19 tahun silam, saya masih bujangan. Kala itu, masih berprofesi sebagai kuli tinta di sebuah koran lokal, SK Harapan Rakyat. Sebuah koran yang dirintis oleh salah seorang tokoh dan pendiri Kota Banjar, R. Bachtiar Hamara.Â
Tempat  saya bertugas melakukan peliputan berita adalah wilayah Kabupaten Ciamis. Saya nge-kost di Sudimampir, Kecamatan Baregbeg. Sehari-hari mencari berita, menulis, dan menyetorkannya ke redaktur setiap malam Kamis. Koran terbit seminggu sekali.Â
Dulu ketika saya masih bertugas, HR belum memiliki media online seperti sekarang. Alhamdulillah, saat ini HR telah maju pesat. Memiliki website berita harapanrakyat.com, dan sudah tercatat sebagai salah satu dari 10 besar website berita terbaik tingkat nasional.Â
Cerita tentang Harapan Rakyat akan disambung di lain kesempatan. Kali ini saya akan bercerita tentang Eli Suherli, salah seorang wartawan Harapan Rakyat, yang terbilang senior di Ciamis.Â
Pagi itu, saat akan berangkat mencari berita seperti biasanya, saya berangkat dari kostan. Di pertigaan memasuki jalan raya, saya dicegat seorang pemuda bertubuh gempal, berkulit sedikit gelap. Kami sudah saling kenal, tapi belum begitu akrab. Namanya Eli Suherli, biasa dipanggil Welung. Kala itu dia sedang mengatur lalu lintas di pertigaan bersama pemuda yang lain.Â
"Milu atuh euy gawe, urang bosen euy hirup di jalan (Ikut dong kerja, saya bosan nih hidup di jalan)," kata Welung saat motor saya berhenti di depannya.Â
"Ayo, asal anting dan tindik di bibir lepas dulu," jawab saya enteng. Dia pun segera mempreteli asesoris di telinga dan bibirnya. Saya ingat waktu itu, bos perusahaan, Subagja Hamara, SH. (Sekarang Ketua PWI Ciamis, Banjar dan Pangandaran), sedang mencari loper koran. Jadi bak gayung bersambut, pucuk dicinta ulam pun tiba, begitulah kata peribahasa.Â
Welung akhirnya merintis karier sebagai loper. Jika selesai bertugas mengantar koran, dia sering ikut saya meliput ke berbagai daerah di Ciamis. Rancah, Rajadesa, Padaherang, Pangandaran. Hampir semua wilayah di Ciamis pernah kami jelajahi bersama. Karena seumur, kami jadi teman sefrekwensi.
Seringkali kami menginap di rumah kepala desa di pelosok saat meliput berita. Melintasi hutan di tengah malam, melewati makam, menerobos hujan karena memburu liputan. Pernah, bocor ban di tempat yang jauh kemana-mana. Mati lampu motor. Semua suka duka itu masih kami ingat.Â
Badannya yang kekar dan memiliki imunitas tubuh yang sangat bagus, membuat dia siap siaga mengantar saya ke manapun. Selain itu, yang saya kagumi, mental Eli Suherli ini sudah sangat kuat, teruji dengan sangat baik karena sudah terbiasa hidup di jalanan. Keberaniannya dalam menghadapi konflik saat kami mengadvokasi sebuah kasus, patut diacungi jempol. Solidaritasnya kepada teman pun sungguh luar biasa.Â
Hingga suatu hari, saya iseng mencoba menyuruh Welung menulis sebuah topik yang sedang hangat. Kala itu, saya terkejut dengan bakat menulisnya. Tahun 2005 kala itu. Saya pun segera merekomendasikan kepada Pimpinan Redaksi, Pak Subakti Hamara, agar Eli diberi SK sebagai wartawan.Â
Sejak itu, Eli membuktikan kiprahnya di dunia jurnalistik. Beberapa pelatihan dia tempuh agar profesinya sebagai jurnalis benar-benar matang. Selama belasan tahun menjadi wartawan, kini kiprahnya di Ciamis sudah diakui. Kartu biru (kartu Pers anggota PWI) adalah bukti bahwa Eli Suherli, sang pemuda jalanan itu, kini telah bermetamorfosis menjadi seorang jurnalis profesional.Â
"Terus berjuang demi masa depan yang lebih bermakna bagi diri sendiri, keluarga dan orang lain," kata Welung mengungkapkan motto hidupnya.
Sahabat seperjuanganku ini kini telah memiliki sepasang anak. Putri usia 15 tahun (kelas 9 SMP), dan putra berusia 5 tahun.
"Alhamdulillah, dijalani dan disyukuri. Keluarga sehat, dan rezeki terbilang cukup," kata Welung, yang kini sudah lebih religius dan berhenti merokok.Â
Benar sekali kata seorang psikolog, bahwa bertemu sahabat lama bisa membuat kita awet muda. Malam ini, kami bertemu di sebuah kafe di Ciamis. Kebetulan saya sedang berlibur di tempat mertua, dan mengajak Eli untuk ngopi bareng. Bercerita segala hal. Tentang keluarga, tentang Harapan Rakyat, tentang Ciamis, dan tentunya tentang kisah masa lalu kami. Tentunya dibumbui tawa dan haru.Â
Sukses selalu sahabatku. Tetaplah menjadi pribadi yang rendah hati. Jadilah jurnalis profesional yang selalu menjunjung tinggi idealisme. Memegang teguh kode etik jurnalistik, dan mengedepankan kepentingan masyarakat di atas segalanya. Semoga panjang umur, dan sehat selalu. Terimakasih telah menemani, dan menjadi bagian dari serpihan cerita perjuanganku di kala muda.Â
Ket. Foto : Dokpri. Bersama Eli Suherli, Wartawan Senior Harapan Rakyat Wilayah Ciamis.Â
Baca juga Artikel Utama karya Encang Zaenal Muarif : Batasan CGP Dihapus! Mari Hapus Pula Kasta Guru Senior dan Junior!Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H