Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cadar, Cingkrang, dan Radikal Bebas

6 November 2019   11:22 Diperbarui: 6 November 2019   11:18 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tan yang sedang bermain hape, mendapati berita heboh "cadar, cingkrang dan radikal !" yang gaungnya ditabuh oleh Pak Menteri. Karena ia penasaran dan ingin tahu perihal itu, ia memutuskan mengundang Pak Chairil dan Pak Munir untuk rembug. Barangkali dengan mendengar ia bisa dapat banyak informasi.

Pak Chairil dan Pak Munir menyetujui, kini mereka ngobrol di teras. Disuguhi tempe mendoan, jadah dan kopi.

"Apa sebenarnya radikal itu Pak? Apa teroris itu? Kok sekarang teroris dikaitkan dengan bom bunuh diri saja, padahal pelaku perang ( AS dan Israel ) juga teroris tapi tidak disebut teroris?" Tanya Tan

Pak Chairil mencoba menjawab,

"Menurut Noam Chomsky di bukunya " Pirates and Emperor" Istilah teroris muncul pada akhir abad 18 yang artinya merujuk pada tindak kekerasan yang dirancang pemerintah demi memastikan kepatuhan umum / mempertahankan dan menjaga suksesi rezim. Istilah ini pun dirasa tidak menguntungkan bagi pemerintah dunia rezim kala itu sehingga dengan mengandalkan propaganda media diselenggarakanlah atau disasarkan istilah "teroris" itu pada skala individu atau kelompok"

"Jadi dulu label teroris dialamatkan ke Pemerintahan yang dzolim, namun karena dirasa tidak menguntungkan maka digeserlah label itu ke terorisme skala kecil yakni teror pembunuhan, penculikan, ataupun perampasan. Dengan kekuatan media dan propaganda tentu hal itu mudah dilakukan."

"Hingga kini label itu masih berlaku. Kita masih memandang sebatas terorisme skala kecil padahal pemerintahan yang korup dan dzolim itu juga bagian dari terorisme. Tetapi bukan berarti saya mendukung teroris skala kecil seperti hari ini yang disematkan ke bom bunuh diri. Jelas perbuatan mereka salah dan harus kita lawan. Bilaperlu kita lakukan pencegahan. Sebenarnya niatnya Pak Menteri bagus hanya saja terlalu cepat dan gegabah."

"Tapi kenapa seolah terorisme dialamatkan ke Islam ya?" Tan bertanya kembali

Pak Munir kini yang menjawab,

"Ya karena media kita terlalu memblowup teroris hanya sebatas bom bunuh diri. Tidak salah memang tetapi harusnya seimbang sebab kenyataannya ada terorisme yang lebih besar. Jarang bahkan nyaris tidak ada yang bilang bahwa pengusaha besar ( oligarki ) yang merusak alam misalnya tambang batubara itu disebut teroris ataupun oknum pembakar hutan ( dibakar oleh pengusaha untuk nantinya dibuat ladang sawit), padahal dampak kerusakannya besar dan lama. Media kita kurang kritis atau tidak independen. 

Terus ada yang mengaitkan cadar dan celana cingkrang dengan pelaku teroris. Menurut saya ini tidak tepat. Mungkin memang kebanyakan pelaku bom bunuh diri berpenampilan seperti itu tapi menilai penampilan saja jelas hal yang kurang tepat. Misalnya, ada maling memakai sarung apa lantas kita bilang dilarang memakai sarung? Yang salah itu perilakunya, berarti yang harus kita bina dan gelorakan adalah ajarannya. Artinya daripada melulu melarang cadar dan cingkrang alangkah lebih baik kita memperbanyak dai dai yang rahmatan lil'alamin. Bahkan bilaperlu dakwah digiatkan terus menerus agar ajaran yang menjurus ke perilaku teror itu makin mengecil alias sepi peminat."

"Mungkin bisa jadi karena ormas-ormas kita kurang ngopi dan ngobrol bareng. Coba kalau misalnya NU, Muhammadiyah, FPI, Salafi, LDII, MTA, Jamaah Tabligh dsb dikumpulkan bareng dan rembug bareng. Saya yakin semua akan menghargai perbedaan pendapat toh yang selama ini kita ributkan kan persoalan khilafiyah saja. Andai saja Pak Menteri bisa mengumpulkan semua ormas pastilah ada titik temu kebersamaan dan toleransi. 

