Suatu hari ada teman baik saya yang cerita ada seorang mubaligh yang ditanya sesama mubaligh. Apa pendapatmu tentang kematian karena Corona?
Mubaligh itu dengan nada sedikit marah mantap menjawab bahwa yang membunuh manusia itu Allah bukan Corona. Jangan takut pada Corona.
Saya mencoba menerka kalimat itu. Dalam kehidupan ini kita selalu dalam lingkar hakikat dan syariat. Misalnya kita makan supaya hidup itu syariatnya sedangkan hakikatnya Allah yang menghidupkan kita, misalnya lagi bikin anak itu syariatnya manusia harus bercinta dulu tapi secara hakikat pasti Allah yang membikin sebab manusia tidak bisa membikin anak.
Demikian juga tentang Corona ini. Secara hakikat yang membunuh pasti Allah tetapi secara syariatnya yang membunuh bisa saja karena penyakit entah itu Corona dsb atau kecelakaan dll.
Jika kita hanya melakukan dan mempercayai hakikat saja tanpa lingkar syariat maka ditakutkan kita menjadi overdosis GeEr kepada Allah karena manusia hanya diperbolehkan dalam lingkup harapan dan keyakinan sedangkan lingkup kepastian itu mutlak urusan Allah. Artinya keyakinan kita harus kuat tetapi jangan sampai menjadi berprasangka kepastian sebab pasti itu mutlak urusan Allah.
Demikian juga syariat saja tanpa hakikat juga salah. Percaya Corona berbahaya menjadi kita takut. Menjadi panik. Was was. Padahal secara hakikat itu ada Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu maka  presisi yang paling bijak ada di garis tengah lingkar syariat dan hakikat.
Kita percaya Corona itu ada lalu kita berikhtiar melakukan 3M ( menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan ) demi menjaga kesehatan kita namun di dalam sanubari kita tertanam hakikat bahwa segala apapun saja itu dalam lingkup kekuasaan Allah. Allah yang menyehatkan kita. Allah yang menyelamatkan kita.
Purwakarta, 10 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H