Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Uber dan Grab Bergabung

27 Maret 2018   18:56 Diperbarui: 27 Maret 2018   19:03 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setelah terkena skandal suka main "belakang". Akhirnya uber bergabung ke grab. Pemain besar tersisa praktis cuma dua, gojek dan grab. Grab punya kekuasaan di Asia Tenggara, sedang Gojek di Indonesia. Asia Tenggara berpenduduk lebih dari 600 juta, sepertiga lebih hidup di Indonesia. Dari 250 jutaan penduduk Indonesia, populasi terbesar tinggal di pulau Jawa.

Maka penguasaan ekonomi, dan juga politik di Jawa, akan menguntungkan brand lokal seperti gojek. Kini tinggal bagaimana pertarungan dua raksasa "ojol" ini. Jangan-jangan seperti indomaret dan alfamart, bersaing tapi "berdekatan". UJung-ujungnya pemerintah harus menjadi wasit yang adil, agar rakyat jelata diuntungkan, jangan ada duopoli. 

 Terus terang saya berlangganan keduanya, untuk mencari keuntungan selisih margin. Berbincang dengan pengemudi dilakukan untuk mengetahui bagaimana mereka memiliki pola kerja. Grab dan Gojek konon memiliki pola keuntungan masing-masing, tinggal mana yang menjadi pilihan bagi driver. Pada akhirnya mereka harus memilih, karena mendua hukumannya cukup menyakitkan... kalau ketahuan. 

Seperti juga para pengemudi yang beberapa diantaranya punya dua akun di dua aplikasi. Mana yang paling menguntungkan akan diambil.

Uber dan Grab mau jadi layanan antar terbesar di Asia Tenggara.

Gojek disuntik modal asing sangat besar sehingga masuk jadi sponsor Liga sepakbola semi profesional Indonesia. Juga mampu memperluas core bisnisnya.

Budaya organisasi adalah masalah krusial di bisnis ini. Ada beberapa kasus penumpang menjadi korban kriminal dari grab atau gojek. Ini perlu diminimalisir. Semisal dengan fasilitas kamera terkoneksi ke markas masing-masing. Serta mungkin perlu ada corporate values training and guiding secara berkelanjutan bagi pengemudi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun