Mohon tunggu...
Aksara Alderaan
Aksara Alderaan Mohon Tunggu... Editor - Editor

Aksara Alderaan, seorang penulis fiksi yang sudah menulis beberapa karya, baik solo maupun antologi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hingga Peluit Panjang Berbunyi - Babak 1

25 April 2024   14:30 Diperbarui: 28 April 2024   17:19 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ratusan orang memadati stadion ternama di Solo untuk menyaksikan pertandingan sepak bola antarsekolah yang selalu diselenggarakan setiap tahunnya. Jantungku berdebar ketika melihat banyak orang bersorak-sorai dari tribun penonton. Teman-temanku sesekali meneriakkan namaku dengan lantang, membuat diriku sedikit demam panggung.

Beberapa hari lalu, aku terpilih ke dalam skuat tim sekolah untuk mewakili dalam turnamen antarsekolah tingkat kota. Bersama 22 orang lainnya, aku akan berjuang memperebutkan piala bergengsi yang pernah kami miliki dua tahun lalu. Tepat hari ini, di hadapan ratusan orang, aku akan menunjukkan kualitasku dalam mengolah si kulit bundar. Nomor 14 dan nama Mahesa terpampang di punggungku.

“Kuasai pertandingan, main dari kaki ke kaki, buat peluang bagus!” kobar Bang James, seseorang yang dipercaya menjadi pelatih di tim sepak bola sekolahku.

Perangkat pertandingan menyuruh kedua kesebelasan memasuki lapangan. Sorak-sorai penonton bertambah nyaring di telingaku. Nyanyian pembakar semangat terus dikumandangkan oleh mereka. Aku tak pernah menyangka bisa menjadi 11 pemain utama pada pertandingan perdana ini.

Selepas menyanyikan “Indonesia Raya”, serta berjabat tangan dengan tim lawan dan wasit. Aku dan teman-teman langsung sigap pada posisi yang telah ditentukan oleh pelatih. Diriku berposisi sebagai penyerang depan, yang tugasnya mencetak gol sebanyak mungkin.

Kupanjatkan doa sebelum wasit meniup peluitnya. Ya Tuhan, berikan kemenangan pada hari ini, ucapku. Tak lama wasit pun meniupkan peluitnya. Bola bergulir dari kaki ke kaki, teman-temanku bekerja mencari ruang kosong agar bisa menciptakan peluang. Aku terus bergerak tanpa bola ketika para pengatur serangan menari-nari di atas lapangan.

“Main sabar, main cantik, main bagus,” pekik Bang James dari pinggir lapangan.

2x30 menit sudah terlewati. Sekolahku berhasil memenangkan pertandingan dengan skor telak, 6-0. Meski hanya bermain satu babak saja, aku berhasil memborong dua gol yang diciptakan menggunakan kaki kiri andalanku. Sisanya dikemas oleh Ezra dan Bagas, yang juga berposisi sebagai penyerang.

***

Seusai pertandingan, Bang James langsung menyuruh kami beristirahat di hotel. Karena, dua hari ke depan, kami harus kembali fokus memenangkan pertandingan pada games kedua. Aku memilih berlatih di tempat fitnes yang berada di lobi hotel. Di sana, aku melatih agar massa ototku bertambah. Jujur saja, aku termasuk pemain yang massa ototnya di bawah rata-rata sehingga sering kalah berduel dengan pemain lawan yang berotot lebih dariku.

Di tempat fitnes, aku berlatih hingga pukul 19.00 WIB karena harus kembali berkumpul untuk makan malam. Aku beranjak ke sebuah restoran kecil di hotel, yang digunakan sebagai tempat makan. Para pramusaji telah menghidangkan makanan bergizi yang tentunya bermanfaat bagi kami, yang sedang mengikuti pertandingan olahraga.

“Makan yang cukup, nutrisi di hotel ini sangat bergizi untuk kalian yang sedang mengikuti pertandingan olahraga,” ungkap Bang James.

Selain para pemain dan jajaran pelatih, ada pula tim perlengkapan yang beranggotakan beberapa pengurus OSIS, termasuk Kiandra, perempuan yang sedang kutaksir sejak beberapa bulan belakangan ini.

