Kepala sekolah dambaan pemerintah, tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Ada beberapa aspek kompetensi yang perlu ada pada diri seorang kepala sekolah yaitu kompetensi kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan.
Ada hal baru yang ditekankan oleh pemerintah melalui Kemendikbud, pada tahun 2020 ini. Students wellbeing. Sederhananya adalah bagaimana sekolah bisa menjadi tempat yang aman, nyaman, dan positif bagi kehidupan siswa selama bersekolah.
Hal ini seiring dengan bacaan saya, oleh-oleh mantan Dekan Fakultas Psikologi Uhamka dari perpulangan setelah suatu conference, buku berjudul Positive Education. Buku itu menggambarkan bagaimana sebuah sekolah dari awal, menerapkan konsep positive education, yang dalam pergerakannya mengarah kepada student's wellbeing, dari awal perencanaan sampai menjadi sebuah kelebihan dari sekolah tersebut.
Selama ini, kepala sekolah selalu disibukkan oleh akreditasi sekolah dan berbagai perangkatnya. Ada beberapa standar yang harus dipenuhi. Hal-hal yang berbau teknis. Memang perlu, tetapi yang menjadi substansi adalah bagaimana siswa nyaman di sekolah, dan mampu mengembangkan diri secara positif, di lingkungan yang positif.
Saya kira ini adalah gebrakan diam-diam dari Mas Menteri. Pada pelatihan tahun 2019, belum ada konsep students wellbeing sebagai fokus dari pembekalan kepala sekolah. Untuk menginjeksi konsep ini di kepala para instruktur mentor kepala sekolah, maka seorang pakar di bidang Positive Education menjadi narasumber, dan membekali dengan temuan-temuan ilmiah seputar positive education.
Kepala sekolah selama ini dikejar-kejar oleh pemeringkatan/akreditasi. Akhirnya hanya menjadi seorang administrator, bukan manajer, apalagi leader. Dengan menaruh student's wellbeing sebagai tujuan utama seorang kepala sekolah. Maka pada hakikatnya memberikan porsi leadership kepada kepala sekolah untuk menjadikan sekolah sebagai ekosistem pendidikan, yang berpusat pada kenyamanan siswa belajar. Bukan tempat drill untuk memperoleh prestasi akademik secara kognitif semata.
Beberapa oknum kepala sekolah, terlalu asyik mengotak atik dana BOS, Bantuan Operasional Sekolah, dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Memberikan kualitas pembelajaran yang rendah kepada siswa, yang dijadikan sebagai "sapi perahan." Mudah-mudahan oknum seperti itu cuma fiktif, atau kalaupun ada, segera bertaubat, atau segera ketahuan, dan mendapatkan balasan di dunia maupun akhirat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H