Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak Jakarta Korban Orangtua

6 Desember 2018   14:53 Diperbarui: 6 Desember 2018   15:02 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disalah satu sudut Jakarta, ada suatu daerah yang terkenal karena menjadi tempat prostitusi. Tempatnya bukan lokalisasi, karena tidak ada pelegalan seperti itu di Jakarta. Tetapi kegiatan tersebut sudah menjadi ciri khas. Apabila malam menjelang, dari jam sembilan malam sampai menjelang pagi, suasana jalan raya yang menuju ke luar Jakarta, sangat ramai oleh aktifitas. 

Ada warung-warung "jamu" yang tanpa lampu, penjaja kopi yang membuka lapak di trotoar jalan, serta aktifitas-aktifitas lainnya. Gerakan ala Bu Risma bisa dilaksanakan disini,  dengan modifikasi tertentu. Kalau dibiarkan maka akan selalu ada. Gubernur bertanggung jawab untuk meluruskan jalan hidup masyarakat yang dipimpinnya.

Berkesempatan bertemu dengan kepala sekolah di pendidikan dasar di daerah tersebut. Bagaimana menghadapi anak-anak yang menjadi korban orangtuanya. Beberapa tidak diharapkan "kelahiran/kehadirannya", sehingga haus kasih sayang di rumah. Kadang mereka itu cantik dan ganteng, tetapi  prestasi akademik jangan diharapkan. Jika saat dulu, ketika masih boleh tidak naik kelas, ada anak-anak SD yang sudah belasan. 

Beberapa dari mereka sudah "bekerja" sehingga di kelas hanya tidur saja. Kini karena harus naik kelas, sudah tidak ada lagi yang seperti itu. Tetapi mereka yang haus kasih sayang orangtua cukup banyak. Mereka cari perhatian di sekolah. 

Maka guru dan kepala sekolah disini, harus selalu mengawasi anak-anaknya, karena takut ada kejadian negatif di luar pengawasan mereka. Menjadi guru disini memerlukan kesabaran dan kasih sayang yang luas. Prestasi akademik jangan diharap. Prestasi non akademik, masih bisa diperjuangkan. 

Minat bersekolah sangat rendah. Adalah prestasi besar sekolah jika bisa mengantarkan anak sampai mengikuti Ujian Nasional. Kasus Ijasah tidak diambil adalah hal yang biasai disini. Maka ada tugas sekolah yang harus dilakukan para guru. Mengantarkan ijasah yang tidak diambil ke rumah-rumah para siswanya. 

Dari limaratusan siswa, hampir empat ratus diantaranya adalah pemegang KJP, Kartu Jakarta Pintar. Jika berbicara tentang masalah anak-anaknya, para orang tua kurang peduli, tetapi saat berkaitan dengan KJP, mereka sangat antusias. Bahkan sebelum disuruh kumpul, mereka akan kumpul saat membicarakan masalah KJP. Menurut amatan kepala sekolah, tingkat pendidikan orangtua rendah. Mereka tidak perduli dengan pendidikan siswa karena terlalu sibuk mencari nafkah. Sibuk berfikir dan bekerja "makan apa hari ini, makan apa besok?". 

Kegiatan mereka berjalan terus sampai saat ini. KOnon kadang-kadang juga ada oknum berseragam keluar dari tempat itu. Selama masih ada konsumen maka kegiatan mereka terus berjalan sampai ada peraturan yang melarangnya dan ditegakkan dengan komitmen tinggi.

Ketika saya masuk ke kelas mereka. Galau rasanya memandang para kuncup bangsa yang kurang kasih sayang. Kurang belaian orang tua, tapi mereka semangat belajar, entah sampai kapan. Mudah-mudahan energi positif sistem pendidikan nasional memantul positif bagi mereka. Mudah-mudahan masalah di rumah, tidak mengganggu "passion" belajar mereka. Mereka adalah korban.

Mereka sudah terpapar lingkungan rumahnya, ketika di sekolah. Bahasa-bahasa dan istilah dewasa mereka jadikan candaan biasa. Padahal membuat saya jengah. Sistem nilai masyarakat sedang bergeser. Bagi mereka sudah menempati "new normal".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun