Mohon tunggu...
Aan Hartono
Aan Hartono Mohon Tunggu... Administrasi - Perencana

Pemerhati Sosial Ekonomi, tinggal di Kab.Malinau Kaltara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenal Wanita-wanita Tangguh di Pasar Inai

13 Oktober 2017   10:06 Diperbarui: 13 Oktober 2017   14:53 1966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa tidak kenal Susi Pudjiastuti. Wanita tangguh pemilik maskapai perintis Susi Air yang kini menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Susi yang hanya lulusan SMP ini memulai bisnisnya dari jual beli ikan di Pangandaran Jawa Barat. Bukan kemudahan yang ia hadapi dalam kehidupan bisnisnya. Lika-liku berjualan ikan ia jalani hingga akhirnya ia mampu membeli pesawat untuk mengangkut ikan dan hasil laut lainnya ke kota.

Kisah inspiratif wanita Indonesia lainnya yang setara ketangguhannya dengan Susi banyak tersebar di daerah-daerah lain. Perlu berlembar-lembar halaman untuk menuliskannya. Di Pasar Inai  Malinau salah satunya. Inai merupakan Bahasa Dayak Kenyah yang dalam Bahasa Indonesia berarti Ibu. Sesuai dengan sebutannya, Pasar Inai memang tempat berjualan kaum ibu. Sayur-sayuran segar khas masyarakat Dayak Malinau tersedia di sini. Semuanya adalah hasil pertanian anorganik. Tanpa pupuk kimia maupun pestisida.

Hari Kamis (12/10) kemarin saya mencoba berdiskusi lebih jauh dengan Inai-inai yang berjualan, Saya ingin menggali lebih dalam, keseharian Inai-inai ini termasuk kehidupan anak-anak mereka.

Inai pertama yang saya temui bernama Injan Leko, wanita paruh baya dari Desa Wisata Setulang yang memiliki 6 orang anak hasil perkawinannya dengan Lakang Ipa (48).

Seperti biasa sore Kamis itu Injan menggelar dagangannya di Pasar Inai. Ia bersama temannya dari Setulang mulai melapak pkl. 15.00-21.00 WITA. Sayuran khas warga Dayak terikat rapi dan teronggok di atas meja beton berkeramik putih. Sambil menunggu pembeli, Injan bercerita tentang kesehariannya di rumah. Injan bersama suaminya mengaku hanya hidup sebagai petani. Semua hasil kebunnya ia jual di Pasar Inai. Dalam sekali melapak ia mendapatkan uang paling sedikit Rp. 300 ribu. Namun pada Kamis ini ia mendapatkan lebih dari 500 ribu karena ada pembeli yang memesan lesung kecil untuk menumbuk sayuran. Ia membeli lesung itu dari tetangganya di Setulang.

Raut kebanggaan seketika memancar dari mukanya pada saat ia bercerita tentang anak pertamanya yang masih kuliah di sebuah akademi pariwisata di Kota Jogja. Dari penuturan Injan, ia menyebut angka 300-600 ribu setiap bulan uang yang dikirmkan ke Jogja untuk biaya hidup anaknya. Injan berharap, usai lulus kuliah nanti, anaknya bisa mendukung dunia pariwisata di desanya yang sejak beberapa tahun lalu ditetapkan oleh Pemda Malinau sebagai desa wisata.

Wanita kedua yang saya temui adalah Ladi Megang (48). Sama halnya dengan Injan, Ladi yang tinggal di Desa Setulang bersama suaminya Mudi ipui (50) berprofesi sebagai petani. Namun disela mengurus ladangnya, Mudi setiap hari Senin dan Kamis pergi berangkat mencari ikan di Sungai daerah Setulang. Siang hari, ikan hasil tangkapannya dijual di Pasar Inai. Ladi mengaku bisa mendapatkan uang 400-600 ribu dari hasil jualan sayur dan ikan.

Ladi Megang, Setia Menunggu Pembeli|Dokumentasi pribadi
Ladi Megang, Setia Menunggu Pembeli|Dokumentasi pribadi
Ladi memiliki 6 anak, 3 laki-laki dan 3 perempuan. Anak pertamanya Elvina (20) kuliah teknik sipil semester 6 di Universitas Kaltara, sedangkan anak keduanya baru saja masuk kuliah di Universitas Borneo mengambil jurusan pertanian. Setiap bulan, Ladi mengirimkan uang 300 ribu ditambah sekarung beras ukuran 20 kg untuk masing-masing anaknya.

Wanita tangguh ketiga yang saya temui adalah Serah Utang (48). Serah lahir di Long Saan dan pindah ke Setulang ketika umurnya menginjak 9 tahun. Seperti kedua inai sebelumnya, Serah bersama suaminya Laing (52) juga berprofesi sebagai petani. Serah memiliki 6 anak, 4 laki-laki dan 2 perempuan. Anak pertamanya baru saja menyelesaikan ujian skripsi dan masih menunggu wisuda di Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda. Sedangkan anak keduanya baru masuk semester 2 di Univeristas Mulawarman mengambil jurusan ilmu komputer.

Serah, Petani Sekaligus Pedagang di Pasar Inai| Dokumentasi pribadi
Serah, Petani Sekaligus Pedagang di Pasar Inai| Dokumentasi pribadi
Serah bersyukur, di Samarinda ada asrama mahasiswa yang dibangun Pemda Malinau. Jadi kedua anaknya tidak perlu tinggal di tempat kost. Setiap bulan ia mengirim uang 300 ribu untuk masing-masing anaknya. Bagi Serah, keluarganya biasa hidup hemat dan yakin anaknya di Samarinda dapat mengatur pengeluarannya dengan baik.

Tiga kisah inai yaitu Injan, Ladi dan Serah bisa menjadi insprasi bagi masyarakat lainnya. Ketiganya sama-sama bekerja sebagai petani, ketiganya juga pedagang di Pasar Inai. Dari hasil bertani dan berdagang sayur, ketiganya tidak hanya mampu menghidupi keluarganya tetapi juga mampu menyekolahkan anak-anaknya ke bangku kuliah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun