Apa kabar Kompasianers? Semoga Anda sehat selalu dan senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT. Karena kesibukan di tempat bertugas dan berbagai urusan keluarga, hampir 3 bulan ini saya tidak menulis di platform yang kita cintai ini.
Tulisan ini adalah wujud kerinduan yang tiada terkira untuk menyapa Anda para pembaca Kompasiana, sekaligus menjadi bagian dari tugas saya selalu Calon Guru Penggerak Angkatan 11, yakni Tugas 1.1.j. Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1.Â
Modul 1.1 pada program Pendidikan Guru Penggerak berisi tentang filosofi pemikiran Ki hadjar Dewantara. Pemikiran-pemikiran KHD tertuang dalam artikel-artikel serta naskah pidato karya beliau.Â
Saat membaca tulisan beliau, hal pertama yang ingin saya ungkapkan adalah kekaguman yang luar biasa akan sosok sederhana namun memiliki wawasan luas dan analisa yang lugas, tajam dan bermakna filosofis yang mendalam. Â
Saya tidak habis pikir, bagaimana cara belajar para pendahulu kita, di zaman belum ada internet dan fasilitas belajar yang belum lengkap. Namun saat membaca kualitas tulisannya, konten yang disuguhkan sangat berbobot dan komprehensif. Sulit dikejar oleh penulis manapun di zaman sekarang. Hal itu terjadi mungkin karena faktor keikhlasan akan niat perjuangan. Sebagaimana kita ketahui, KHD bukan hanya sosok pejuang pendidikan, namun juga pahlawan revolusi kemerdekaan RI.Â
Pendidikan sebagai Sebuah Proses Menuntun
Setelah membaca karya-karya KHD, saya menyimpulkan, bahwa pendidikan merupakan sebuah proses menuntun murid sesuai kodrat masing-masing, agar mereka mencapai kebahagiaan dan keselamatan lahir batin.Â
Sebelum mempelajari modul 1.1, saya berangkat dari miskonsepsi, bahwa murid sesuai makna estimologis (dari Bahasa Arab), bermakna orang yang membutuhkan. Oleh karena itu, selama ini, saya seringkali menganggap diri ini sebagai murad (yang dibutuhkan).Â
Jujur saja, pemaknaan ini membuat saya sedikit "angkuh", dengan cara "menyuapi" siswa dengan materi-materi yang saya kuasai. Proses mentransfer ilmu pengetahuan ini hanya berjalan satu arah. Saya kurang memberikan ruang bagi siswa untuk berdiskusi, mengeksplorasi, serta mengelaborasi pemahaman mereka dengan kreativitas sendiri.Â
Setelah mengikuti rangkaian proses pembelajaran modul 1.1 dan menghayati pesan-pesan moral yang terkandung pada tulisan-tulisan KHD, pemikiran keliru yang selama ini saya yakini, akhirnya bergeser ke arah yang lebih baik. Saya menyadari, bahwa proses mendidik adalah menuntun murid agar tumbuh kembang sesuai kodrat mereka.
Artinya, sebagai seorang guru, kita bukanlah manusia super hebat yang tahu segalanya, lantas mencekoki murid dengan segala pengetahuan tanpa mempertimbangkan kodrat mereka.Â
Kodrat alam dan kodrat zaman pun harus disesuaikan pula dengan pola pendidikan yang kita terapkan pada siswa. Pendidikan bukanlah proses indoktrinasi yang dilakukan secara otoriter, arogan dan sekehendak hati sang guru.Â
Dengan menelaah pemikiran KHD, saya merasa harus lebih bijak dalam mengayomi siswa. Memahami bahwa mereka adalah manusia yang harus dihormati, dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.Â
Dengan trilogi pendidikan yang dicetuskan KHD pun, saya harus berupaya kuat untuk menjadi teladan bagi murid (ing ngarso sung tulodo), di tengah menebar semangat (ing madya mangun karso), dan di belakang memberi motivasi (tut wuri handayani).
Konsep ing ngarso sung tulodo akan saya terapkan dengan berupaya meningkatkan kualitas diri, misalnya meningkatkan kedisiplinan, ketekunan mencari ilmu pengetahuan dan wawasan, menunjukkan perilaku baik, serta lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa.Â
Saya harus lebih mawas diri, bahwa dari masa ke masa, bahwa adagium guru adalah sosok yang digugu dan ditiru tidaklah berubah. Dengan memulai dari diri ini, saya berharap saya akan lebih berkontribusi dalam membentuk siswa yang berbudi pekerti.Â
Semboyan ing madya mangun karso pun akan saya terapkan dalam pembelajaran. Saya akan lebih intensif menerapkan metode pembelajaran yang akan memancing kreativitas murid, menciptakan suasana pembelajaran yang memberikan ruang kebebasan berbicara, berpendapat serta riang gembira dan memfasilitasi ruang diskusi bagi mereka.Â
Dalam konsep tut wuri handayani, saya akan mendorong murid agar lebih termotivasi untuk berprestasi, memotivasi mereka untuk ikut serta dalam berbagai lomba yang berkaitan dengan Bahasa Inggris, dan menyemangati mereka agar sering berlatih dalam berkomunikasi Bahasa Inggris.Â
Akhir kata, saya sangat bangga memiliki pendahulu yang hebat seperti Ki Hadjar Dewantara. Sosok KHD adalah manusia yang sulit dicari gantinya. Jika Kepolisian Republik Indonesia memiliki sosok Pak Hoegeng, maka dunia pendidikan kita memiliki sosok KHD.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H