Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... lainnya -

www.albanduni.wordpress.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Persoalan Asyura

14 Desember 2009   10:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:57 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam sejarah Islam pasca-Rasulullah saw dan khulafarrasyidun, 10 Muharram merupakan hari bersejarah karena terjadi sebuah peristiwa yang memilukan. Cucu Nabi Muhammad saw, Imam Husain Ibn Abu Thalib dipenggal kepalanya—termasuk keluarga dan pengikutnya pun dihabisi—secara keji di Karbala oleh pasukan Yazid Ibn Muawiyah, penguasa zalim berkedok Islam.

Mungkin dari peristiwa Karbala ini, penguasa Bani Umayyah menciptakan hadis-hadis palsu untuk menutupi keburukan dan kekejaman yang dilakukan terhadap keturunan Rasulullah saw dan para pengikutnya. Sehingga umat Islam melupakan tragedi karbala dan khusyuk dengan menjalankan ritual yang diciptakan mereka. Bahkan, menurut Joel L.Kraemer, pada abad pertengahan kaum Sunni mencoba membuat tandingan perayaan asyura—yang dilakukan kaum Syiah—dengan menyelenggarakan ziarah secara massal ke makam Mushab Ibn Al-Zubair di Maskin delapan hari setelah hari asyura dan melaksanakan Yaum Al-Ghar (Hari Gua) guna memperingati ketika Abu Bakar dan Nabi Muhammad saw bersembunyi dalam gua Hira saat hijrah ke Madinah (Joel L.Kraemer, Renaisans Islam: Kebangkitan Intelektual dan Budaya Pada Abad Pertengahan [Bandung: Mizan, 2003] hal. 76-77).

Namun, sekarang ini yang lebih mengental di masyarakat Indonesia adalah perayaan asyura dalam bentuk shaum dan pengajian yang dalilnya merujuk pada hadits-hadits yang kebenarannya diragukan. Hanya tradisi yang berdasarkan fakta sejarah dan doktrin kenabian yang hingga kini bertahan. Yakni tradisi ta`ziyah (berkabung) atas wafatnya cucu Rasulullah saw pada 10 Muharram (asyura) dengan menggelar majelis ilmu, ziarah (spiritual), dan doa bersama.

Tentu saja asyura kesyahidan Imam Husain yang dilakukan kaum Muslim bukan dalam rangka memuja, tetapi justru mengambil "pesan sejarah" dari perjuangannya, yaitu menegakkan Islam di muka bumi. Di dalamnya ada semangat untuk membela kebenaran dan memuliakan ajaran Islam. Kemudian semangat itu harus muncul dalam diri kaum Muslim: semangat untuk menentang segala bentuk kezaliman dan membela kaum mustadhafin. Bentuknya tidak harus berperang fisik, tetapi bisa dengan membuat program-program pemberdayaan ekonomi khusus kaum dhuafa—seperti yang dilakukan Muhammad Yunus di Bangladesh. [Ahmad Sahidin, pekerja buku]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun