Di bulan Ramadhan ini, saya akui, pengeluaran rutin harian lebih hemat dan terperinci. Terutama pengeluaran pribadi kurang penting yang lumayan boros, yaitu merokok dan ngopi, he. Dengan berpuasa, Alhamdulillah pengeluaran tersebut dapat ditekan.Â
Sebetulnya, sebagai seorang guru, saya malu menceritakan hal ini. Saya takut perbuatan jelek saya (merokok), ditiru oleh siswa. Selama ini pun, saya selalu berupaya untuk tidak merokok di hadapan siswa, apalagi di depan kelas seperti halnya guru-guru saya zaman dulu, hehe. Semoga saja tidak ada siswa saya yang membaca artikel ini.
Di bulan biasa, saya mengeluarkan uang keperluan pribadi yang cukup boros untuk jajan, merokok dan ngopi. Alhamdulillah, di bulan Ramadhan ini, finansial jauh lebih sehat, karena pergi ke manapun di bulan suci ini, tidak perlu membawa uang cash untuk keperluan yang sebetulnya kurang penting.Â
Mungkin Anda pembaca pria setuju dengan saya (terutama perokok seperti saya), uang di dompet jadi lebih awet dan justru dompet kita lebih berisi di bulan Ramadan dibanding bulan biasa.Â
Hari-hari terakhir ini malah saya sering berpikir ke depannya untuk berhenti merokok saja, atau sering-sering berpuasa sunnah, agar selain badan sehat karena tidak merokok, juga sehat finansial karena lebih hemat.Â
Kalau urusan keuangan dapur, saya bersyukur, memiliki istri yang sangat pandai dalam mengelola uang. Entah uang dapur atau uang lainnya. Di bulan biasa saja, istri saya bisa berhemat karena pandai memasak, jarang makan di luar. Apalagi di bulan Ramadan, istri lebih pandai lagi mengatur keuangan. Intinya, secara finansial, keuangan dapur di bulan biasa dan bulan Ramadhan, begitu-begitu saja, tidak ada perbedaan mencolok.
"Coba kalau tidak merokok, sebulan bisa menabung berapa dari anggaran merokok. Jika sehari habis Rp. 30.000 saja, sebulan Rp. 900 ribu. Kalikan setahun, dua tahun, 10 tahun bisa beli tanah," nasehat orang-orang yang tidak suka merokok.Â
Ada benarnya juga sih. Terbukti, di bulan Ramadhan ini, uang jadi lebih awet karena jatah untuk membeli rokok  berkurang setengahnya.Â
Tapi dipikir-pikir, tidak jaminan juga sih, orang yang tidak merokok akan jadi orang kaya, atau banyak asetnya. Saya punya seorang teman bukan perokok, seringkali meminjam uang karena kehabisan bekal hidup sehari-hari, he-he.Â
Ada juga orang yang saya kenal, orang kaya sukses yang punya deposito milyaran rupiah, dia perokok berat.Â
Hal yang sepertinya sepele ini, pernah saya tanyakan kepada seorang kiyai. Kebetulan, beliau pun seorang perokok. Beliau menjawab enteng.
"Pak Guru, kalau bicara rezeki, itu adalah maa untufi lii abiihi. Apa-apa yang dinikmati oleh kita, itulah rezeki. Kita merokok, artinya itulah salah satu rezeki yang dinikmati oleh kita. Tidak menjamin, dengan berhenti merokok, kita akan memiliki aset ini itu," katanya lugas.Â
Entah itu justifikasi akan kebiasaannya yang suka merokok seperti saya, atau memang benar adanya, he-he. Tapi memang benar juga, seperti yang saya sebutkan tadi, banyak orang kaya dan sukses, tapi dia juga perokok.Â
"Merokok membunuhmu!" kata sebuah slogan. Saya kurang percaya hal ini. Bapak saya, seorang perokok berat, kini berusia 79 tahun. Sehari-hari masih aktif pergi ke kebun. Tadi pun sehabis tarawih saya video call beliau, sedang merokok dengan santainya. Banyak sekali teman-teman seangkatan Bapak saya yang kini sudah meninggal, beberapa di antaranya tidak merokok semasa hidupnya, hehe.
Bicara masalah kesehatan finansial selama Ramadan, paling tidak saya memetik hikmah, bahwa banyak sekali rasa syukur yang harus dipetik. Puasa mengajarkan kita untuk berempati terhadap kaum dhuafa yang bisa jadi, mereka "berpuasa" setiap bulan. Setiap saat mereka berpuasa karena tidak memiliki apapun untuk dimakan.Â
Sedangkan kita, selama ini tidak pernah sekalipun kekurangan apapun. Sehat finansial meskipun bukan konglomerat. Saya sangat bersyukur, dengan menjadi guru, paling tidak saya, anak dan istri tidak pernah mengalami kelaparan. Meskipun tidak memiliki tabungan ratusan juta hingga milyaran, tetap saja saya anggap, keluarga kami sehat secara finansial, hehe.Â
Sementara di luar sana, masih banyak anak-anak terlantar, jompo, janda-janda tua (koq seperti almarhum KH Zainuddin MZ ya, hehe), yang memerlukan uluran tangan dan kebaikan kita.Â
Ada pula keanehan selama Ramadhan. Mungkin Anda semua pernah mengalaminya. Banyak rezeki yang tidak terduga jika kita benar-benar melaksanakan ibadah puasa dan ibadah lainnya.Â
Saya yakin, kesehatan finansial yang baik di bulan Ramadhan, akan dialami oleh siapapun yang menjalankan ibadah puasa. Allah berfirman yang artinya, "Barangsiapa yang bertaqwa, maka akan diberi jalan keluar dari segala permasalahan, dan diberikan rezeki dari arah yang tidak terduga". (QS At Thalaq :2).Â
Jangankan di bulan Ramadhan, di bulan biasa saja kita akan meraih kesehatan finansial jika kita bertaqwa dengan sebenar-benarnya. Apalagi di bulan Ramadan yang mulia ini.Â
Pengalaman saya, setiap kali menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, ada saja rezeki yang tidak terduga. Ramadhan kali ini pun saya yakin akan ada kejutan dari Allah SWT, bisa saja misalnya saya mendapatkan K-Rewards yang nominalnya besar, hehe. (Mohon maaf Tim Kompasiana, saya hanya bercanda, he).Â
Intinya, kesehatan finansial yang kita alami di bulan Ramadan, atau di bulan biasa sekalipun, harus disyukuri dengan sebaik-baiknya, dan jangan lupa dengan Ramadan ini, Â kita buka mata batin kita untuk lebih berempati pada orang-orang yang membutuhkan.Â
Cukup sekian ulasan ini. Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan dan terkesan menggurui. Itulah guru, kadang suka ngobrol ngelantur dan bisa jadi ada kata yang menyinggung, mohon kiranya teman-teman dapat memaafkan.Â
Semoga puasa dan amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Aamiin yaa robbal alamiin.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H