Mohon tunggu...
Asian African Reading Club
Asian African Reading Club Mohon Tunggu... lainnya -

Asian African Reading Club berdiri di Bandung, tanggal 15 Agustus 2009. Bertempat di Museum Konperensi Asia Afrika, Jl. Asia Afrika 65 Bandung. Sebuah komunitas yang hendak memaknai spirit Bandung dan nilai-nilai konperensi Asia Afrika 1955 untuk diaktualisasikan dalam konteks kekinian, termasuk mengkaji potensi sosial budaya bangsa-bangsa Asia Afrika. Komunitas ini memiliki visi sebagai kelompok referensi bagi tumbuhkembangnya nilai-nilai Konperensi Asia Afrika. Adapun nilai termaksud, diantaranya adalah niat baik, kerjasama, kesetaraan, dan hidup berdampingan dengan damai (peaceful co-existence). Aktivitas yang dilakukan meliputi : - Tadarusan Buku (Diskusi) Setiap Hari Rabu bertempat di Ruang Audiovisual Museum Asia Afrika, setiap pukul 5 sore sampai 8 malam. - Penerbitan Buku - Napak Tilas - Musik dan Sastra. Kontak Kami di no: - 085871211106/ - 085722638505

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Posisi Politik Sukarno Tahun 1933 Vis a vis Belanda

8 Maret 2013   03:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:08 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berdjoang untuk Masa Kini dan Masa Depan


Ada dua golongan pergerakan di Indonesia yang disindir oleh Soekarno dalam artikelnya berjudul Reform Actie dan Doels Actie. Reform Actie, tipe gerakan macam ini menurut Soekarno adalah tipe gerakan yang beraksi untuk kepentingan saat ini saja (jangka pendek), seperti aksi menuntut turunnya pajak dan tambahnya sekolahan. Turunnya pajak untuk turunnya pajak semata dan tambahnya sekolah untuk tambahnya sekolah semata. Tidak mau mementingkan aksi maksud tertinggi seperti aksi Indonesia Merdeka dan tumbangnya tatanan dunia yang Kapitalistik. Yang kedua, Doels Actie, adalah pergerakan yang hanya mementingkan aksi besar yaitu Indonesia Merdeka dan tumbangnya tatanan dunia yang Kapitalistik seraya tidak mau tau aksi kecil-kecilan seperti yang dikerjakan kaum reformis.


Tentang Doels Actie yang disindir Sukarno sebagai gerakan yang maunya lompat saja pada situasi ketumbangan imperialisme-kapitalisme tanpa hirau pada pentingnya upaya kecil-kecilan mendarahdagingkan kesadaran perlawanan tanpa kenal damai pada massa, rupanya senada dengan sub judul dalam bukunya Martin Suryajaya “Materialisme Dialektis” berjudul Moral Revolusi dan Komunisme Surgawi.


Bahwa gerakan yang bercorak Doels Actie (dalam bahasa Martin, Kaum Otonomis) biasanya gerakan yang sukanya mengisolir diri di tempat yang jauh dari riuh rendah, dan carut marutnya tatanan sosial, ekonomi dan politik. Mereka mengambil posisi aman di tempat terjauh yang tidak ada orang mau mengusik keasikannya bergumul dengan cita-cita adiluhung yang mereka yakini. Sebut saja mereka terobsesi pada cita-cita murni tanpa mau menapaki langkah demi langkah perdjoangan kecil-kecilan masuk ke gelanggang perdjoangan politik dan ekonomi yang ada di sekeliling mereka.


Di gelanggang politik, mereka adalah sekelompok orang yang sukanya menutup mata saja pada situasi realpolitik yang ada. Karena bagi mereka, perdjoangan politik adalah sebentuk kompromi dengan kaum borjuis yang menguasai negara. Total distrust pada politik adalah satu-satunya ideologi politik yang benar buat mereka. Seperti kata Martin, Marx menyebut mereka sedang mengoprasikan satu mode indiferentisme politik: “Demikian telah jelas bahwa tendensi kaum otonomis kontemporer untuk mereduksi ekonomi ke politik pada akhirnya justru bermuara pada indiferentisme politik, pada sikap apolitis. Sebabnya jelas : begitu ekonomi dibaca secara politis tanpa melihat materialitas yang mendasarinya namun sekaligus politik riil ditolak karena penuh representasi, maka kesimpulannya tak lain adalah sembunyi ke dalam imajinasi politik yang akan berakhir dalam politik imajinasi, dalam politik sebagai hobi dan kenalakalan remaja”.


Dalam konteks mewujudkan perdjoangan masyarakat yang tanpa kelas, misalnya di ranah gagasan mereka telah mendistorsi ajaran Marx tentang diktator proletariat. Negri berargumen, dengan menapaki jalan sosialisme sesungguhnya kita sedang mengafirmasi kapitalisme juga, kapitalisme monopoli-negara. Oleh karenanya revolusi sosialis dan diktator proletariat mesti dilompati saja dan kita langsung membentuk komunisme. Caranya dengan memplesetkan ajaran Marx tentang pembebesan kerja jadi pembebasan dari kerja. Karena kerja pula dianggap representasi dari kapitalisme. Karena banyak menolak riil situasi akhirnya mereka tak melakukan apa-apa untuk mengupayakan emansipasi secara material, emansipasi bagi mereka hanya sebatas afirmasi diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun