Mohon tunggu...
Aan
Aan Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA AKHRI DI JURUSAN BAHASA DAN SENI

Menulis ilmiah, menulis prosa, menulis puisi, main teater, suka tidur dan diskusi

Selanjutnya

Tutup

Seni

Palu, Kesenian yang Mandul?

15 Juli 2023   01:24 Diperbarui: 15 Juli 2023   01:28 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dewasa ini, ada pergeseran pola kehidupan dalam berkesenian. Maksudnya adalah orientasi (yang katanya kaum seniman) dalam menjalani hidup berkesenian. Anggapan tersebut muncul sebab ada gejala yang timbul, yang kian berkembang, bahwa kesenian menjadi murahan ditinjau dari beberapa medan. Pertama, kesenian yang mandul, tidak berketurunan, kalaupun berketurunan pastilah dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja, bukan hal yang luar biasa, mengapa? Sebab jika ia berketurunan tidak bisa menghidupi keturunanya, terbukti dengan penyedian anggaran yang tidak memadai. Makanya (gerangan) kesenian memilih untuk lebih baik mandul ketimbang berketurunan. Kedua, bukan hanya masalah biaya hidup dan dana penyelenggaraan kegiatan, melainkan dana yang di keluarkan oleh si seniman dan kelompok seniman untuk mengobati kesehatan (gerangan) kesenian yang mandul tidaklah memberi dampak yang buas. Ketiga, sementangpun ada kegigihan untuk peka terhadap kesenian tapi nyatanya hari ini keseninan masih dipandang sebelah mata, bahkan kadang kala tidak dipandang sama sekali.

Penjelasan-penjelasan di atas telah jelas dikemukakan bahwa ada suasana kerja kolektif dalam kesenian tidak menemu titik paling dasarnya yaitu fenomena mendikotomi kesenian. Hal ini lumrah terjadi karena mengabaikan hal yang paling dasar dalam pola kerja kolektif berkesenian, misalnya mengabaikan: 1) mengandalkan sosok individu maestro sebagai pusat otoritas dan pembuka akses terhadap sumber daya dan sumber dana yang diperlukan bagi keberlangsungan sanggar; 2) setiap seniman yang berhimpun di sanggar berlaku sebagai anggota yang belajar kepada sang maestro; dan 3) memiliki sistem pembagian kerja yang dikelola secara kekeluargaan. Kepelakuan seni, dengan demikian, memiliki empat ciri sekaligus: kekeluargaan, edukasional, hierarkis, dan berfungsi sebagai unit ekonomi.

Uniknya, dalam berkesenian, sangat biasa apabila menemukan penolakan (ketidakterbukaan) atau terjadi individualisme dalam proses berkesenian yang sesungguhnya tidak terelaborasi dalam diskursus yang sehat tentang ruang alternatif yang menandai kehadiran kolektif-kolektif seni itu sendiri. "ruang alternatif" yang dimaksudkan misalnya, apa yang diketengahkan adalah pertentangan antara ruang arusutama dalam upaya untuk menemukan titik temu untuk menjaga kemandulan (gerangan) kesenian.

Mengapa kesenian dipandang murah dan remeh hari ini? Atau mengapa kesenian jadi mandul dan bahkan ingin dikebiri hari ini? Salah satu sebabnya adalah karena dampak pola pikir pelaku (yang katanya kaum seniman) itu sendiri. Pihak lain dengan pandangan (yang katanya kaum seniman) bahwa kesenian hanya bersifat komersial dan lain pihak dengan pandangan ruang alternatif yang lebih eksperimental atau bahkan muncul pihak baru dengan pandangan bahwa kerja kolektif dalam kesenian cenderung mengartikan sebagai suatu praktik yang didasari semangat bermain, sebagai pemain semata, tanpa sadar bahwa telah dipermainkan. Misalnya pihak yang mau diarahkan begitu saja oleh birokrasi  (pemerintah) bahwa dunia kesenian adalah dunia dagang, artinya dalam suatu kegiatan kesenian, semangat kualitas itu muncul dan menonjol kalau untuk kepentingan dagang dan pasar.

Kesenian itu bukan sekadar dominasi modal, pencapain, atau bahkan kerja-kerja kolektif sekalipun, tetapi juga kepada pola pikir dan pengetahuan pelaku (yang katanya kaum seniman) terhadap kesenian itu sendiri. Supaya kesenian tidak hanya bicara tentang kepentingan komersial, ivent, panggung, pertunjukan dan seterusnya. Akan tetapi lebih dari itu, bagaimana kesenian memiliki keutuhan dirinya sendiri, ada semacam kualitas yang didasari oleh pengetahuan dalam proses  ber-kesenian.

Kesenian akan selalu mendapatkan tantangan dan masalahnya sendiri, mandul misalkan. Tinggal bagaimana kita (yang katanya kaum seniman) mempertahankan-memperlihatkan kualitas dalam ber-kesenian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun