Mohon tunggu...
Jia Wang
Jia Wang Mohon Tunggu... Pelajar -

Mahasiswa (yang tertarik dengan) lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mendaki Gunung dengan Baik dan Benar

10 Agustus 2017   13:59 Diperbarui: 10 Agustus 2017   16:18 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maghrib 27 Juli 2017, hujan dan angin badai sedang melanda Ranu Kumbolo. Ratusan pendaki yang ada di lokasi lebih memilih berdiam di dalam tenda masing-masing. Pendaki-pendaki lain yang baru saja datang berteduh di pondok milik warga setempat yang biasa digunakan sebagai tempat peristirahatan para pedagang dan porter. Saya dan kawan saya terpaksa ikut nebeng di pondok  karena malam hari sebelumnya angin badai di Kalimati mematahkan frame tenda kami. Untungnya setelah saya nembung,  penghuni pondok memaklumi. Bersama pendaki-pendaki lain baik yang besoknya mau lanjut mendaki atau turun menyelesaikan pendakian, kami srawung dengan warga.

Di sini saya bertemu (lagi) dengan Cak Yo, salah satu anggota Tim Saver Semeru yang terkenal dengan briefing-nya untuk setiap pendaki yang akan mendaki Gunung Semeru. Tidak berlebihan jika saya bilang bahwa beliau dengan timnya sudah berkontribusi besar dalam menjaga kelestarian Semeru dan mengupayakan keselamatan para pendaki yang datang. Memang sejak 2014, aturan pendakian di Semeru lebih diperketat. Semua calon pendaki diwajibkan mengikuti briefing sebelum memulai pendakian, yang intinya menekankan masalah keselamatan dan kelestarian, khususnya soal sampah yang harus dibawa turun kembali.

Sembari warga dan para pendaki di pondok ngobrol ringan dan berbagi makanan seadanya, saya dan pendaki lain asik mewawancarai Cak Yo. "Saya kadang heran sama pendaki yang kaget begitu saya bilang di gunung ini ada macan. Masa dia belum sadar kalau ini alam liar?" katanya. Oleh Tim Saver, prosedur briefing digagas karena boomingnya tren pendakian gunung saat ini tidak hanya di kalangan pecinta alam. Semua komunitas dari kalangan manapun yang menyatakan dirinya siap bisa mendaki besok atau hari itu juga. Namun minimnya informasi mengenai medan, prosedur keselamatan, etika pendakian, dan pelestarian lingkungan di kalangan tersebut, bisa membahayakan diri si pendaki ataupun membahayakan kelestarian lingkungan gunung.

Prosedur briefing untuk saat ini nampaknya cukup efektif memastikan para pendaki siap dan memahami apa yang akan dihadapi selama pendakian. Standar minimal perlengkapan dan perbekalan pendakian dijelaskan secara rinci, dan pendaki yang belum memenuhi standar bisa membeli atau menyewa di toko-toko sekitar pos Ranu Pani agar bisa mendapat cap rekomendasi ijin pendakian. 

Agak ribet memang, tetapi semua demi keselamatan pendaki agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti hipotermia gara-gara tidak punya sleeping bag. Etika pendakian juga dijelaskan agar seluruh pendaki ikut merasa bertanggung jawab terhadap kelestarian gunung. Sampah yang dihasilkan selama pendakian harus dikumpulkan dan dibawa turun, dan dibuang di tempat pembuangan sampah Ranu Pani sebelum mengambil KTP di pos perijinan. Well, dua jempol tidak cukup untuk mengapresiasi pengelolaan Gunung Semeru.

Mendaki gunung adalah hobi yang sangat baik. Soe Hok Gie dalam catatannya menulis bahwa mendaki gunung adalah sarana untuk pemuda meningkatkan kecintaannya pada tanah air dan bangsanya. Mencermati pernyataan Gie tersebut, sangatlah penting untuk menjaga kelestarian gunung agar generasi selanjutnya pun bisa menikmatinya sebagaimana kita mengagumi keindahannya saat ini. Jangan sampai lupa bahwa area Gunung Semeru adalah zona konservasi yang tidak boleh seenaknya dikotori. BriefingTim Saver selanjutnya tetap bergantung pada tanggung jawab masing-masing pendaki, dan kesadarannya untuk tidak meninggalkan jejak setelah mendaki.

Gunung Semeru bukanlah satu-satunya gunung yang memiliki masalah sampah. Gunung-gunung lain juga menjadi perhatian komunitas pecinta alam dengan mengadakan agenda sapu gunung. Agenda semacam ini seharusnya tidak perlu diadakan, jika seluruh pendaki aware dan bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Mengutip pepatah, waktu terbaik untuk menanam pohon adalah 20 tahun yang lalu, dan waktu terbaik kedua adalah sekarang. Menanam pohon atau tidak buang sampah sembarangan, sama saja. Tidak ada kata terlambat untuk peduli lingkungan. Mari mendaki gunung dengan baik dan benar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun