Ambu Dewi, wanita berparas cantik seperti bidadari. Kulit yang putih, asri, dan tanpa efek kamera, sangat memesona. Saat melihatnya memintal kain tenun, saya bertanya tentang berapa lama proses pembuatan satu buah kain. Ternyata, satu buah kain selesai dibuat dalam waktu 2 minggu. Harga satu kain bisa sampai 200-250 ribu tergantung besar dan ukurannya. Wanita Baduy mempunyai kewajiban untuk bisa menenun yang keahliannya diteruskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.Â
Selain kain tenun, ada juga gantungan, gelang, dan jahe yang dijejerkan dan ditawarkan kepada pengunjung.
Setelah melihat kecantikan Ambu Dewi, kami berhenti di sebuah pemukiman penduduk. Di sana ada Abah Kardi yang menjelaskan perihal kalender Suku Baduy antara lain Safar(Januari), Kalima, Kaenam, Katujuh, Kadalapan, Kasalapan,kasapuluh, hapid lemah, hapid kayu, kasa, karo, dan katiga. Dalam kalender Suku Baduy ada istilah bulan larangan yang jatuh pada bulan kasa tanggal 17(kawalu tembey), karo tanggal 18(kawalu tengah), dan katiga tanggal 19(kawalu tutug). Pada bulan ini Suku Baduy wajib berpuasa dan tidak menerima pengunjung dari luar.
Setelah mendapat informasi tentang kalender Suku Baduy, kami melanjutkan perjalanan di Kp. Kadu Ketug 3. Di sana kami disuguhi jejeran leuit yang merupakan simbol ketahanan pangan masyarakat Suku Baduy. Setiap pasangan baru yang telah menikah diwajibkan memiliki satu leuit untuk menyimpan padi. Salah satu pertanian di sini adalah ngahuma, atau beras huma yang di tanam di ladang dan padi huma tidak memiliki banyak air sehingga kuat hingga mencapai ratusan tahun dan menjadi makanan pokok yang digunakan sampai sekarang.
Setelah melewati proses Puasa Kawalu, mereka buka puasa dengan memakan daun sirih dan gambir. Ritual diakhiri dengan Ngalaksa atau aktivitas saling berkunjung dengan membawa hasil bumi/ hasil ladang. Kemudian akan dilanjut dialog budaya berupa event Seba Baduy yang artinya menyerahkan hasil bumi kepada Bupati Lebak dan Gubernur Banten. Suku Baduy dalam dan Baduy Luar jalan kaki untuk mengantarkan hasil bumi.
Perjalanan KBL pun di akhiri sesi video Tanya jawab yang isinya mengulas kembali informasi yang telah dijelaskan oleh Pak Asep Kurnia. Simak yuks videonya.
Di akhir perjalanan bertemu dengan Kang Aden, Youtuber Kinemaster dan pemandu wisata ke Saba Baduy. Tidak lupa berfoto sejenak dengan Abah Adel yang hebat, semoga bisa nular kehebatannya dalam memperkenalkan kearifan lokal Suku Baduy.
Meskipun kami hanya melewati 3 Kampung Suku Baduy Luar, kearifan lokal dan pikukuh adat sangat kenal sekali. Cagar budaya yang harus dilestarikan sebagai Destinasi Kultur Budaya yang amat memesona. Perjalanan ini sangat menyenangkan. Selain mendapat informasi penting tentang Suku Baduy, yang ternyata disebut Kanekes dan Rawaian(karena ada jembatan dari akar yang merambat ke atas), Masyarakat Baduy hanya mengakui Baduy adalah kampungnya dan Kanekes adalah nama desanya.Â
Komunitas Blogger Lebak, siap menjadi penerus dan pegiat literasi asli Lebak yang siap menjadikan Suku Baduy menjadi Cagar Budaya yang terdokumentasi dalam bentuk buku antologi yang ditulis dengan hati dan mengabadikan momen kebersamaan penulis blogger Lebak. Harapan ke depan, semoga makin banyak putra putri bangsa yang mencintai budaya lokal yang berusaha menjaga dan melestarikannya hingga menjadi aset dan omzet negara dalam dunia pariwisata mancanegara.Â
Salam blogger inspiratif.