Bisa dibayangkan, jika saja penulis buku ini tidak menemukan sekolah yang benar. Maka ia akan selalu dicap sebagai anak nakal, tidak mau ikut aturan, serta tumbuh menjadi anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang baik. Kepala sekolah itu mau menerimanya, dan mendengarkan anak kecil itu berbicara selama empat jam!. Kemudian juga ada cinta tak bersyarat dari ibundanya. Walaupun terkadang merasa bingung mengikuti jalan pikiran Toto-Chan. Di sekitar kita banyak anak seperti Toto-Chan, mungkin dia akan terbengkalai dalam sistem yang terlalu ruwet dengan prosedural dan teknikal. Tetapi kecintaan terhadap pendidikan dari kepala sekolah, membuat sekolah menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi perkembangan semua potensi diri anak di Tomoe Gakuen. Cap nakal bukanlah sesuatu yang harus disampaikan oleh guru. Guru hanya tidak memahami anak yang memiliki berbagai potensi dan rasa keingintahuan yang berbeda-beda.
Saya baru membaca buku ini, mungkin terlambat bagi yang berkiprah di dunia pendidikan. Tapi terlambat adalah lebih baik, daripada tidak sama sekali. Sebagai produk sistem pendidikan lokal, yaitu pesantren, saya pada dasarnya percaya bahwa sistem pendidikan terbaik itu akan dimulai oleh orang-orang baik. Pesantren dimulai dengan seseorang yang tanpa pamrih, menyampaikan pemahaman tentang keagamaannya untuk para santri atau muridnya. Sebuah hubungan yang abadi antara kyai dan santrinya. Penghormatan dan penghargaan seumur hidup.
Demikian pula sistem pendidikan di berbagai budaya yang lain. Selalu ada para guru yang legendaris. Mereka diabadikan dalam novel, film, musikalisasi, maupun cerita lisan dari mulut ke mulut. Pada kasus pribadi saya, saya merasa bahwa saya baru bisa membaca pada kelas 2 di Madrasah Ibtidaiyah, sebuah sekolah swasta berbasis Islam. Dengan ketekunan seorang guru. Pada jenjang sekolah menengah, saya masih merasa, dan kami merasakan, sebagai sesama teman kelas, bahwa Wali Kelas kami adalah seorang yang luar biasa mendidik. Hampir setiap hari, setelah sholat maghrib, kami dikumpulkan dan membahas pelajaran-pelajaran di kelas. Walaupun bukan pelajarannya, tetapi kami membicarakan pelajaran-pelajaran tersebut, sehingga terjadi proses pembelajaran bersama dengan suasana yang nyaman dan tanpa tekanan. Akhirnya, Ketika kami naik ke kelas selanjutnya, prestasi belajar kelas kami termasuk menonjol, masuk ke kelas-kelas peringkat atas dan menengah. Demikian pula di organisasi kesantrian, para-alumni kelas kami banyak yang masuk ke pengurus keorganisasian, bahkan menjadi salah satu ketua. Ada relasi Mr Kobayashi dengan Ustadz saya. Menumbuhkan kepercayaan diri yang kuat, serta "menjadi teman" bagi kami, para santri yang jauh dari orang tua dan tumbuh di sistem yang serba terdisiplin.
Laskar Pelangi, Mr Escalante, Freedom Writers, serta Totto-Chan Gadis Cilik di Jendela, adalah beberapa medium yang harus dibaca oleh para pendidik dan calon pendidik. Karena disini akan merasakan pendidikan sebagai sebuah bagian dari kemasyarakatan. Mr Escalante dapat dilihat cuplikannya di situs berbagi video dari film Stand and Deliver. Guru Matematika. Sedangkan Freedom Writers membahas Ibu Guru Sastra yang membantu siswa dalam menuju pribadi yang lebih baik. Erin Gruwell membuka wawasan siswa untuk menulis diari, sehingga dari situ mereka mulai menyadari bahwa siswa bisa menjadi lebih baik, walaupun berasal dari lingkungan dan keluarga yang tidak baik-baik saja.
Sistem Pendidikan Ideal diterapkan oleh Mr Kobayashi. Jumlah siswa hanya 50 orang. Menggunakan bekas gerbong kereta api sebagai ruangan kelas. Para guru yang berkomitmen. Kepala sekolah yang menemani pembelajaran. Idealisme yang didapat dari pembelajaran dari para tokoh hebat pendidikan di Jepang dan Eropa. Disini para siswa merasa betah di sekolah, dan tanpa ada diskriminasi sama sekali. Berbagai potensi diri siswa dikembangkan dengan bimbingan guru dan kepala sekolah. Konsep Kurikulum Merdeka di Indonesia, yang saat ini mulai dipraktekkan oleh Mas Menteri, adalah sebuah konsep ideal yang akan dijadikan sebagai hal yang umum/generik. Sementara itu permasalahan pendidikan di persekolahan di Indonesia, tidak sekedar kurikulum.