Namun, bukan hal mudah untuk mendekatinya. Ia sangat jutek kepada lelaki yang mencoba mendekatinya. Maklum saja Kiandra adalah siswa berprestasi di sekolah yang mengutamakan pendidikan ketimbang asrama. Meski begitu, ia juga manusia biasa, yang memiliki rasa suka terhadap lelaki yang didambakannya, yaitu Nathan, kapten dan kiper tim sekolahku.

Menurut informasi yang beredar, Kiandra sangat menyukai Nathan karena ketampanannya, berbeda denganku yang jauh dari kata tampan. Selain itu, diriku hanyalah pemain beruntung yang masuk ke dalam tim ini, meskipun pada pertandingan pertama aku berhasil mencetak dua gol sekaligus.

“Nathan, ini aku bawain minuman buat kamu,” ujar Kiandra kepada Nathan yang sedang menyantap makanannya.

“Makasih, Kiandra. Gua udah ada minuman, nih, buat yang lain aja, deh,” pungkas Nathan menolak dengan halus.

“Sekali-kali, terima pemberian aku, dong. Kemarin aku beliin handuk aja kamu nolak, sekarang cuma beli minuman masa juga ditolak sih,” keluh Kiandra.

“Lagian gua nggak pernah minta apa pun dari lu, jadi gua nggak berhak juga buat nerima apa pun dari lu, Ki.”

“Udah mendingan minumannya buat Mahesa aja, dari tadi dia belum dapet minum, tuh,” potong Gilang mengambil minuman yang berada di tangan Kiandra.

“Gilang! Balikin minumannya, itu bukan buat Mahesa!” teriak Kiandra kesal.

Aku yang melihat sedikit pertengkaran itu hanya menggeleng-gelengkan kepala. Meski Gilang berusaha mendekati diriku dengan Kiandra, namun aku merasa apa yang dilakukannya tidak akan ampuh untuk menarik perhatian Kiandra kepadaku.

***

Lima bulan yang lalu....

Aku merasa inilah saatnya diriku mengungkapkan perasaanku kepada wanita yang kutaksir, Kiandra. Sudah lama aku berharap menjadi kekasih hatinya, meski sejauh ini belum ada respons positif darinya mengenai perasaannya kepadaku. Segala persiapan telah ku-handle, bahkan diriku meminta bantuan Ezra dan Gilang agar dapat memperlancarkan aksi ‘penembakan’ ini. 

“Ezra, gua minta tolong banget bantuan lu, ya, terus Gilang juga tolong atur semua yang gua kasih tau tadi,” tuturku. 

“Siap!” sahut Ezra dan Gilang bersamaan. 

Selanjutnya aku beranjak pergi ke suatu tempat yang telah direncanakan. Aku tahu bahwa Kiandra akan datang ke tempat ini untuk mengambil sesuatu. Tentu saja hal ini sudah kuamati sejak lama mengenai aktivitasnya di sekolah. Belum ada lima menit, Kiandra akhirnya datang. Ia belum mengetahui keberadaanku karena masih bersembunyi. 

Dirasa telah tepat, akhirnya kuberanikan menampakkan diri. Kiandra begitu terkejut dengan kehadiranku. “Mau apa lu? Jangan macem-macem, ya!” 

“Tenang, Ki. Gua nggak macem-macem, kok,” ujarku dengan jantung yang berdebar, “gua ke sini karena ada yang mau dibicarakan sama lu.”

“Apa!?” tegasnya. 

“Gua suka sama lu, Ki. Sejak lama, saat pertama kali kita sekelas bareng,” ungkapku serius.

Kiandra terkejut bukan main. Ia sangat tidak percaya dengan apa yang kukatakan, bahkan menyuruhku untuk mengulang kata-kataku barusan. 

“Gua serius,” ucapku. 

“Tapi, maaf, nih, ya, bukannya gua jahat sama lu, soalnya gua nggak ada perasaan sama lu, Sa. Gua cuma suka sama satu cowok aja di sekolah ini,” pekiknya menghancurkan hatiku. 

“Kalo boleh tau, siapa cowok itu, Ki?” 

“Nathan,” jawabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun