Mohon tunggu...
Rendi Hendrawan
Rendi Hendrawan Mohon Tunggu... Dosen - https://www.kompasiana.com/aarendi93

LAHIR DI PANDEGLANG 13 NOVEMBER 1993

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hari Ini Milik Kita

19 Maret 2015   22:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:24 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pedangdut Indonesia, H. Mansyur S dalam salah satu syair lagunya mengatakan “…yang lalu biar berlau, lupakan saja semua…”. Kalimat yang lalu biar berlalu, jika dipandang dengan pandangan yang postif akan menjadi sebuah nasihat, tetapi jika kita (Izinkan saya menggunakan kata kita dalam tulisan singkat ini) pandang dengan pandangan yang negatif akan menjadi sebuah bumerang yang akan memnyerang diri sendiri – tak ada orang tanpa masa lalu.

Waktu dalam hidup ini terdiri atas tiga massa, yaitu massa lalu, massa kini dan massa depan. Massa lalu adalah sebuah sejarah, Massa kini adalah kenyataan dan esok adalah massa depan yang masih menjadi sebuah misteri. Massa depan merupakan massa yang berada dialam gaib, karena kita tidak tahu apakah massa depan yang kita dambakan akan datang, karena massa itu belum turun kebumi atau mungkin dimassa itu matahari tidak terbit lagi, yang jelas massa depan itu ada tetapi hari inilah yang kita jalani saat ini, bukan hari kemarin yang telah berlalu dengan segala keburukan dan kebaikannya, dan juga bukan esok hari yang belum tentu datangnya. Hari yang saat ini mataharinya menyinari kita dan siangnya menyapa kita inilah hari kita.

Mengingat dan mengenang massa lalu, kemudian besedih atas nestapa dan kegagalan didalamnya merupakan tindakan bodoh dan gila. Itu sama artinya membunuh semangat, mengubur massa depan yang belum terjadi dan menghapus tekad yang ada dalam diri. Jangan pernah hidup dalam mimpi buruk massa lalu, atau dibawah payung kegelapan masa silam. Selamatkan diri kita dari meratapi massa lalu.

Apakah kita ingin mengembalikan air sungai dihilir kehulu, bayi yang telah dilahirkan keperut ibunya, air mata kedalam kelopak mata dan air susu kepayudara sang bunda? Ingatlah, keterikatan kita terhadap massa lalu, keresahan kita atas apa yang telah terjadi padanya adalah kondisi yang sangat memprihatinkan dan merupakan bencana.

Orang yang berusaha kembali pada massa lalu, tak ubahnya bagai orang yang menumbuk beras yang telah menjadi tepung. Bagi orang yang berpikir, berkas-berkas massa lalu akan dilipat dan cukup ditutup lalu disimpan. Atau diletakkan di dalam rung gelap yang tak tembus cahaya. Demikian itu karena massa lalu telah berlalu dan habis, kesedihan takkan mampu mengembalikannya lagi, keresahan takkan sanggup memperbaikinya, kegundahaan takkan mampu merubahhya menjadi terang dan kegalauan tidak akan dapat menghidupkannya kembali, karena memang ia sudah tidak ada dan telah berlau.

Adalah bencana besar, manakala kita rela mengabaikan massa depan karena disibukan oleh massa lalu. Itu semua sama halnya dengan kita mengabaikan istana yang sangat indah dan megah dengan sibuk meratapi puing-puing yang telah lapuk. Orang yang berpikir jernih tidak akan pernah meratapi dan tidak bersedih oleh massa lalu yang telah tiada dan terlewati.

Jika kita dapat minum air jernih dan segar hari ini, maka mengapa kita harus besedih atas air asin yang kita minum kemarin. Yang lalu biar berlalu, hari inilah milik kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun