Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ta'aruf & Khitbah Apakah Cuma Kedok Semata?

29 September 2017   20:27 Diperbarui: 29 September 2017   20:39 1695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bismillah,izinkan saya menulis tentang taaruf,khitbah dan pacaran.Ini bukan permasalahan sok alim atau sok idealis ataupun sok menumpang nama tetapi kejadian yang terjadi di masyarakat kerap kali rancu dan memuakan.

Definisi taaruf menurut penulis adalah mengenal.Seperti yang disampaikan dalam AlQur'an di surat al hujurat : 13, bahwa diciptakannya lelaki dan perempuan kemudian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal.Inilah awal mulainya kata taaruf.Seperti halnya kata abi,umi,ukhti,akhi yang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan bapak, ibu,saudara perempuan dan saudara laki-laki.Kata taaruf diambil dari bahasa arab sehingga saat datang ke Indonesia diyakini dengan benar bahwa itu murni dari Islam.

Padahal ini adalah perbedaan bahasa saja yang justru bisa menjadikan seolah itu sebenarnya adalah dompleng nama tetapi prakteknya sama dengan pacaran.Padahal taaruf ala Rosululloh tidaklah demikian,artinya pacaran dan taaruf meskipun ada kemiripan tetapi dalam prakteknya sangat jauh berbenturan.Inilah yang perlu digarisbawahi bahwa kenyataan di masyarakat kita justru ada saja yang menggunakan istilah taaruf tetapi prakteknya malah pacaran yang bahasa halusnya dihalalkan.Padahal dalam islam,pacaran jelas dilarang karena sudah menyangkut hubungan yang melebihi batasan yang justru mendekat ke hubungan suami istri.

Perlu dijelaskan kembali bahwa taaruf itu ada batasan-batasannya,penulis berpendapat bahwa :

1. Taaruf itu adalah pengenalan yang serius dalam mengenal calon istri ataupun suami.Artinya dalam taaruf sudah ada niatan untuk keinginan menikah dan bukan berdasar pada main-main semata ala pacaran.Pacaran jelas tidak ada kesepakatan dan yang ada justru bagaimana menganggap pacar itu seperti pasangan sendiri yang seolah-olah sudah halal sehingga boleh dipegang atau disuruh-suruh. Dan inilah yang rancu jika ada yang mengaku sedang taaruf tetapi sehabis itu malah asyik main berduaan atau jalan berduaan dan menurut saya pribadi ,justru orang-orang yang seperti ini yang hanya memakai kedok syar'i saja tetapi prakteknya sudah meleceng jauh.

2. Taaruf disaksikan pihak keluarga,baik itu keluarga calon istri maupun calon suami dan momen disini digunakan untuk tanya jawab perihal kecocokan atau misi-misi ketika berumah tangga kelak.Jikaada kecocokan maka segera menikah dan jika tidak maka segera disudahi tanpa ada dendam dan amarah. Dan ini yang menjadi pembeda dari pacaran bahwa taaruf itu fasilitas untuk mengenal pasangan yang disaksikan kedua belah pihak dan justru ironisnya pacaran adalah tidak adanya kepastian ataupun tanggungjawab setelah terjadi, sehingga kita kerap kali melihat orang yang pacaran itu dendam atau marah pada pasangannya. Dan perlu digarisbawahi adalah taaruf sebisa mungkin dilakukan dengan sedikit pertemuan saja bukan berlarut-larut,poin disini mencari komitmen dan keseriusan. Dan lagi-lagi sangat memuakan jika ada yang mengaku sedang taaruf tetapi jalan-jalan berduaan,bergandengtangan, nonton bareng pasangan atau kegiatan pacaran lainnya sehingga akhirnya taaruf malah dijadikan kedok untuk menghalalkan pacaran.Ini jelas tidak benar dan justru menghina dari kegiatan taarufan itu .

Definisi kedua yakni khitbah. Dalam Bahasa Indonesia kita mengenalnya dengan tunangan.Padahal justru tunangan sama sekali tidak dikenal dalam istilah syariah. Khitbah yang artinya meminang adalah pengajuan lamaran dari calon suami kepada wali calon istri yang poin utamanya mengajak untuk berumah tangga.Khitbah juga mirip dengan pernikahan harus dijawab iaatau tidak.Jika dijawab "ia" maka jadilah wanita tersebut sebagai makhtubah atau wanita yang telah resmi dilamar/dipinang.Khitbah juga semacam pagar supaya tidak diperkenankan untuk menerima lamaran dari orang lain.

Namun perlu diingat bahwa hubungan kedua calon itu tetap sebagai orang asing yang diharamkan berduaan,berkhalwat atau perihal pacaran yang lainnya. Dalam Islam juga tidak ada itu istilah setengah halal ,dimana ada anggapan bahwa yang sudah bertunangan bebas melakukan pacaran atau bahkan melakukan hal-hal layaknya suami istri.

Jadi jika ada yang mengaku sudah proses khitbah tetapi masih berduaan atau bergandengan atau perihal yang mirip pacaran lainnya, jelas ini sudah salah dan bahkan justru menciderai prosesi khitbah itu sendiri.Dan ini pula yang membuat saya pribadi frustasi karena realitasnya sama saja seperti taaruf yakni digunakan sebagai kedok untuk menghalalkan pacaran.

Perlu diingat bahwa kehalalan pacaran itu hanya terjadi setelah prosesi akad nikah artinya setelah akad nikah adalah justru momen dihalalkannnya pacaran yang sah secara syariah. Orang yang sudah berakad nikah sudah boleh melakukan hal-hal yang dilakukan oleh seorang istri ataupun suami pada umumnya.Tetapi justru rancu dan naf sekali jika taaruf dan khitbah malah dijadikan kedok untuk melabelkan pacaran secara halal.Padahal sudah jelas sekali kehalalan pacaran terjadi itu hanya setelah proses akad nikah.Demikian semoga tidak ada lagi yang menunggangi istilah taaruf dan khitbah sebagai kedok semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun