Mohon tunggu...
Ratih Apsari
Ratih Apsari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Bersih Hatinya, Cerah Senyumnya

9 Oktober 2016   21:08 Diperbarui: 9 Oktober 2016   22:31 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tersenyumlah dari hati, tersenyumlah sebagai wujud bersyukur, tersenyumlah sebagai upaya menghibur orang lain dan mungkin diri sendiri.

Ketika menegur, menasehati, memberi masukan, jangan lupa lekukan sedikit bibir ke atas. Sehingga nada suara pun lebih ramah dan yang diajak berkomunikasi menjadi lebih welcome.

Menjadi pendidik itu, berhadapan dengan peserta didik yang biasanya usianya lebih muda. Mereka baru belajar. Suka cari perhatian juga. Semakin dimarahi, diberi kata-kata yang tidak baik, hanya akan membuat jiwa-jiwa yang sedang bergejolak kembali ingin memberontak. Belum lagi tantangan zaman sekarang, dimana sedikit saja melakukan kesalahan, nama baik dan bahkan pekerjaan seorang pendidik dipertaruhkan. Sudah banyak kan kita baca di media guru yang dilaporkan atas kasus memarahi peserta didik?

Untuk itu sebagai pendidiknya peserta didik, saya sehari-hari membiasakan diri untuk tersenyum. Untungnya wajah tersenyum seperti memang sudah settingan default wajah saya, jadi tidak terlalu sulit sih untuk dilakukan.

Meskipun senyum palsu bisa disetting, sebaik-baiknya kita tetap belajar untuk menjadi tulus. Dimulai dari hati yang kemudian tercermin pada tutur yang santun dan wajah yang ramah tersenyum hangat. Sehingga apa yang kita sampaikan tidak hanya manis di bibir tapi memang ada doa dan pesan, ada harapan yang besar bagi kepentingan peserta didik itu sendiri.

Pendidik, berbeda dengan anggota kepolisian yang sedang berhadapan dengan pelaku kriminal. Tidak senang di ruang pengadilan benar dan salah. Peserta didik kita bukan penjahat. Terlebih lagi, pembelajaran akan berhasil jika pendidik yakin ia bisa mengajar dan yakin bahwa peserta didiknya bisa belajar.

Berpedoman pada hal tersebut, setiap kali merasa jenuh dan kesal ketika terjadi sesuatu dan lain hal yang bikin mood berantakan di kelas, saya memilih diam sejenak dan tersenyum tanpa alasan pada diri sendiri. Dengan tersenyum pada diri sendiri, otot-otot yang menegang karena kesal jadi mengendur dan entahlah, senyum yang tadinya untuk diri sendiri jadi bisa menghangatkan hati dan kemudian siap ditebar ke seluruh ruangan. Haha.

Berbuat salah bukanlah dosa dalam pendidikan. Dari kesalahan seseorang bisa belajar.

Bayangkan jika kita di posisi peserta didik. Dihadapkan pada pendidik yang galak dan suka marah. Selalu cemberut kapanpun dan dimanapun. Di sapa tidak pernah menanggapi, selalu membuang wajah tak peduli. Ditanya baik-baik jawabannya ketus. Bawaannya pasti malas juga masuk kelasnya. Apalagi berniat termotivasi.

Tersenyum tidak akan mengurangi apapun, apalagi kewibawaan pendidik. Eh ada satu sih yang berkurang. Jarak. Jurang pemisah antara pendidik dan peserta didik lah yang dijembatani. Sedemikian hingga, peserta didik merasa dimanusiakan, merasa pantas menerima salam sapa dari pendidik. Prinsip egalitarian yang memandang semua orang sama bagaimanapun status sosial dan ekonominya perlu diterapkan di kelas-kelas Indonesia. Meskipun tetap tanpa melupakan rasa hormat dan santun kepada orang yang lebih tua, apalagi kepada guru: sosok yang digugu dan ditiru.

Gerakan revolusi mental hanya akan terjadi jika masing-masing individu merevolusi mentalnya sendiri tanpa memaksakan kehendak pada orang lain. Dimulai dari kebersihan di hati dan pikiran sendiri, tercermin dari wajah yang cerah dan hangat, dibuktikan dari tutur dan perilaku yang santun. Mari sama-sama memberikan keteladan bagi orang terdekat kita. Khususnya bagi pendidik, tanggung jawab moral kita bukan hanya tentang diri sendiri tapi juga kepada apa jadinya orang lain setelah meneladani kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun