Mohon tunggu...
Aqida Shohiha
Aqida Shohiha Mohon Tunggu... Bloger & Content Writer -

penulis tetap aqied.site

Selanjutnya

Tutup

Money

Spesialnya Laporan Dana Zakat Bank Syariah

24 Februari 2017   02:40 Diperbarui: 24 Februari 2017   12:00 4231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertumbuhan bank syariah di Indonesia kian tahun kian meningkat. Meski demikian total aset industri keuangan syariah masih belum cukup menggembirakan. Dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia yang mampu menembus 10 kali lipatnya. Tentu sedikit aneh mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di Dunia. Market share perbankan syariah pun cukup kecil, belum beranjak dari 5% di usianya yang jelang seperempat abad ini.

Dikenalnya bank syariah di Indonesia, berawal pada 1992 kala Bank Muamalat Indonesia berdiri pertama kalinya. Berlanjut dengan disahkan UU No 21 tentang Perbankan Syariah, berdiri pula Bank Syariah Mandiri di tahun yang sama. Disusul berdiri pula berbagai Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah maupun BPRS setelahnya. Hingga Desember 2016, tercatat 13 Bank Umum Syariah, 21 UUS dan 166 BPRS tersebar di Indonesia. Secara pertumbuhan, angka angka ini tentu positif. Sayangnya masih sangat jauh jika dibandingkan potensi yang ada. Bahkan nasabah  bank syariah hanya 18 juta an, kurang dari 10% rakyat negri ini. Itu juga belum dihitung berapa nasabah dengan status tabungan dormant atau tidak aktif.

Perbankan syariah rupanya belum cukup familiar di masyarakat kita. Jangankan ragam istilah, ketentuan dan perhitungan njelimetnya. Overview umum atau perbedaan mendasarnya saja, masih belum cukup jelas di kebanyakan kita. Tidak sedikit penelitian pada skripsi, tesis dan karya tulis lainnya yang membahas soal pengetahuan masyarakat terhadap perbankan syariah. Silahkan kunjungi perpustakaan-perpustakaan kampus yang kini juga turut berlomba-omba membuka program keuangan syariah.

Artikel pendek ini tidak sedang membahas satu per satu produk, akad, maupun perhitungan njelimetperbankan syariah. Bahwa turut membesarkan bank syariah tidak haru menunggu mengerti sepenuhnya semua fatwa DSN. Tidak pula harus menghafal seluruh PSAK tentang perbankan syariah. Tak pula harus hafal setiap jenis produk, akad berikut perhitungan setiap produknya.

Bahwa ada satuhal yang ada di bank syariah namun tak bisa ditemukan pada bank konvensional. Satu hal itu bernama Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat.

Kewajiban Bank Syariah dalam mempublikasikan Laporan Zakat ini sebagaimana pada Peraturan BI No. 14/14/PBI/2012. tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank. Seluruh Bank baik konvensional maupun syariah wajib menyusun Laporan Keuangan Tahunan meliputi:

  • Laporan Posisi Keuangan
  • Laporan Laba Rugi Komprehensif
  • Laporan Perubahan Ekuitas
  • Laporan Arus Kas
  • catatan atas laporan keuangan

Sementara khusus bank syariah, wajib pula menyampaikan:

  • Laporan sumber dan penggunaan Dana Zakat, Infaq dan Shadaqah
  • Laporan SUmber dan Penggunaan Dana Qardh, dan
  • Laporan Perubahan Dana Qardh.

Secara umum, dana Zakat yang dilaporkan oleh bank syariah, tentulah bisa dari internal bank maupun eksternal bank. Yang menjadi highlightkemudian adalah dana zakat dari internal bank syariah.

Menyusun laporan keuangan zakat ini, sudah tentu sepaket pula dengan publikasi laporan laba rugi perusahaan. Dari sini dapat dilihat bahwa Bank Syariah tentunya WAJIB membayar 2,5% zakat dari laba yang dihasilkan perusahaan. Sesuatu yang hanya bisa ditemukan pada laporan keuangan bank syariah. Apakah tidak mungkin lembaga non syariah membayar zakat? tentu saja sangat mungkin. Hanya saja aturan mengenai kewajiban pelaporan tentu tidak seketat dan teraudit yang dilakukan bank syariah.

Setelahnya, mari berhitung zakat dari internal masing-masing bank syariah.

Sebut saja Bank Syariah terbesar di Indonesia. tahun lalu membukukan laba 325 Milyar rupiah. Berarti 1 bank ini jika asumsi membayar zakat sebesar 2,5%  maka senilai 8,125 Milyar. Ini baru dari 1 bank. Sementara menurut Statistik Perbankan Syariah 2016 yang dirilis OJK, mencatat laba bersih bank umum syariah sebesar 2.949 Milyar rupiah. Ini berarti ada dana zakat sebesar 73,72 Milyar rupiah.

Jika setiap masjid membutuhkan dana 737,2 juta di tiap pendiriannya, dana ini sanggup mendanai pendirian 100 masjid di seluruh nusantara. Jika digunakan untuk menyantuni setiap fakir miskin senilai 737,2 ribu setiap orangnya (lebih besar dari BLT ya?), akan ada 100.000 fakir miskin yang menerima.

Bayangkan jika bank syariah memiliki laba dua kali lipat atau empat kali lipat dari sekarang. Atau berapa zakat yang dapat dihimpun jika laba bank syariah setara dengan bank konvensional yang membukukan trilyunan rupiah setiap tahunnya.

Ini baru dari bank umum syariah saja. Sementara Bank Pembiayaan Rakyat Syariah se Indonesia sesuai Statistik Perbankan Syariah, menghasilkan laba sekitar 195 Milyar rupiah. jika asumsi zakat 2,5% dari laba, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 4,875 Milyar rupiah. Tidak perlu lagi saya jabarkan apa saja yang mungkin bisa dilakukan dengan dana zakat ini, bukan?

Angka yang kelihatannya besar ini, tentu saja belum maksimal jika dilihat potensi yang ada di Indonesia. Bagaimana jika keuntungan bank syariah seperti keuntungan bank bank konvensional yang menyentuh angka trilyunan. Akan ada berapa banyak zakat yang dapat dikumpulkan?

Bagaimana jika aset perbankan syariah di Indonesia tak lagi hanya 245 Trilyun? Tentu BAZNAS tak lagi bingung dengan jauhnya gap antara perolehan zakat dengan dana zakat yang terkumpul. Atau andaikan jika bank konvensional yang membukukan keuntungan trilyunan itu adalah bank syariah. Pelaporan Laba, dan Zakat dengan sangat transparan wajib dipublikasikan. 2,5% laba tentunya juga akan jauh melesat lebih besar dari yang bisa dikumpulkan bank-bank syariah sekarang.

Istimewanya Laporan Zakat pada bank syariah ini, juga menampilkan bahwa tak hanya zakat dari internal bank saja. Bank syariah diperbolehkan untuk menerima dana zakat dari pihak lain, untuk kemudian disalurkan sesuai ketentuan zakat  dan prinsip syari’ah. Jika menilik laporan-laporan keuangan bank syariah, kenyataannya zakat dari [ihak eksternal yang disetorkan melalui bank juga cukup besar.

Terlepas dari baru adanya 13 Bank Umum Syariah di Indonesia dan 21 Unit Usaha Syariah, turut membesarkan bank syariah dan memberi kontribusi margin bagi bank, secara tidak langsung turut pula membantu perolehan zakat di negri ini. Hanya perbankan syariah yang oleh pemerintah diwajibkan membuat laporan publikasi zakat secara berkala se transparan ini. Hanya perbankan syariah dan bukan perbankan yang lain, yang dalam setiap keuntungannya yang dilaporkan, wajib pula melaporkan penyisihan zakatnya secara transparan dan terpublikasi pada masyarakat. Hanya perbankan syariah, di luar laporan dana kebajikan dan sosialnya, wajib pula menyusun Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat secara terpisah meski tujuannya sama-sama untuk kebajikan.

Tugas siapa lagi untuk ikut serta membesarkan? sebisa yang dapat kita lakaukan, sebisa kontribusi kita, walau sekecil apapun, dalam setiap kontribusi keuntungan, ada hak-hak para mustahiq yang dapat kita cek selalu laporan sumber dan penggunaannya.

*penulis adalah mahasiswa pascasarjana ekonomi syariah, UIN Sunan Kalijaga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun