Jakarta Timur merupakan pionir dalam pelaksanaan Musyawarah Daerah di lingkungan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta, demikian disampaikan oleh Ketua PWM DKI Jakarta Dr. Akhmad H. Abubakar. Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu, 19-20 Mei 2023 memilih 13 nama formatur yang dipilih dari calon-calon yang diajukan oleh peserta musyawarah. Penulis mengikuti acara ini sebagai pengurus (salah satu ketua) di Majelis Dikdasmen PDM Jakarta Timur. Kegiatan dilaksanakan di Islamic Center Muhammadiyah Klender, tepatnya di Kampus Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.
Musyawarah yang dilakukan memilih Prof. Dr. M. Nur Rianto Al Arif sebagai Ketua dengan total suara 127 suara sah pemilih. Urutan selanjutnya menurut rilis media yang dikeluarkan oleh Wakil Ketua Panitia Pemilihan, Dr. Aslam, M.Pd., adalah sebagai berikut:
- Latif Utomo, S.Pd.
- Rafles Ma'as, BBA
- Achmad Subaki, MM
- Tasman Buyung Nasution, MM
- Dr. Sudirman Tamim, M.Ag.
- Agus Amijaya, MH
- Ahmad Nashrullah
- Hussein A. Effendi, SE
- Mohammad Shodiq MR, MPd.I.
- M Husni Rasad, MM
- Syamsul Sarbini, A.Ag.
- SM Hasyir Alaydrus, MM
Pemilihan pimpinan di Muhammadiyah menggunakan sistem formatur, dengan pemilih pada tingkatan ini adalah perwakilan dari ranting, cabang, dan daerah.
M. Nur Rianto Al Arif adalah Guru Besar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kader dari keluarga Muhammadiyah, uniknya pada musyawarah kali ini Endang Pudyastuti, ibu Nur Rianto terpilih Kembali menjadi Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah Jakarta Timur, Organisasi perempuan dalam Muhammadiyah. Prof Al Arif pernah menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah Duren Sawit II Jakarta Timur, dan juga aktif sebagai Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Jakarta Timur yang meraih jenjang akademik guru besar dibawah usia 40 tahun. Â Menurut data di situs UIN Jakarta, saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi S3 Perbankan Syariah FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jakarta Timur, sampai saat ini belum memiliki kantor permanen. Tempat berkegiatan masih menempati ruang milik salah satu cabang. Pimpinan Daerah memiliki tuntutan moral untuk dapat mewujudkan cita-cita tersebut, sebagaimana disampaikan oleh para perwakilan warga Muhammadiyah yang hadir pada musyawarah tersebut. Untuk mewujudkan sebuah kantor permanen, diperlukan usaha yang besar dari para pengurus.Â
Kendala yang muncul adalah dalam mengurus organisasi ini, para pengurus memiliki banyak kesibukan pribadi dalam mencari nafkah. Berorganisasi di Muhammadiyah memang tidak digaji oleh organisasi. Para pengurus Muhammadiyah mendapatkan gaji dari bekerja di amal usaha ataupun lapangan pekerjaan lainnya.Â
Seperti pelaksanaan Musyda dilakukan pada hari sabtu dan minggu. Inilah perjuangan yang harus ditempuh oleh para pengurus Muhammadiyah, mengorbankan waktu keluarga, demi mewujudkan cita-cita dakwah Muhammadiyah.Â
Tidak heran jika berkegiatan di Muhammadiyah kurang diminati oleh generasi muda. Mayoritas pemilih yang merupakan pengurus cabang dan ranting adalah berusia 50 tahun ke atas. Perlu dipikirkan sebuah terobosan agar kegiatan cabang dan ranting lebih menggeliat, dengan menarik minat dari generasi muda Muhammadiyah generasi milenial, generasi z, maupun generasi selanjutnya.
Salah satu hal yang mengemuka dari musyawarah tersebut adalah tentang sekolah unggulan. Merupakan program dari PDM periode kepemimpinan Achmad Subaki, MM., yang belum terlaksana. Untuk membuat sebuah sekolah unggulan, diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak.Â
Penulis sendiri pernah mendengar langsung penjelasan dari kepala sekolah SD Muhammadiyah Sapen. Untuk menjadikan sebuah sekolah menjadi unggulan diperlukan idealisme serta support system yang terus menerus berkembang. Guru merupakan sumber daya insani yang penting, yang harus menjadi tulang punggung system yang dibangun, dengan kepemimpinan yang menjadi model bagi seluruh lingkungan pendidikan di sekolah.Â
Otonomi kepala sekolah, dukungan cabang Muhammadiyah, Komite Sekolah dari para pakar pendidikan dari perguruan tinggi, akses kepada dinas pendidikan terkait, serta faktor-faktor lainnya menjadikan sekolah menjadi pusat keunggulan dengan tidak menafikan dakwah Muhammadiyah.Â