Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Keluarga Besar Itu Bernama Indonesia

30 September 2023   09:50 Diperbarui: 3 Oktober 2023   07:19 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Suatu hari saya pernah bertanya ke teman saya yang terang-terangan mendukung salah satu capres. "Kamu dukung si X, tahu gagasan atau rekam jejak kinerjanya, ngga ?" Dijawab dengan Pede: Ngga. Pokoknya Si X. 

Dalam hati saya bergumam barangkali inilah salah satu penyebab mengapa Bangsa kita mudah diadudomba yakni Mendukung tanpa tahu fungsi dari yang didukung. Mendukung secara membabibuta.

Apa fungsi dari capres? Personalnya atau kerjanya? Jawaban pasti yang kita butuhkan dari Capres nantinya adalah kerjanya dan janjinya dilaksanakan andai menang. 

Maka siapapun saja yang terang-terangan mendukung ya harus tahu kerja dan janjinya. Harus mau memantau kinerja dan janjinya. Hanya orang bodoh dan tolol yang mau saja mendukung tapi tidak tahu kerja, gagasan dan idenya.

Mendukung secara serampangan parameternya bisajadi banyak misalnya mungkin karena di lingkungannya mendukung si X, orangtua mendukung si X, Menyangka si X kepanjangan dari tokoh pahlawan idolanya, si X disangka bagian dari ormasnya, Si X rupawan dll

Parameter mendukung secara serampangan ini tidak bisa kita jadikan acuan karena umumnya hanya  mengandung unsur subyektifitas belaka. Padahal mestinya hadirkan juga unsur obyektifitas agar penilaianpun menjadi adil dan tepat.

Lalu pertanyaannya bagaimana cara melihat secara obyektif ? Kita analogikan misalnya Indonesia ini adalah keluarga yang mempunyai banyak anak. 

Kemudian suatu hari ada kejadian bahwa di antara anak itu ada beberapa anak yang punya visi dan pikiran ingin memajukan keluarganya. Munculah perbedaan pendapat. Munculah pula kubu-kubuan diantara mereka.

Pertanyaannya adalah apakah gara-gara berbeda pendapat semua anak itu kemudian berkelahi dan saling bunuh membunuh? Jawabannya tentu tidak sebab mereka sadar bahwa mereka satu kesatuan yakni keluarga.

Pertanyaannya lagi jika ada banyak anak yang punya ide dan gagasan apakah malah tambah perpecahan ? Jawabannya tentu tidak sebab mereka tahu bahwa semakin banyak yang mau terlibat dan urun ide justru semakin hebat keluarga itu. Artinya banyak ide malah tambah bagus karena pintu-pintu ilmu jadi semakin kaya.

Pertanyaannya lagi misalnya ada orang diluar keluarga yang ingin mengadudomba keluarga  dan mengeruk kekayaan keluarga bagaimana respon keluarga? 

Jawabannya tentu mereka akan waspada dan saling mengingatkan agar jangan mau diadudomba. Berbeda pendapat silakan tapi harus tetap bersatu. Itulah prinsip dasar keluarga. Dan jika ada pihak yang ingin merusak harus dilawan bareng-bareng.

Pertanyaan selanjutnya jika nanti sudah diputuskan ide siapa yang menang apakah semua keluarga itu pasti akan mengikuti? Jawabannya pasti mereka akan mengikuti karena mereka sadar mereka saudara walaupun mungkin ada yang hatinya tidak sependapat. 

Dan anak-anak itu nanti akan melihat kinerjanya. Jadi setelah diputuskan siapa yang diterima maka sekat -- sekat pengkubuan harus sudah selesai. Dan langkah selanjutnya adalah semua anak itu akan mengawasi, menilai dan melihat kinerja

Dari analogi di atas bisa kita ambil beberapa poin. Pertama. Yang paling kita butuhkan dari pemimpin adalah fungsinya yakni kinerja dan janjinya dilaksanakan. 

Jika baik kita dukung dan jika buruk kita kritik. Inilah obyektif yakni harus adil pada setiap kejadian. Maka semua rakyat Indonesia harus pada posisi ini yakni memantau para pemimpin.

Jika kebijakannya baik didukung, jika tidak baik harus dikritik. Dan dalam posisi ini rakyat tidak akan lagi menjadikan pemimpin 100% benar atau 100% salah. Tidak boleh ada pengkultusan kepada pemimpin capres.

Kedua. Sadarilah bahwa Indonesia adalah keluarga besar maka kita harus menjaga keharmonisan dan persatuan. bermusuh-musuhan hanya akan membuat keluarga semakin hancur. 

Sadarkanlah orang-orang yang masih terpaku pada golongan sendiri agar ia sadar bahwa kita semua ini satu keluarga besar Indonesia. Waspadai para pengadu domba yang hobinya memecah belah dan hanya ingin agar manusia sadar berhenti dikesadaran golongan. 

Waspadai para oligarki yang mana mereka hanya ingin mengeruk kekayaan Indonesia. Waspadalah dengan oknum yang yang hanya ingin menang sendiri yang hanya melihat Indonesia hanya dari kepentingan partai dan golongaannya sendiri. 

Ingatlah bahwa rakyat adalah penggaji dari Presiden. Artinya Presiden itu TKI-1 sebab yang gaji Presiden itu rakyat. Kita kawal, awasi dan pantau kinerja dan janji-janjinya. Siapapun yang jadi.

Ketiga. Setelah pemilihan selesai semua harus satu padu. Suka atau tidak suka harus legowo demi Indonesia. Doakan para pemimpin agar amanah dan adil. 

Pantau terus menerus kinerja dan janjinya. Di momen setelah pemilu selesai sudah tidak boleh ada lagi subyektifitas. Semua rakyat harus obyektif memantau dan mengawasi pemimpinnya.

Indonesia adalah keluarga besar. Bhineka tunggal ika. Kita rawat Indonesia dengan cara menjaga persatuan walau ada perbedaan. 

Kita rawat Indonesia dengan menyadarkan seluruh rakyat Indonesia agar legowo jika capresnya kalah dan tidak jumawa jika capresnya menang sebab setelah pemilu usai semua harus siap bahu membahu ke kesadaran obyektif. 

Jika baik didukung, jika buruk harus dikritik dan bilaperlu suruh berbenah. Semoga Indonesia menjadi semakin lebih baik. Aamiin.

Purwakarta, 30 September 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun