Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Biorenes dan Anjingnya

1 Oktober 2018   11:04 Diperbarui: 2 Oktober 2018   15:00 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : wallhere.com

Dari pojok gedung-gedung, Si Tua Bangka Gila itu berada. Kehidupannya serba aneh bagi masyarakat Aftena, selain ia hidup dengan sangat sederhana juga ia berkeliaran ditemani anjing kesayangannya. Si Tua Bangka Gila itu memberi nama anjing itu Bobi. 

Wajahnya yang hampir penuh tertutupi rambut juga kumal serta badannya yang kotor tak membuat wibawanya jatuh di mata masyarakat sebab ia adalah rohaniawan sejati masyarakat Aftena. Ia selalu didatangi masyarakat yang ingin berkonsultasi padanya, kadang-kadang politisi pun datang kepadanya guna pencitraan meraih pemilih.

"Datang kesini lima tahun lagi ya. Nanti akan saya jamu dengan yang lebih baik. Maaf hari ini hanya ada roti basi dan minuman kotor hasil buangan membersihkan kuda tetangga" Si Tua Gila itu berbicara pada politisi

Orang Aftena menyebut Si Tua Bangka Gila itu dengan nama Biorenes. Orang misterius yang hidup serba sederhana bahkan dalam prinsipnya ia ingin meminimalisir ketergantungan pada benda. Biorenes meyakini bahwa ketergantungan pada Tuhan sudah cukup membuat ia hidup bahagia. Bahkan ia menyindir manusia yang terlalu tergantung pada benda layaknya idiot.

"Kau tau Bobi. Manusia sekarang penyembah benda dan kekayaan. Mereka sangka kebahagiaan datang dengan menyerakahi benda. Saling sikut berebut maut aslinya mereka. Hidup ini sederhana tetapi mereka membikin ruwet. Mereka punya kaki untuk berjalan, mereka malah membeli mobil untuk perjalanan, giliran mobil rusak mereka pusing sendiri, mereka ruwet sendiri. Hahaha. Mereka punya lemari isinya bukan buku, Bob. Tetapi tumpukan baju yang tak berarti. Kita cukup punya baju tiga saja, Satu dipakai satu dijemur satu disimpan, Lah mereka bikin ruwet sendiri menabung baju. Hahaha," Biorenes berbicara pada Anjingnya ditengah Festival Baju Nasional

Orang Aftena setiap tahunnya selalu menyelenggarakan Festival Baju Nasional dimana baju-baju bermerk dipersaingkan layaknya olimpiade, meskipun aslinya fungsi baju hanya untuk menutupi badan tetapi akibat reputasi dan gengsi maka nilai baju berubah fungsinya.

Di Aftena juga ada Festival Elektronik Nasional, Festival Kecantikan Nasional, Festival Nyinyir Nasional dan festival Judi Nasional. Semua bergerak atas dasar jabatan, kekayaan dan reputasi yang sumbernya penilaian dari manusia. Disanalah Biorenes hidup menantang kapitalisme masyarakat.

Hobinya kalau lagi jalan adalah menyanyi karya ciptaannya sendiri berjudul “omdo.”

Omdo Oh Omdo Penceramah omong doang
Omdo Oh Omdo Politisi omong doang
Omdo oh Omdo Penjaga Moral amnesia Aksi Moral
Omdo oh Omdo Tukang Ngomong tapi Kosong

Pada perjalanannya itu, ia didatangi utusan dari Negara Aftena. Biorenes disuruh Pak Jokojok menghadap istana guna membahas cara hidup sederhana. Pak Jokojok Presiden Aftena memang terkenal bercitra sederhana, merakyat dan giat kerja.

Pembangunan-pembangunan Kota Aftena ia galakan walau dananya dari para cukong, infrastruktur semakin maju ditengah kemiskinan masyarakat yang tidak menikmati hal itu. Orang miskin mana mungkin memakai tol. Orang miskin tidak butuh begituan, mereka butuh hidup layak dan sehat. Ketus Biorenes dalam hatinya.

"Baiklah, saya akan kesana sekarang. Ayo Bobi." Diajaknya Bobi ke istana

Sampai di Istana ia bertemu Pak Jokojok. Kesan sederhana, merakyat dan kerja tak dilihat oleh Biorenes. Istananya mewah dan megah, makanannya enak-enak, pokoknya semua serba mahal.

Dasar sial, ditengah kemegahan istana itu, Biorenes malah pengin meludah sebab sewaktu di jalan tampaknya ia melahap sesuatu.

"Pak Jokojok bolehkah aku izin meludah di Istana, saya cari tempatnya." Ucap Biorenes

"Silakan. Silakan." Balas Pak Jokojok

Biorenes lalu mencari tempat meludah di Istana. Mutar-mutar kelililing tetapi tidak menemukan hingga akhirnya ia sadar dimana tempat meludah paling pas itu berada

Biorenes balik menghadap Pak Jokojok

"Saya sudah mencari-cari tempat meludah tetapi tidak menemukan. Semua barang serba mewah saya jadi tidak enak untuk meludah. Setelah saya cari-cari ternyata tempat meludah paling pas ada di muka bapak. Bolehkah aku meludah di muka bapak."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun