Mohon tunggu...
Amirudin
Amirudin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reshuffle, Dapatkah Menjawab Keresahan Publik?

2 Agustus 2016   01:12 Diperbarui: 2 Agustus 2016   15:55 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang diketahui, Pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Jokowi Dodo dan Wakil Presiden Jusif Kalla kemarin telah merombak kembali kabinet kerjanya (27/Juli), Hal ini telah dilakukan dua kali dalam kurun waktu dua setengah tahun.

Tentu saja bongkar pasang kabinet ini merupakan hak priogratif Presiden, namun publik perlu membuka mata atas seringnya terjadi pergantian menteri ini. Dalam sisa waktu dua setengah tahun kekuasaan Presiden Jokowi tidaklah waktu yang panjang untuk menyelesaikan program nawa kerja, apalagi hal ini dilakukan oleh menteri yang baru menjabat, tentu waktu akan terbuang habis untuk konsolidasi internal kementerian.

Masuknya menteri baru pemain lama kembali mengingatkan masalah-masalah negeri ini yang hilang hingga saat ini. Seperti Jendral (Purn) Wiranto yang ditunjuk sebagai Menteri Kordinator Politik dan Keamanan akan mengingatkan publik khususnya aktivis Orlde Baru tentang gelapnya pelanggaran HAM yang hingga saat ini tidak ada terangnya. Selain itu, tidak selesainya masalah besar Bank Centuri yang sempat lama menggegerkan Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono yang sempat mencatut nama Budiono yang saat itu menjadi Wapres kembali mencuat kepermukaan dengan kembalinya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, jabatan yang sebelumnya di emban oleh Bambang Brodjonegoro.

Bahkan dalam perombakan ini banyak menteri-menteri yang mempunyai banyak trobosan justru tersingkir seperti, Rizal Ramli Menteri Kordinator Maritim yang saat ini digantikan oleh Luhut Binsar Panjaitan dikenal banyak memiliki trobosan dan nyali yang besar untuk menentang dan menghentikan reklamasi mega proyek yang digencarkan oleh Gubenur DKI Jakarta Ahok Tjahaja Purnama. 17 pulau Jakarta reklamasi melahirkan banyak pertentangan dari berbagai kalangan.

Selain itu, Sudirman Said Menteri ESDM yang digantikan oleh Archandra Tahar telah dikenal banyak memiliki trobosan yang luar biasa. Salah satunya dengan menyelesaikan kasus besar Papa Minta Saham yang bulan-bulanan menjadi buah bibir masyarakat. Bermodalkan rekaman suara, Sudirman Said berhasil membuktikan bersalahnya Setia Novanto (Setnov) Ketua DPR RI di persidangan MKD yang begitu menekan Sudirman Said. Ahirnya sidang etik ditutup tanpa ada kejelasan hingga saatini setelah Setnov mengundurkan diri sebagai Ketua DPR RI.

Marwan Jafar Menteri Desa PDTT yang saat ini diganti rekannya sendiri Eko Putro Sanjojo juga banyak gebrakan dalam memajukan desa salah satunya dengan mempermudah penyaluran dan penggunaan dana desa melalui SKB tiga Menteri, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa PDTT. Selain itu kebijakan yang mempercepat majunya desa tertinggal dengan memperpendek proses penyaluran dana desa yang tahun lalu (2015) dilakukan dengan tiga tahap dan sekarang menjadi dua tahap sehingga banyak melahirkan 12.000 BUMDesa, jumlah yang jauh melebihi target yang telah ditentukan yaitu 5000 BUMDesa.

Sebab menurunnya pandangan positif publik atas berhasilnya program nawa cita Presiden Jokowi dodo ini juga disebabkan miskinnya trobosan Kementerian yang strategis untuk memperkokoh perekonomian nasional saat ini seperti Menteri BUMN Rini Sumarno dan Puan Maharani selaku Menteri Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Dengan dipilihnya Wiranto Ketua Umum Partai Hanura sebagai Menteri Kordinator Politik dan Keamanan, serta Asman Abnur menggantikan Yuddy Chrisnandi sebagai Menteri PAN RB representasi Partai Amanat Nasional, Airlangga Hartato representasi dari Partai Golkar menggantikan Saleh Husain sebagai Menteri Perindustrian, membuat publik menyimpulkan bahwa Kualisi tanpa syarat dan menteri tanpa rangkap jabatan yang dulu sempat menjadi slogan untuk mengeruk suara pemilihan presiden nampaknya tak berlaku lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun