Masyarakat kembali dikejutkan dengan penangkapan Bupati Kutai Timur, Kamis lalu (2/7/2020), bersama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga berkaitan dengan suap proyek infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur.
Modus yang dilakukan terkait dengan penerimaan hadiah dan janji pemberian pekerjaan proyek infrastruktur. Dalam kasus ini, bupati bersama-sama dengan ketua DPRD diduga menggunakan kapasitasnya masing-masing untuk menggolkan pemenang pekerjaan proyek infrastruktur.
Operasi tangkap tangan ini menjadi menarik, karena merupakan yang pertama terjadi selama masih dalam masa pandemi covid-19, yang ditetapkan menjadi bencana nasional sejak 13 April 2020 lalu.
Ada 2 hal penting yang dapat kita lihat dari operasi tangkap tangan OTT KPK ini. Pertama, terkait dengan frekuensi operasi tangkap tangan dibandingkan perioda yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara yang kedua, terkait dengan faktor pemicu tindakan korupsi pelaku.
Frekuensi OTT KPK
Menilik pada data OTT KPK yang dilaporkan pada Laporan Tahunan KPK Tahun 2019, terdapat 21 operasi tangkap tangan yang telah dilakukan. Dengan sebaran periodanya dimulai pada bulan Januari sampai dengan Oktober.
Jarak antar tiap bulan OTT KPK dalam perioda tahun 2019 juga cukup aktif, dengan rentang terlama dari operasi tangkap tangan sebelumnya hanya maksimal 1 bulan. OTT KPK cukup produktif sejak bulan Mei sampai dengan Oktober. Dimana dalam rentang bulan ini, hampir setiap bulan ada operasi tangkap tangan yang dilakukan.
Kondisi ini tentunya sangat kontras dengan situasi saat ini. Sejak awal tahun, sampai dengan operasi tangkap tangan Bupati Kutai Timur ini, total tangkap tangan dalam paruh waktu tahun 2020, hanya sebanyak 3 kasus.
Jarak antar tiap bulan OTT KPK dalam perioda tahun 2020 juga melambat, dengan rentang terlama dari operasi tangkap tangan sebelumnya sampai dengan 5 bulan.
Instrumen penindakan dalam bentuk operasi tangkap tangan sebenarnya sangat efektif tidak hanya dalam upaya menjerat pelaku tindak pidana korupsi, namun juga sebagai satu sinyal bagi masyarakat umum atas kerja dan kinerja KPK.
Umumnya masyarakat tidak begitu tertarik dengan hal-hal yang sifatnya sangat teknis terkait dengan ragam instrumen penyelidikan dan penindakan yang dilakukan oleh KPK selain OTT.