Mohon tunggu...
Anak Ayu Trifebri
Anak Ayu Trifebri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Mahasiswi yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Memahami Stres dan Perilaku Adaptasi Selama Masa Pandemi Covid-19

29 Mei 2020   20:28 Diperbarui: 29 Mei 2020   20:29 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wabah Covid-19 merupakan bencana yang menimbulkan beban psikologis hampir di semua lapisan masyarakat. Ketidakpastian kapan berakhirnya wabah ini pun dapat memunculkan berbagai perasaan tidak menentu bagi sebagian orang. Berbagai perasaan seperti takut, cemas, dan emosi lainnya pun kemudian dapat memicu munculnya stres. Meskipun tidak sampai stres kronis namun kondisi ini tetap perlu diatasi segera, mengingat apabila tidak diatasi segera maka lama kelamaan dapat menimbulkan depresi, serta dapat mengarah pada gangguan psikiatris.

Secara umum, masing-masing individu akan merespon situasi pandemi ini secara berbeda-beda, misalnya dalam menyikapi work from home, ada yang menjadikan lingkungan rumah sebagai stressor, namun ada pula yang menjadikan lingkungan rumah sebagai tempat yang aman. Hal ini tergantung pada faktor individual serta faktor penilaian kognitif individu. Apabila stimulus lingkungan dinilai tidak membahayakan maka stres tidak akan terjadi, namun sebaliknya apabila penilaian kognitif menyatakan bahwa stimulus lingkungan mengancam individu maka hal ini dapat memicu stres dalam individu tersebut.

Selama masa pandemi ini hendaknya kita mampu membuat strategi agar mampu mengatasi stress, yakni salah satunya dengan terus menerus melakukan adaptasi. Selain mampu menghindarkan kita dari berbagai permasalahan psikologis seperti stres, cemas, bosan dll., adaptasi juga dapat mendorong kita untuk menjadi kreatif dan produktif di tengah situasi masa pandemi.

Wohwill menjelaskan bahwa adaptasi adalah suatu pergeseran kuantitatif dalam memberikan penilaian terhadap stimulus yang menerpa individu secara terus menerus. Wohwill juga mengungkapkan bahwa ada tiga kategori untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan, yakni stimulus yang optimal antara stimulus pengindraaan, stimulus sosial, dan stimulus pergerakan (stimulus yang bergerak).

Manusia tidak menginginkan adanya stimulasi yang berlebihan atau kekurangan. Demikian pula dalam dalam menghadapai masa pandemi, meski stimulasi sosial dan terutama stimulus pergerakan akan lebih sedikit dari biasanya, karena segala aktivitas dilakukan di rumah, namun kita tetap perlu mengatur agar stimulus yang ada di sekitar kita menjadi optimal, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit.

Dalam teori adaptasi juga dijelaskan bahwa ada tiga dimensi yang dapat membuat stimulus yang muncul pada seseorang menjadi optimal, yakni pertama intensitas stimulus mengenai manusia ketika berinteraksi dengan lingkungan.

Kedua, keragaman stimulus yang menerpa manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan. Apabila manusia berada pada lingkungan yang kurang memberi stimulasi, maka akan muncul kebosanan. Namun stimulus yang terlalu banyak juga akan menimbulkan kelelahan.

Ketiga, pola stimulus yang dipersepsi yakni meliputi struktur dan kejelasan polanya. Apabila seseorang menerima stimulus dengan pola yang tidak jelas atau sangat bervariasi maka dapat dirasakan sebagai mengganggu.

Misalnya selama beberapa hari ke depan, kita akan terus berkegiatan di rumah, maka kita dapat mengatur intensitas interaksi dengan manusia, dengan mencoba menyamakan persepsi dengan satu sama lain dengan anggota keluarga di rumah, bahwa keadaan pandemi ini sedang dialami banyak orang, meskipun tidak bisa berkegiatan di luar rumah, namun masih ada pilihan-pilihan yang dapat dilakukan bersama, misalnya membersihkan rumah bersama, bermain bersama keluarga, memasak, beribadah bersama, dsb.

Kemudian apabila stimulus yang setiap hari kita lihat di rumah terlalu banyak, kita bisa mencoba melakukan beberapa aktivitas seperti mengurangi barang-barang di rumah yang sudah tidak dipakai, misalnya mengumpulkan baju layak pakai yang sudah tidak dipakai untuk disumbangkan, atau mengajak anak untuk memilah-milah mainan atau buku-buku yang sudah tidak digunakan untuk disumbangkan.

Aktivitas-aktivitas lain juga bisa dipilih sesuai dengan keadaan yang memungkinkan. Sementara apabila stimulus yang ada di rumah terasa lebih sedikit, kita dapat memulai dengan menciptakan stimulus baru yang membuat kita merasa nyaman, misalnya memanfaatkan teknologi untuk mengakses film atau konten yang menarik untuk ditonton bersama. Kesempatan ini juga bisa membantu kita untuk saling berbagi di dalam keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun