Mohon tunggu...
Asian African Reading Club
Asian African Reading Club Mohon Tunggu... lainnya -

Asian African Reading Club berdiri di Bandung, tanggal 15 Agustus 2009. Bertempat di Museum Konperensi Asia Afrika, Jl. Asia Afrika 65 Bandung. Sebuah komunitas yang hendak memaknai spirit Bandung dan nilai-nilai konperensi Asia Afrika 1955 untuk diaktualisasikan dalam konteks kekinian, termasuk mengkaji potensi sosial budaya bangsa-bangsa Asia Afrika. Komunitas ini memiliki visi sebagai kelompok referensi bagi tumbuhkembangnya nilai-nilai Konperensi Asia Afrika. Adapun nilai termaksud, diantaranya adalah niat baik, kerjasama, kesetaraan, dan hidup berdampingan dengan damai (peaceful co-existence). Aktivitas yang dilakukan meliputi : - Tadarusan Buku (Diskusi) Setiap Hari Rabu bertempat di Ruang Audiovisual Museum Asia Afrika, setiap pukul 5 sore sampai 8 malam. - Penerbitan Buku - Napak Tilas - Musik dan Sastra. Kontak Kami di no: - 085871211106/ - 085722638505

Selanjutnya

Tutup

Money

CINTA, PERSAHABATAN DAN KEJUJURAN BANGSA

2 Maret 2013   01:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:28 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai hari ini. Telah banyak sekali yang pergulatan berpikir untuk membaca dan menggali kembali pertimbangan-pertimbangan renik mengenai detail sebuah realitas masa yang telah tertinggal di belakang yang kita tidak asing lagi, sesederhananya kita sebut saja bahwa telah banyak seseorang atau sekelompok orang berbondong-bondong menuju banyak tempat dan mulai melakukan berbagai aktivitas yang terkait dengan hal tersebut. Usaha untuk mengakrabinya lagi dengan caranya sendiri. Dan pasti  ada orang berpolah: baru mengetahuinya? Kemana saja si Fulan ini?

Khususnya ketika kita berkunjung ke museum, perpustakaan atau galeri. Sebentar, ada apa dengan museum, perpustakaan dan galeri? Apa hubungannya dengan museum, perpustakaan dan galeri? Panjang penjelasannya, pokoknya yang terhubung dengan arah tulisan ini ada pada pola pikir. Seseorang dengan bakat atau kesukaannya pada hal tertentu barangkali memahami hubungan ini. Tapi hubungan ini tidak terkait secara terpusat. Bakat atau kesukaan; keterasingan kita pada bangunan museum, perpustakaan atau galeri; keakraban seseorang pada satu hal dan pada judul catatan ini adalah materi untuk yang hendak dijelasciptakan entitas barunya serta jangan terlalu yakin dengan kepastiannya. Barangkali sebuah perbaharuan dari hal yang telah ada atau sekadar mengada-ada saja itu terserah duduk bercarapandang untuk menyikapinya. Cinta kita pada bangsa, persahabatan kita dengan yang sebangsa atau dengan mereka yang taksebangsa. Pula kejujuran kita dalam berbangsa dan lagi sebagai warga dunia yang sudah terlampau rumit ini. Hal itu adalah bagian dari materi untuk terciptanya hal bijak baru dalam menyikapi kondisi terkini di keseharian, semoga saja. Tentunya untuk sikap kita dalam bersahabat di dunia yang makin takberbatas ini.

Dan di sini kita tidak sedang berusaha mengecilkan atau membanggakan secara berlebihan nama orang, kelompok atau sebuah peristiwa. Kita sedang berusaha mengakrabi hal silam yang memperingatkan kita tentang kepedihan dan teriak marah mereka yang tertindas secara batin maupun fisik. Mengakrabinya dengan bijak dan takmemihak. Berusaha mencintai, bersahabat dan jujur sebagai warga bangsa, warga dunia untuk kebaikan semua. Perdamaian untuk hidup secara berdampingan. Masa lalu tidak harus dan tidak boleh sampai terulang. Timur Tengah, bagian dari Asia, Afrika Eropa dan Amerika adalah bagian yang terpisahkan jarak, samudera dan ideologi. Kenapa kita berselisih? Apalagi pada ujungnya hanyalah bakul nasi, untuk apa korbankan jiwa takbersalah hanya karena bakul nasi!

Sekali lagi, menurut orang tua dulu mah, apapun yang diusahakan manusia untuk dirinya pada akhirnya eusi peujit menjadi bagian yang diprioritaskan. Tidak terbantahkan hal sederhana itu menjadi bagian utama. Karena manusia untuk segala halnya memerlukan perangkat hidup yang rumit dan selalu berevolusi. Dari perkakas batu yang digunakan untuk membuat api pada masa prasejarah sampai gadget super canggih yang mampu menyederhanakan keinginan manusia dalam satu jentikan jari. Dengan perangkat itu yang proses manufakturnya memerlukan kekuatan pola pikir yang super cerdas.

Seimbang dengan prosesnya, usaha manusia untuk bakul nasi tidak semudah itu. Terkadang manusia punya perangkat lain di dirinya yang bersifat natural. Perangkat alami itu adalah pola pikir itu sendiri dan apa yang dirasakannya: baik dan buruk. Dengan perangkat alami ciptaan yang tidak dapat ditiru secara sempurna itu manusia mampu lakukan apapun. Bahkan untuk segala cara dalam pemenuhan tujuan itu manusia terkadang tidak sungkan mengabaikan perasaannya. Perasaan yang merupakan perangkat alami untuk penyeimbangan proses hidup. Pada hal ini yang menjadi bagian di mana manusia lupa bahwa usahanya itu berada di lingkungan yang penuh dengan perangkat alami lain yang dimiliki oleh pribadi-pribadi yang sama dan memerlukan tujuan yang sama: bakul nasi. Pesan yang tersirat adalah bagaimana pengelolaannya penuh cinta, persahabatan dan kejujuran. Karena ibarat hidup dalam satu keluarga, perlulah perhatian bahwa hidup manusia bukan hidup sendirian. Tetapi di satu sisi ia harus memberi nafkah untuk dirinya, tetapi ia pun harus bersiap untuk memberi di kala melihat bagian dari dirinya berkekurangan.

Gun (Content Provider)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun