Umri, nama kecil dari KH Zaenal Mustofa merupakan anak yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa. Berkat pemikirannya dalam belajar, mengajar, bahkan membela rakyat yang tertindas pada masa kekejaman Jepang menandakan bentuk sikap kharismatik yang beliau genggam selama hidupnya.Â
Tetapi sosok kyai sederhana ini yang kelak menjadi pemimpin rakyat bahkan di cap menjadi pahlawan nasional, tidak semestinya orang tahu akan siapakah guru atau pendidik sampai-sampai beliau menjadi manusia yang berguna. Guru pertama beliau dalam menimba ilmu agama ialah ajengan Ahmad Dalimi atau mama gunung pari.
Kebiasaan kultur pesantren ketika ada orang yang bertamu ataupun ada santri baru yang masuk pondok pastinya terjadi kehebohan. Begitupun ketika Umri datang mau mondok di daerah gunung pari. Ketika itu, ajengan Ahmad Dalimi memerintah beberapa santri untuk menyiapkan tikar selayaknya bakal ada tamu istimewa. Para santripun bergegas menyiapkan tikar untuk menyambut tamu tersebut.
Hal heranpun terjadi ketika para santri menunggu dan bertanya-tanya, siapakah tamu istimewa tersebut?. Tak lama kemudian, datanglah sosok remaja yang bersilang sarung di badannya. Ajengan Ahmad Dalimi pun memberi tahu kepada santrinya bahwa remaja itu kelak akan menjadi orang hebat.
Sejak saat itu, Umri mulai mengaji untuk mengejar hanca. Dan yang mengajarkannya yaitu kakak sepupunya yang sudah agak lama mondok di gunung pari. Ternyata Umri bisa dengan cepat mengejar ketertinggalannya dan menghafal semua pelajaran.Â
Ajengan Ahmad Dalimi lahir di bantarhuni Indihiang pada tahun 1872 M, bertepatan pada masa pemerintahan Bupati Raden Rangga tanoewangsa yang bergelar Raden wiratanoebaja. Beliau juga masih memiliki hubungan kekerabatan dengan dalem sawidak, bupati Sukapura yang legendaris.
Ahmad Dalimi pertama kali belajar kepada ayahnya, KH. Ilyas. Kemudian beliau berkelana ke Bangkalan Madura untuk menempuh pendidikan di pesantren syaikhona Kholil Bangkalan. Ternyata beliau merupakan teman seangkatan dan seperjuangan dari pendiri Jam’iyyah NU (Nahdlatul ulama) yaitu hadratus syekh KH Hasyim Asy’ari.
Pada tahun 1990-an, Ahmad Dalimi pulang dari Madura dan langsung menikah dengan Siti suljimah. Mereka dikaruniai dua anak putri. Setelah berkeluarga, beliau mendirikan sebuah pesantren di daerah kampung geger pacar Sukarame. Dengan segala pertimbangan, pada tahun 1905, pesantren beliau pindah ke gunung pari, Sukamenak. Pada saat itu, pemerintahan Sukapura sedang dipimpin oleh Raden tumenggung prawira Adiningrat atau Dalem Aria.
Pada tahun 1920, ajengan Ahmad Dalimi menunaikan ibadah haji bersama istri keduanya yang bernama Siti Halimah. Sepulang dari Mekkah, nama beliau berganti menjadi KH Zumrotul Muttaqien. Dari istri keduanya itu, ia mendapatkan enam orang putra dan putri. Sementara dari istri ketiganya Siti undiyah, yang ia nikahi setelah pulang dari Mekkah, ia mendapatkan seorang putra yang diberi nama Mukhtar Muttaqien, yang lahir pada 1 Januari 1932.
Beliau ini mengajarkan kepada Umri (Zaenal Mustofa) ilmu-ilmu yang dasar di kehidupan pesantren seperti fiqih, nahwu, tauhid, dan lain-lain. Satu ungkapan dari KH. Ahmad dalimi kepada Umri ketika ia menyuruh Umri untuk melanjutkan ngajinya ke Cilenga.