Memasuki usia 26 tahun, sempat galau dengan statusku yang masih jomblo. Teman satu SD, satu SMP, bahkan satu SMA mayoritas sudah berumah tangga. Ada juga teman yang bahkan sudah memiliki anak sampai tiga.
Sambil menunggu jodoh itu tiba, aku selalu mendengarkan lagu-lagu pop yang berbau romantis. Dari lagu janji Suci yang dinyanyikan Yovie and Nuno, Munajat Cinta Ahmad Dani serta lagu-lagu romantis yang dinyanyikan grup band Ungu, Ada Band, Vierra, ST12, Rossa, Peterpan, BCL, Letto, atau musisi lainnya.
Aku sempat meminta ibu untuk mencarikanku jodoh, awalnya aku dijodohkan pada seorang santri. Namun, karena santri tersebut memiliki keinginan untuk naik haji terlebih dahulu, aku tidak mau lama menunggu tanpa kepastian.
Esoknya, saat aku menemani kakak berjualan pulsa di depan rumah, ada sales assesoris yang biasa mengirimkan kartu perdana, carger, atau vocer. Namanya Cecep Bustomi orang Jasinga. Aku mengenalnya karena saat A Cecep mengisi orderan assesoris, pas kebetulan aku ada di depan rumah sambil cuci mata. Â
Kakak, melontarkan candaan kepada A Cecep. Obrolan pun dimulai.
"A, tolong Carikan jodoh nih buat adikku, Aam."
"Wah, yang benar nih? Seru A Cecep."
"Iya, a. Tapi cari yang serius buat nikah yah." Aku ikut menimpali obrolan Kakak.
"Oh iya, pernah ada tukang ojeg sedang cari jodoh. Mau gak?" Timpal A Cecep.
"Aduh, jangan tukang ojeg dong a, ucapku dengan serius."
"Ya sudah, Aa carikan lagi nanti."
A Cecep berlalu meninggalkan aku dan kakak menemui konsumen konter yang lainnya.
Selang satu minggu, ada sebuah nomer baru yang selalu menghubungiku. Karena teringat pesan Aa Cecep bahwa ada seorang tukang ojeg yang sedang mencari istri, aku pun takut mengangkat telpon dan membalas pesan SMS-nya.
Satu minggu kemudian, A Cecep mendatangiku.
"Neng, ada nomer baru yang menelpon atau SMS gak?" tanya Aa penasaran.
"Ada a, cuma neng takut kalau angkat telepon dari tukang ojeg." Aku mencoba menjelaskan kekhawatiranku selama ini.
"Ih, neng. Ini bukan tukang ojeg. Ini teman Aa yang buka usaha pulsa. Punya konter seperti Teh Ncih." Timpal Aa menjelaskan panjang lebar.
"Wah, aa. Mengapa tidak mengabari lebih awal?" Timpalku.
"Iya, aa lupa soalnya harus keliling dan antarkan orderan assesoris nih. Â Oh, iya. Ini foto profil Facebooknya biar neng kenal sama teman Aa."
"Wah, terima kasih yah a."
"Sama-sama."
Aa Cecep lalu pergi setelah memberi akun Facebook dan nomer telepon yang benar sekali itu nomor yang menghubungiku satu minggu ini.
Selang beberapa hari setelah Aa memberikan nomor kontak misterius yang selama ini mencoba menghubungiku, untuk kali pertama aku mencoba untuk mengangkatnya.
"Assalamualaikum." Terdengar suara laki-laki di ujung telepon yang tak lain adalah lelaki yang selama ini kunantikan.
"Waalaikum salam." Aku menjawab salam dengan penuh keceriaan.
"Apakah benar ini dengan Neng Aam?" Lelaki ini mencoba untuk memastikan bahwa memang benar, aku adalah orang yang ia cari.
"Benar. Ini, siapa ya?" Rasanya malu kalau mengatakan, ah ini tukang ojeg ya? Namun, hati ini menahan tawa saat ingat dengan praduga sebelumnya.
"Ini Agus, teman dari A Cecep. Kebetulan dapat nomer ini dari Aa. Apa kita bisa bertemu untuk bersilaturahmi?"
Aku menjawab dengan terbata-bata.
"Bo..bo...bo..leh. Tapi..., apa tidak terlalu cepat ya? Kawatir Aa menyesal lagi setelah bertemu.
"Aa tidak akan menyesal neng, Aa serius ingin bertemu dan kenal lebih dekat, pintanya."
Aku lalu menyetujui permintaannya untuk bertemu denganku. Esoknya benar, ia datang setelah aku iseng sedikit mengerjainya.
"Neng, yang mana sih rumahnya? Aa sudah balik ke kantor polisi, balik lagi ke atas sampai SD, tapi masih kelewatan."
"Kalau begitu, neng tunggu di depan jalan ya."