Seperti diceritakan sebelumnya, Juhana mengemban tugas sebagai guru Sekolah Rakyat di Cihurip. Perjalanan dari Banjarwangi ditempuhnya dengan menunggangi seekor kuda putih.Â
Baca bagian sebelumnya : Jejak Langkah Sang Guru : Berkuda dari Banjarwangi ke Cihurip
Kala itu, tidak ada jalan aspal yang menyambungkan Banjarwangi dengan Cihurip.Â
Juhana harus melintasi hutan belantara untuk menuju tempatnya bertugas, di kecamatan Cihurip. Di sana, dia menginap di rumah orangtuanya, Mama Sastrawinata.Â
Setiap Sabtu, Juhana pulang ke Banjarwangi, dan keesokan harinya, Minggu siang, kembali ke Cihurip bersama kuda setianya.Â
Bertahun-tahun dia lakukan rutinitas itu, sehingga Ratmini, istrinya melahirkan anak ke-6, Mamad dan anak ke-7 Enok Mintarsih.Â
Perjalanan dari Banjarwangi ke Cihurip, dan begitu sebaliknya, tak selamanya mulus. Di tengah hutan, kadangkala Juhana bertemu hewan buas. Siamang, babi hutan, ular, bahkan harimau, pernah ditemuinya. Namun kuasa Allah SWT selalu melindunginya.Â
"Berhenti! Mau ke mana kisanak?," teriak seseorang yang tidak dikenal membentak Juhana di tengah hutan.Â
"Saya mau pergi ke Cihurip untuk  melaksanakan tugasku mengajar di sana. Mohon maaf jika perjalananku mengganggu," jawab Juhana sopan. Dia memang dikenal sebagai seorang yang rendah hati, selalu santun kepada siapapun.
"Oooh engkau guru SR rupanya. Silahkan lanjutkan perjalananmu, tapi serahkan semua barang bawaanmu. Jika tidak, aku dan dua anak buahku ini akan menghabisi mu!" kata pria berkumis berwajah sangar itu.Â
Juhana tetap tenang. Bahkan senyuman manis ciri khasnya tersungging dari bibirnya.Â
"Kisanak, saya bukan saudagar kaya, hanya seorang guru SR. Perbekalan saya ini bukanlah harta berharga. Percuma juga jika saya serahkan," katanya penuh santun.Â
"Aaaaah, jangan banyak bacot kau, aku tak peduli! Semua orang yang melintasi kawasan hutan ini harus tunduk pada perintahku," bentak pria sangar itu. Dua anak buahnya tertawa terbahak-bahak.Â
Juhana segera turun dari kudanya.Â
"Kalau kalian memaksa, silahkan rebut barang bawaanku ini, asal kalian bisa menjatuhkanku," kata Juhana sambil tetap tersenyum.
Si kumis tersulut emosinya. Dia menerjang Juhana. Tendangannya begitu kuat ke arah Juhana.
(Bersambung)Â
Kisah lanjutannya silahkan baca :Â Jejak Langkah Sang Guru : Perceraian Mengandung Hikmah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H