Tanggal 10 November dikenal sebagai Hari Pahlawan, peringatan yang selalu diisi dengan upacara dan penghormatan kepada para pejuang yang telah gugur. Namun, sering kali peringatan ini berlalu begitu saja, tanpa makna yang sepenuhnya dipahami oleh generasi sekarang. Dalam peringatan Hari Pahlawan ini, mari kita mengkaji ulang sejarah 10 November untuk menemukan kembali makna yang terkandung dalam peristiwa heroik ini.
Awal Mula Konflik: Sebuah Ultimatum yang Ditolak
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, berbagai upaya datang dari pihak asing untuk merebut kembali wilayah Indonesia. Salah satu peristiwa yang paling menggetarkan terjadi di Surabaya, di mana rakyat dan pemuda dari berbagai kalangan bangkit melawan pasukan Inggris yang datang dengan ultimatum keras.
Kedatangan Inggris di Surabaya pada akhir Oktober 1945 sebenarnya adalah bagian dari tugas Sekutu untuk melucuti tentara Jepang pasca-kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Namun, konflik mulai memanas ketika pasukan Inggris, di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, meminta rakyat Surabaya menyerahkan senjata. Ketegangan memuncak pada 30 Oktober ketika terjadi bentrokan yang menyebabkan Mallaby tewas dalam baku tembak. Peristiwa ini memicu Inggris mengeluarkan ultimatum bagi rakyat Surabaya untuk menyerah.
Namun, semangat rakyat Surabaya begitu membara. Mereka menolak tunduk pada ultimatum tersebut dan memilih untuk melawan. Pada 10 November 1945, Surabaya berubah menjadi medan pertempuran besar, di mana rakyat biasa, pemuda, dan tentara republik berjuang bersama-sama, meskipun menghadapi senjata dan pasukan yang jauh lebih kuat.
Pertempuran Surabaya: Momentum Bangkitnya Nasionalisme
Pertempuran yang berlangsung di Surabaya selama tiga minggu ini merupakan pertempuran paling besar dan paling berdarah dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Pasukan Inggris yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Mansergh membawa persenjataan lengkap, termasuk tank, artileri, dan pesawat tempur. Namun, rakyat Surabaya dengan keberanian luar biasa melawan dengan senjata sederhana.
Banyak yang gugur, banyak yang terluka, tetapi rakyat Surabaya tidak mundur. Bung Tomo, salah satu tokoh sentral yang mengobarkan semangat rakyat melalui siaran radionya, menjadi simbol keberanian yang menggugah semangat nasionalisme tidak hanya di Surabaya, tetapi juga di seluruh Nusantara. Bung Tomo berteriak dengan lantang bahwa kemerdekaan adalah harga mati, dan pesan ini tersebar luas, membangkitkan semangat kebangsaan di seluruh Indonesia.
Menggali Kembali Makna di Balik 10 November
Sejarah 10 November bukan sekadar catatan pertempuran. Di balik peristiwa ini, terdapat banyak pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Pertama, peristiwa ini menunjukkan pentingnya persatuan dan keberanian dalam menghadapi penjajah. Rakyat Surabaya, yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan latar belakang, bersatu untuk mempertahankan tanah airnya.
Kedua, Pertempuran Surabaya juga menegaskan bahwa semangat juang dan kecintaan pada tanah air bukan hanya milik militer, tetapi milik seluruh rakyat. Mereka yang berjuang adalah pemuda, pedagang, petani, ulama, dan seluruh lapisan masyarakat yang percaya bahwa kemerdekaan adalah hak mereka yang harus dipertahankan.
Ketiga, peristiwa ini mengajarkan kita tentang pentingnya kepercayaan diri sebagai bangsa yang merdeka. Para pejuang kita, meskipun berhadapan dengan pasukan yang jauh lebih kuat dan canggih, tidak pernah merasa gentar atau menyerah. Mereka percaya pada nilai kebebasan dan hak untuk merdeka, dan keyakinan ini memberi mereka kekuatan untuk terus berjuang.
Peringatan Hari Pahlawan: Bukan Hanya Upacara
Hari ini, Hari Pahlawan mungkin sering dirayakan dengan upacara dan seremonial, tetapi momen ini sebenarnya adalah kesempatan untuk merenung lebih dalam. Semangat perjuangan yang diwariskan oleh pahlawan Surabaya bukan sekadar memegang senjata, tetapi juga semangat untuk bekerja keras, bersatu, dan berjuang demi kemajuan bangsa.Â