Indonesia memiliki kompleksitas permasalahan pendidikan yang tidak bisa disederhanakan menjadi permasalahan kurikulum dan pendanaan semata. Masalah guru juga menjadi suatu masalah penting. Bagaimana guru disiapkan, bagaimana sekolah yang akan mencetak calon guru bisa menghasilkan guru yang ideal seperti Mr Kobayashi?. Masyarakat Indonesia juga mempunyai beragam isu lokal yang akan terkait dengan pemerintah daerah, budaya dan agama setempat, serta tingkat literasi pendidikan di daerah tersebut. Dikotomi swasta dan negeri juga menjadi permasalahan lain. Â
Mengadopsi sistem Tomoe Gakuen di sekolah negeri mungkin cukup berat. Tetapi bagi sekolah swasta bisa dilakukan. Bahkan sistem pendidikan nasional kita saat ini bisa menerima berbagai jenis kurikulum sebagai kekayaan dalam keberagaman pendidikan. Sistem pendidikan berbasis pesantren diakui setara dengan sistem pendidikan nasional. Prof Malik Fajar (Menteri Pendidikan Nasional dan Tokoh Muhammadiyah) menerbitkan SK Dirjen Binbaga Islam No. E/IV/PP.03.02/KEP/64/98 dan SK Mendiknas No. 105/0/2000 yang menyetarakan ijazah pesantren Pondok Modern Darussalam Gontor, nama resminya "Kuliyyatul Muallimin al Islamiyyah" , dengan ijazah SMP-SMA dan MTs-MA, walaupun tidak mengikuti Ujian Nasional format pemerintah. Beberapa tokoh mendirikan sekolah untuk menyalurkan aspirasi idealisme pendidikannya. Ahli desain yang menghebohkan Indonesia dengan lembaga Kementrian Desain Republik Indonesia, akhirnya mendirikan SMK, HelloMotion High School, Pak Amien Rais memiliki Yayasan Budi Mulia, Ratna Megawangi mendirikan Sekolah Karakter melalui Indonesia Heritage Foundation, Jalaludin Rahmat, mendirikan Sekolah Muthahhari, elit partai yang membawa semboyan partai dakwah memiliki saham di Sekolah Nurul Fikri, Prabowo Subianto menjadi tulang punggung bagi berdirinya Universitas Kebangsaan Republik Indonesia, sebuah perguruan tinggi di Bandung. Selain itu ada juga Rhenald Kasali dan Ahmad Fuadi yang mendirikan Sekolah PAUD, melalui Yayasan Rumah Perubahan dan Komunitas Menara. Jadi, masih terbuka untuk membuat ekperimentasi pendidikan bagi para guru yang mencintai pendidikan di Indonesia tercinta ini, dengan berbagai ramuan khas yang didasari oleh filsafat pendidikan dari tokoh atau yayasan tersebut.
Menjadi guru adalah panggilan diri atau pilihan profesional. Pada aspek ini pemerintah sudah benar. Membuka peluang untuk menjadi guru kepada sarjana-sarjana non keguruan. Karena masih ada diantara kita yang "salah jurusan", Ketika sudah memperoleh gelar sarjana, tersadar bahwa mengajar itu lebih asyik dan menarik daripada kerja kantoran. Seperti cerita seorang teman, akuntan profesional, meninggalkan profesi dengan gaji yang lumayan besar, memilih menjadi guru dengan gaji yang lebih rendah.
Pabrik guru - Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan/ LPTK di perguruan tinggi negeri maupun swasta pun - pada saat ini harus berusaha keras agar sesuai dengan kebutuhan pasar. Sekolah. Untuk mendekatkan diri dengan pasar, maka interaksi antara LPTK dengan sekolah harus dibuat sedekat mungkin. LPTK harus benar-benar memiliki kedekatan dengan sekolah-sekolah. Sekolah sebagai laboratorium nyata bagi seorang calon guru. LPTK yang selalu siap untuk mendukung lahirnya para guru-guru hebat, yang siap sedia untuk mendidik siswa dengan penuh kecintaan.
Ada satu episode dalam novel ini, menunjukkan bagaimana seorang kepala sekolah memarahi guru. Gara-gara guru bercanda tentang ekor pada anak yang memiliki cacat tubuh. Suatu hal sederhana, tetapi Kepala Sekolah memandang itu penting. Walaupun anaknya tidak bereaksi negatif, namun kepala sekolah mengingatkan bahwa betapa selama ini, kepala sekolah sangat mendorong agar anak tersebut bisa memiliki kepercayaan diri yang sama dengan anak normal. Semisal mengadakan perlombaan olah raga tertentu, yang hanya bisa dijuarai oleh anak yang memiliki cacat tersebut. Mendidik memang perlu memperhatikan hal-hal yang rinci, evil in detail, dan diceritakan pula bagaimana kepemimpinan kepala sekolah tersebut saat memarahi atau menegur, dilakukan bukan di ruang guru, tidak diketahui guru-guru lainnya. Menjadi guru adalah bukan sekedar mengajar, tetapi juga harus memiliki rasa simpati dan empati dengan anak. Mengetahui mereka secara mendalam, sehingga bisa mengajar sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Tomoe adalah sekolah swasta, dikelola juga oleh istri Mr Kobayashi. Istri yang melengkapi bekal makan siang anak dengan "sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H