Dikarenakan kurang ngopi, ngobrol dan ketemu, ujung-ujungnya kita saling curiga. Yang rugi kan Islam juga. Coba kita saranin Pak Menteri untuk mempertemukan mereka. Semoga Pak Menteri bisa meneladani kisah Nabi Muhammad SAW yang menyatukan khafilah-khafilah dengan peristiwa pemindahan batu hajar aswad. Intinya, harus dikumpulkan dulu ketua-ketuanya untuk kemudian disatukan. Saya yakin semua akan bersatu. Masalah khilafiyah bisa diselesaikan dengan saling menghargai."

Mereka sepakat harus ada rembugan bareng antar ormas Islam agar kecurigaan itu hilang sebab yang ditakutkan adalah ada yang sengaja mengadudomba Umat Islam dengan membenturkan persoalan khilafiyah, padahal sejarah sudah berkata soal khilafiyah sudah selesai dan seluruh madzab sepakat menghormati dan menghargai. Hati-hati profokasi dan adu domba.

Tan lalu bertanya lagi,

"Celana cingkrang hukumnya apa sih, Pak?"

Pak Munir mencoba menjelaskan sebisanya,

"Salah satu maksiat badan adalah memanjangkan pakaian (sarung ataupun yang lainnya) yakni menurunkannya hingga ke bawah mata kaki dengan tujuan berbangga dan menyombongkan diri (al Fakhr). Hukum dari perbuatan ini adalah dosa besar kalau memang tujuannya adalah untuk menyombongkan diri, jika tidak dengan tujuan tersebut maka hukumnya adalah makruh. Jadi cara yang dianjurkan oleh syara' adalah memendekkan sarung atau semacamnya sampai di bagian tengah betis.

Keterangan tersebut bisa dilihat dalam kitab Al-Adzkar An-Nawawi. Yang dimaksud Sombong adalah orang-orang kaya yang suka menyeretkan pakaiannya,, karena pada waktu itu orang kaya dan miskin di bedakan, juga bisa kesombongan itu agar dianggap orang besar atau orang alim. Sebab para pembesar yahudi dulu ketika memakai jubah kelombrohan, bahkan sampai menyentuh tanah, dan ini sebagai ciri bahwa yang memakai jubah kelombroh itulah para pembesar yahudi dengan kesombongannya (takabbur).

Hukum yang telah dijelaskan ini adalah hasil dari pemaduan (Taufiq) dan penyatuan (Jam') dari beberapa hadits tentang masalah ini. Pemaduan ini diambil dari hadits riwayat al Bukhari dan Muslim bahwa ketika Nabi r mengatakan :

Taufiq) dan penyatuan (Jam') dari beberapa hadits tentang masalah ini. Pemaduan ini diambil dari hadits riwayat al Bukhari dan Muslim bahwa ketika Nabi r mengatakan :

" "

Maknanya : "Barang siapa menarik bajunya (ke bawah mata kaki) karena sombong, Allah tidak akan merahmatinya kelak di hari kiamat" (H.R. al Bukhari dan Muslim)

"Barang siapa menarik bajunya (ke bawah mata kaki) karena sombong, Allah tidak akan merahmatinya kelak di hari kiamat" (H.R. al Bukhari dan Muslim)

Abu Bakr yang mendengar ini lalu bertanya kepada Nabi : "Wahai Rasulullah, sarungku selalu turun kecuali kalau aku mengangkatnya dari waktu ke waktu ?" lalu Rasulullah SAW bersabda :

" "

Maknanya : "Sesungguhnya engkau bukan orang yang melakukan itu karena sombong" (H.R. al Bukhari dan Muslim)

"Sesungguhnya engkau bukan orang yang melakukan itu karena sombong" (H.R. al Bukhari dan Muslim)

Jadi oleh karena Abu Bakr melakukan hal itu bukan karena sombong maka Nabi tidak mengingkarinya dan tidak menganggap perbuatannya sebagai perbuatan munkar; yang diharamkan.

Khilafiyahnya adalah yang bercelana cingkrang berpendapat tekstual sehingga ia mengambil dalil harus cingkrang, ya kita hargai tetapi saya sendiri lebih condong ke persoalan memakai atas dasar kesombongan. Bukankah hari ini banyak yang memakai baju, celana, tas dsb atas dasar kesombongan bahkan seolah jadi tren dikalangan artis. Yang begini-gini ini yang saya takutkan, yakni pamer dan sombong."

Ternyata ada banyak manfaat ngobrol bareng, Tan banyak dapat informasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun