inggris dan Belanda tentang Indonesia dan Tanah Melayu, dan tulisan tangan yang tidak tercetak yang disimpan oleh para Sultan atau keluarganya. Begitu juga pada karya Uka Djandrasasmita, Sejarah Nasional III, yang membahas zaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Djandrasasmita mendekati sejarah Islam di Indonesia sebagai bagian dari sejarah nasional Indonesia yang menekankan pada sejarah sebagai suatu proses yang terjadi karena pergeseran elemen-elemen masyarakat. Dengan demikian penulisan sejarah Islam Indonesia sudah dimulai sejak awal Islam masuk walaupun dalam bentuk-bentuk yang sederhana.
Adapun contoh corak awal historiografi Islam Indonesia adalah sebagai berikut:
1.Hikayat
Hikayat ini merupakan bentuk cerita yang selalu
disampaikan dalam bentuk puisi yang sering disebut sajak. Seperti halnya pada hikayat yang berisi tentang raja dan kerajaan, maka setelah agama Islam masuk penulisan sejarah menjadi berubah pada penulisan sekitar penyebaran agama, tokoh agama, sebutan raja berubah menjadi Sultan. Dalam perkembangannya penulisan sejarah sekitar tokoh agama menjadi tokoh Sejarah didalam banyak hikayat, misalnya Hikayat Amir Hamzah, dan Hikayat Muhammad Ali Hanafiah.
Walaupun tidak jarang dalam hikayat tersebut kita temukan pemaparan tentang tokoh atau pahlawan Islam yang bersifat mitos, misalnya tentang Iskandar Zulkarnain yang hidup sebelum Islam, oleh penulis sejarah dimasukkan sebagai tokoh pahlawan Islam. Hikayat Nabi yang merupakan penulisan asli Indonesia adalah kitab al-Anbiya. Selain itu, terdapat Hikayat Sulalatus Salathin, Sejarah Negeri Kedah, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Hang Tuah (pahlawan kerajaan), hikayat Cirebon.
Menurut Sartono Kartodirdjo, penulisan hikayat mengandung unsur raja sentrisme. Hikayat lebih bercerita tentang Raja dan kekuasaannya, sejarah diluar kerajaan tidak disinggung secara universal tetapi penulisannya bersifat parsial. Seperti yng diungkapkan oleh Azyumardi Azra, penulisan hikayat semacam ini lebih concern terhadap para raja dan keluarga istana atau petinggi negara; ia sangat tidak berminat membahas berbagi hal pada tingkat rakyat jelata. Akibatnya, sebagian besar penulisan hikayat ini hanya membicarakan perincian konversi para penguasa, keluarga kerajaan, dan pembesar negara lainnya.
2.Khabar
Mengenai istilah khabar ini Franz Rosental menyebutkan sebagai salah satu bentuk dasar historis Islam. Bentuk historiografi Islam yang paling tua yang langsung berhubungan dengan cerita-cerita perang dengan uraian yang baik dan sempurna yang biasanya mengenai sesuatu kejadian yang kalau ditulis hanya menjadi beberapa halaman saja. Dalam bahasa Aceh, khabar diistilahkan dengan haba yang berarti khabar. Haba merupakan suatu karya narasi yang berbentuk puisi.
3.Tambo
Istilah tambo berasal dari bahasa Minangkabau, yakni cerita historis tentang silsilah nenek moyang mereka. Tambo biasanya kebanyakan berisi penuturan sastra lisan dalam bentuk pepatah dan syair-syair yang Panjang. Tambo menceritakan adat, sistem pemerintahan, dan aturan kehidupan sehari-hari bagi orang Minangkabau. Tambo sering disampaikan oleh para penutur cerita (tukang Kaba) di tempat-tempat perhelatan yang sering diadakan oleh masyarakat.
Salah satu fungsi karya tambo adalah memperkokoh identitas kelompok dan memperkuat solidaritas serta dimaksudkan sebagai pelajaran yang dapat dipetik oleh masyarakat. Karya sejarah tradisional Ini (tambo) memuat banyak mitos, legenda, dan cerita tokoh. Tambo tentang asal usul Negeri menceritakan anak Zulkarnain berlayar dan berhenti di gunung merapi, ketika masih sebesar telur ayam, selanjutnya berubah menjadi daratan luas.
4.Kisah
Kisah biasa berisi tentang cerita pengembaraan seseorang dan rentetan kejadian yang dialaminya. Makna cerita ini mengalami perkembangan makna, karena kisah pengembaraan memiliki keterkaitan dengan suatu kelompok. Dengan demikian, kisah tidak hanya sebuah cerita tetapi juga sebagai pelestarian identitas kelompok dan contoh atau pelajaran untuk generasi berikutnya.
5.Silsilah
Silsilah merupakan bentuk historiografi yang sejak awalnya mengandung informasi sejarah. Silsilah berasal dari bahasa arab yaitu Al-Ansab jamak dari nasab yang berarti silsilah (geneology), yang bertujuan untuk menjaga kemurnian keturunan suatu kabilah. Penulisan silsilah di Indonesia juga bertujuan untuk mempertahankan identitas kelompok dan solidaritas dari keturunannya, namun sering terlihat sebagai pemujaan terhadap tokoh (baca: mitos). Silsilah tokoh dalam historiografi Islam tradisional sering dihubungkan dengan tokoh-tokoh terkenal sebelumnya seperti Nabi, wali, Ulama, dan Pahlawan Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H