"Di rumah saya ada 2 hak pilih. Saya dan istri saya. Suatu hari, ada tim sukses yang datang dan memberikan uang Rp. 200.000. Mungkin dia mengharap uang sebesar itu untuk dua suara," kata si pria ke-2.Â
Besoknya, kata dia, datang lagi tim sukses caleg lain, memberinya uang dengan nominal yang sama. Si pria dan istrinya pun bemuswayarah untuk menentukan pilihan.Â
"Akhirnya kami membagi pilihan. Saya nyoblos Caleg A, dan istri nyoblos Caleg B. Adil kan? Hehe. Ya, hitung-hitung per suara Rp. 200.000 saja," kata sang pria terkekeh. Â Untuk ke sekian kalinya, semua orang tertawa.Â
Kisah Pria ke-3 (kakek-kakek usia 70-an)
"Waktu itu saya sedang jalan-jalan melewati sebuah gedung, yang di dalamnya sedang ada caleg berkampanye. Seorang laki-laki berpakaian serba hitam memanggil saya dan memberi Rp. 300.000 sambil menyebutkan nama Caleg," kata si kakek.Â
Namun, saat pencoblosan, sang kakek lupa siapa nama sang Caleg. Akhirnya dia pun mencoblos semaunya saja.Â
"Ah teuing saha atuh da Caleg nu mere duit ka Abah teh, gampang poho gening ari geus kolot kieu mah, akhirna mah ah sakainget we nyoblos teh (Ah nggak tahu siapa Caleg yang memberi Abah uang, maklum kalau sudah tua begini gampang lupa, akhirnya saya mencoblos sembarangan saja)," tutur sang kakek diiringi gelak tawa yang lain.Â
Semua kisah di atas, asli bukan rekayasa, saya dengar langsung dari para pelaku, he. Saya menanggapinya dengan menghadirkan sisi sense of humor dalam jiwa saya.Â
Mungkin mereka beranggapan bahwa Pemilu adalah pesta demokrasi, di mana rakyat berpesta pora, mendapatkan uang dengan cara mudah (tidak seperti keseharian mereka yang begitu sulit mendapatkan penghasilan).Â
Pesta ini mereka nikmati dalam bentuk menerima hadiah dari caleg manapun sebagai manifestasi nyanyian mereka "Sorong ke kiri, sorong ke kanan," dan ketika kiri dan kanan beradu, mereka pun tertawa menikmati hasil sambil menutup lagu "tralalala lala...lala...lalaaaaa".Â
Semoga tulisan ini bermanfaat, terutama bagi Anda yang suatu saat berniat nyaleg. Uncal ada di mana-mana. Waspadalah.... waspadalah... Kejahatan terjadi tidak hanya karena niat pelaku, tapi karena ada kesempatan, kata bang Napi, he-he.  Jika memang ingin memberi, niatkan sebagai sedekah.Â