Keserakahan manusia jaman sekarang dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk menjerat mereka sampai tidak ada apa-apa lagi, bahkan bisa menghilangkan nyawa. Keserakahan tersebut melintasi ras, generasi, bangsa, negara, maupun benua.Â
Ingin sesuatu yang besar  instan, padahal ilmu manajemen resiko ekonomi mengajarkan bahwa semakin besar potensi keuntungan, maka resiko rugi juga semakin besar.
Tidak ada orang yang benar-benar menjadi kaya karena judi. Jikapun ada, maka itu hanya sesaat dan segelintir orang saja. Saat penulis mengunjungi Genting Highland di Malaysia pada tahun 2022, tempat sah berjudi di negeri jiran.Â
Para pemain judi disana sudah siap dengan kekalahan. Bagi beberapa orang tertentu, bermain judi adalah hiburan. Dan mereka mempersiapkan diri untuk itu. Bawa uang, menginap di hotel yang disediakan, berjudi habiskan uang, lalu pulang ke tempat asal. Bekerja lagi mencari uang. Judi adalah gaya hidup, dan ada sebagian uangnya yang disisihkan untuk berjudi.
Kekuasaan yang dimiliki, dijadikan celah oleh ASN di Kementerian di Indonesia, untuk keuntungan finansial. Sungguh perbuatan busuk yang dilaknat, karena membuka pintu masuk judi online (Judol) bagi masyarakat Indonesia, terutama yang lemah pada literasi finansial, apapun derajat akademiknya.Â
Celakanya judi di Indonesia adalah, menyasar kalangan menengah ke bawah, yang ingin untung dengan jalan pintas. Tak sadar bahwa disana ada mafia, ada algoritma yang sengaja dimainkan, dan ada oknum pemerintahan yang bermain untuk kepentingan pribadi masing-masing.
Penulis pribadi berpendapat bahwa judol termasuk musuh negara saat ini sudah tidak mempan lagi dilawan oleh TNI AD, TNI AL, TNI AU. Harus ada TNI Digital yang melindungi rakyat dari kriminalitas dunia digital. Sipil, dalam hal ini Kementrian terkait, terbukti gagal dalam mendisiplinkan stafnya.
Algoritma Tiktoker "Live" seorang bernama G/@Sadbor86, diperiksa oleh Polisi, karena dicurigai melakukan kampanye situs Judol. Fenomena viral, dimanfaatkan oleh penumpang gelap, Judol, untuk numpang tenar. Disebutkan namanya oleh G, karena memang mereka memberi "saweran". Saweran adalah bentuk apresiasi dengan mengirim hadiah digital, yang dapat dikonversikan menjadi rupiah. Sebagian masyarakat menyebutnya sebagai pengemis digital.
Film "No More Bets" memberikan edukasi bagaimana pelaksanaan Judol dilakukan oleh orang China, di luar China. Pemerintah China tidak punya yurisdiksi di negara luar. Tetapi pengelola Judol warga China, memiliki kerja sama dengan pemerintah lokal, sehingga dapat melakukan bisnis dengan lancar. Orang China membuat usaha di luar negeri, dengan menipu warga China untuk bekerja di luar negeri, sasaran penipuan warga China di negara China/Tiongkok. Bekerjasama dengan jaringan tersamar di China.
Bisa ditulis juga, warga China bekerjasama dengan warga asing. Membuka bisnis tipu-tipu dengan target warga China dan negara-negara lainnya. Sasarannya warga China dan warganegara lainnya. Bekerjasama dengan jejaring penduduk China dan warga negara lainnya.